MasukMawar diam tidak bereaksi. Dia menatap tajam ke arah pria setengah baya yang tampan dan bertubuh kekar di depannya. Wajah pria itu yang sebelumnya penuh keinginan kali ini tampak muram dan sorot matanya yang membara jadi menggelap.
Gadis itu masih tidak menjawab teriakan Bik Warsih di depan pintu kamarnya. Dia membiarkan majikan prianya itu menentukan pilihan, tetap melanjutkan apa yang tertunda ataukah menunda semua yang ada dalam benaknya sebelum masuk ke kamar ini.
Rahang laki- laki itu mengeras. Tubuhnya menegang dan matanya terlihat sangat suram. Tangannya meremas pinggang Mawar dan satu tangan lainnya mencengkram paha halus pelayan muda itu.
“Bilang padanya untuk tunggu sebentar!” geram Benny dengan emational yang tertahan.
Mawar menatapnya dengan tatapan seolah ingin bertanya apakah Benny yakin dengan keputusannya. Bibir gadis itu sedikit melengkung seolah menggambarkan kekecewaan.
Benny mencubit dagu pelayannya yang sangat cantik tersebut, meskipun tanpa polesan make up dan berpakaian sederhana, tetapi sensualitasnya sungguh tak bisa di tutupi.
“Cepat!” perintahnya yang tak ingin Warsih curiga dengan apa yang terjadi.
“Ya, Bi, sebentar lagi Mawar ke kamarmu ya!” teriak Mawar dengan lembut.
“Baik, jangan lama- lama ya. Bibik sudah tidak tahan lagi, pegel semua!” Warsih menegaskan sebelum berlalu.
Suara langkah kaki perempuan tua itu terdengar menjauhi kamar Mawar. Benny langsung saja menundukkan wajahnya hendak mencium bibir yang selalu membuatnya penasaran selama beberapa minggu ini.
Namun, baru saja jarak bibirnya hanya beberapa centimeter dari bibir Mawar, tangan lembut gadis itu menahan dan mendorong bibirnya dengan lembut.
“Jangan,” bisik Mawar lembut dengan suara desahan yang semakin membuat Benny tergoda.
“Kenapa?” tanya pria itu dengan mata yang menggelora.
“Bik Warsih menunggu, takutnya kita nanti ….” Dia tidak melanjutkan kalimatnya, membiarkan Benny berasumsi sendiri.
Pria itu tersenyum. Dia mengelus bahu dan lengan Mawar dengan lembut. Lelaki itu tidak rela melepaskan pelayan cantik dengan tubuh yang begitu ranum dari genggamannya, tetapi akal sehatnya masih bekerja.
Perselingkuhan ini tidak boleh diketahui siapapun, jika dia masih ingin menikmati kelembutan tubuh gadis itu dalam waktu yang lebih lama.
“Kalau tidak ada Warsih yang mengganggu, hari ini kamu sudah jadi milikku!” geram Benny setengah kesal.
“Menunda jauh lebih baik, Tuan,” lirih Mawar dengan suara manja.
“Maksudmu?”
Gadis pelayan tersebut lalu berjinjit dan mendekatkan wajahnya ke telinga Benny. Dia sedikit memperdekat bibirnya di pipi pria itu, hingga bulu - bulu halus di wajah Benny meremang, sebelum berbisik dan berkata dengan lembut. “Semakin penasaran akan semakin bergairah.”
Benny terkejut. Dia langsung menoleh dan berharap bisa menyentuh pipi gadis itu, tetapi Mawar sudah merendahkan tubuhnya lagi dan menunduk malu- malu.
“Kamu seperti berpengalaman ….”
“Saya hanya membaca dari Novel online, Tuan,” sahutnya malu- malu.
“Hmm ….” Benny kembali mencubit dagu Mawar dan mengangkatnya. Dia menelusuri wajah cantik ini dengan tatapan yang lapar.
“Tuan, Bi Warsih sudah terlalu lama menunggu dan dia bisa curiga.” Perkataan Mawar membuat Benny kembali mendengus kesal.
“Malam ini kamu bebas, tetapi aku akan selalu mencari cara untuk menagihnya. Ingat jangan pernah kunci kamar ini!” Benny akhirnya melepaskan Mawar.
Pria itu berbalik ke arah pintu. Dia memegang gagang pintu dan siap membukanya, tetapi sebelum keluar Benny berbalik dan menatap ke arah Mawar.
“Ingat kamu adalah milikku!” ujarnya penuh kepemilikan.
Mawar tersenyum tipis. Dia tidak menjawab, hanya menatap lembut ke arah suami majikan tersebut. Senyuman itu mampu membuat jantung Benny berdegup kencang, merasakan denyut dari ototnya yang tak kunjung padam.
“Sebentar, Tuan!” panggul Mawar saat pria itu ingin sudah memutar kunci pintu.
“Hmm?” Benny membalikan tubuh dan berharap kalau Mawar memintanya tetap tinggal.
“Biar saya yang keluar duluan dan memastikan keadaan aman,” bisiknya.
Gadis itu lalu mendekati Benny dan mengambil cardigan lengan panjang yang tergantung di belakang pintu. Dia memakainya dengan cepat, kemudian menempelkan tangannya di atas tangan pria itu yang masih memegang gagang pintu.
Benny sontak menjadi kaku merasakan sentuhan lembut itu yang langsung membuatnya berdebar dan langsung menahan napas. Namun, sebelum dia berpikir lebih jauh, Mawar sudah menarik pintu melalui tangannya dan keluar dengan santai.
“Bik, maaf lama tadi aku lagi maskeran,” ujar Mawar yang masuk setelah mengetuk pintu kamar Warsih yang ada di sebelah kamarnya.
Benny menghela napas panjang ketika mendengar pintu kamar sebelah sudah tertutup kembali. Dia menundukkan kepalanya dan menatap ke arah bagian tubuhnya yang terbengkalai sejak tadi.
“Besok, aku akan membawamu menjelajahi padang yang masih hijau,” bisiknya lirih.
Pria itu lalu keluar dari dalam kamar Mawar. Dia berjingkat mendekati kamar bik Warsih saat melihat pintu kamar itu sedikit terbuka.
Benny menelan ludah berkali- kali saat melihat Mawar sedang menungging untuk mengeroki pelayan tua tersebut. Dia menatap ke arah tubuh belakang pelayannya dengan kepala yang pusing dan napas yang sesak.
Pria itu memutuskan menunggu Mawar selesai dengan Warsih, lalu menyelesaikan yang tertunda. Dia sudah nekat akan kembali ke kamar pelayan muda itu, tetapi langkahnya terhenti ketika mendengar percakapan di dalam kamar.
“Mawar, kamu tidur di sini yang nemeni Bibik malam ini. Gak tau kenapa bibik rasanya hari ini takut sendirian.”
“Iya, Bik.”
Benny mengepalakan kedua tangannya dengan kesal. Dia ingin sekali masuk ke dalam kamar itu dan menarik Mawar keluar dan memarahi pelayan tua yang mengganggu kesenangannya hari ini.
Sayangnya, Benny tidak punya nyali melakukan hal itu. Pria itu hanya menatap sebal ke arah kepala Bik Warsih yang sedang tengkurap ke arah dinding.
“Awas ya kamu, tua bangka!” geramnya sambil berjingkat meninggalkan kamar itu.
Benny menuju ke ruang makan dan membuka kulkas. Dia mengambil sebotol air dingin dan menegaknya untuk meredakan rasa panas yang mencengkeram tubuhnya.
Namun, bayangan Mawar yang terus menerus melintasi pikirannya, membuat air dari kulkas itu tidak mampu mendinginkan tubuhnya yang panas. Kepala Benny semakin pusing.
Dia masuk ke dalam kamar dengan buru- buru. Hanya satu cara untuk melampiaskan keinginannya.
Saat sudah di dalam kamar, dia menatap Mona yang tidur pulas dengan beringas. Benny langsung naik ke atas tempat tidur dan menarik selimut yang menutupi sebagian tubuh sang istri.
Pria itu menarik tubuh istrinya dengan kasar hingga badan Mona terlentang, lalu pria itu langsung saja menjelajahi tubuh istrinya dengan keinginan yang meledak- ledak.
“Benn?” Mona yang sudah pulas sontak terkejut merasakan suaminya di atas tubuhnya.
Pria itu yang sejak tadi tampak acuh dan terkesan tidak memperdulikannya lalu tidur lebih dulu, bagaimana bisa tiba-tiba bangun dan memiliki keinginan yang menggebu- gebu
Namun, sebelum Mona sempat berpikir lebih jauh, Benny mengangkat gaun tidurnya dengan tergesa- gesa dan menerobos masuk ke dalam tubuhnya.
“Benn! Arkhh!” Tubuh Mona berguncang dengan keras.
Sepulang kerja Andrew, ingin sekali segera bertemu dengan Mawar dan mengajak gadis itu mengobrol. Dia merasa begitu nyaman berbincang dengan pelayan tersebut.Mawar membuatnya merasa tenang. Gadis itu membuatnya kagum dan merasa tersentuh dengan jalan hidupnya. Wajah cantik merupakan bonus, sebab banyak perempuan cantik yang ada di sekelilingnya, tetapi tidak ada yang membuat pria itu terpana pada pandangan pertama. “Andre Sayang … kamu sudah pulang, Nak?” Mona bergegas berdiri dan meletakkan majalah di tangannya.“Mom, kamu ngapain sendirian di sini?” Andre melepaskan dasi sambil menatap ke arah ibunya dengan heran.“Tentu saja menunggumu, Sayangku.” Mona merentangkan tangannya dan memeluk Andre sebelum mengecup pipi anaknya itu.“Mom … kamu tidak keluar dengan teman-temanmu?” Andre melepaskan pelukan ibunya setelah beberapa detik.“Kamu tidak suka lihat aku di sini?” Bibir Mona mengerucut manja.“Mom … kamu tahu bukan itu yang aku maksud.” Pria tampan itu tersenyum hangat pada sang
Mawar berdiri dengan tegang di depan Mona. Dia bersikap seolah-olah sedang panik dan merasa takut, padahal dalam hatinya gadis itu tertawa melihat wajah tegang sang majikan.Cukup dengan melihat raut wajah Mona yang tidak tersenyum dan percaya diri, sudah membuat Mawar kegirangan. Semakin buruk ekspresi perempuan itu semakin dia merasa pada titik kemenangan.“Kamu sekarang mulai berani membantah dan memilih pekerjaan ya?” Mona menatap sengit ke arah pembantu di depannya.“Saya tidak berani, Nyonya,” lirih Mawar dengan suara tertekan.“Kamu pikir yang mengatur rumah ini masih Bik Warsih, perempuan tua yang sering kamu manfaatkan itu pekerjaannya sama, bersih-bersih dan mengurus laundry!” Mona menekankan posisi Warsih saat ini.Mawar tau kalau Mona sengaja mencari kepala pelayan lain untuk menekannya. Namun, nyonya rumah itu entah menyadari atau tidak, dengan sikapnya itu telah membuat Sulis sewenang-wenang bukan saja pada dirinya, tetapi pada Bik Warsih dan juga Bik Atik -pelayan lama
Mawar melongo. Dia tidak tahu apa yang terjadi. Bagaimana bisa Sulis tiba-tiba jatuh, padahal dia yakin belum berbuat apapun. Apa mungkin kekuatan pikiran bekerja sedemikian hebat. Namun, sedetik kemudian gadis itu mengerti situasinya, saat suara sinis majikan rumah terdengar. Ternyata kepala pelayan yang masih muda ini jago bermain sinetron.“Apa yang terjadi?” Mona berdiri di antara mereka berdua dengan tatapan tajam bergantian ke arah Sulis dan Mawar.“Nyonya … saya jatuh karena Mawar dengan sengaja menjegal dengan kain pel.” Sulis meringis dan langsung menunjuk ke arah Mawar dengan tuduhan palsunya. "Dia pasti marah karena saya memintanya membersihkan ruangan dengan lebih teliti."“Kamu melakukan itu, Mawar?” Mona menatap sinis ke arah pembantu yang tidak disukainya itu.Nyonya rumah itu sengaja bicara dengan keras supaya orang-orang di meja makan mendengarnya. Dia masih ingin sekali menciptakan nilai negetif Mawar di mata suaminya. Seperti dugaannya, Benny dan Andre pun mendekat
“Andre sayang, bagaimana hari pertamamu di perusahaan?” Mona mengoleskan selai di atas selembar roti sambil bertanya pada anaknya.Pagi itu mereka bertiga sarapan pagi bersama dengan suasana yang tenang.“Semua lancar saja berkat bantuan dari Om Benny,” sahut Andre menoleh ke arah ayah tirinya. Meskipun tidak terlalu akrab, tetapi dia menghargai keberadaan pria itu di samping ibunya. Berkat Benny pula, perusahaan ini bisa tetap eksis.“Baguslah. Ini adalah perusahaan yang aku bangun dengan jerih payahku sejak muda. Kamu harus bisa menguasai dan mengembangkannya, karena bagaimana pun juga ke depannya perusahaan rekaman dan bisnis hiburan ini akan menjadi milikmu.” Mona tersenyum bangga pada Andre.“Tentu saja Mom.” Andre mengangguk mengiyakan.Mawar yang sedang membersihkan ruangan di samping, mendengarkan hal itu sambil tersenyum getir di dalam hatinya. Perusahaan yang dikatakan oleh Mona dengan bangga itu adalah milik keluarganya. Dia tidak pernah melupakan saat sang kakak membawany
“Kenapa kamu tidak melanjutkan menari?” tanya Andre dengan lembut.Mereka berdua saat ini ada di lantai atas, tepatnya di balkoni kamar Andre. Pria itu bahkan sudah mengeluarkan minuman dingin dari kulkas pribadinya. Dia membuka tutup botol dan memberikan pada Mawar.“Menari?” Mawar menerima botol berisi jus itu dan menegaknya perlahan.“Tidak usah mengelak lagi, aku tahu kamu adalah Mawar si gadis penari yang memukau ratusan penonton di sanggar seni tempo hari.” Andre tak ingin lagi pelayan itu mengelak.Mawar menggigit bibirnya lalu menundukkan kepala, seolah malu sekali karena rahasianya sudah terbongkar. Jujur saja dia merasa kagum juga pada pria itu, karena dengan cepat mengenali siapa dirinya.“Aku perlu uang untuk nenekku yang sakit,” lirihnya dengan suara yang nyaris tak terdengar.Ya, Mawar tidak bohong. Dia masih mempunyai nenek yang jatuh stroke ketika keluarga kakaknya mati semua. Mereka berdua bertahan hidup di panti asuhan sekian belas tahun lamanya.Kedatangannya ke rum
Andre bergegas keluar dengan membawa sebotol sunscreen. Dia menggunakan tabir surya itu untuk mendekati Mawar. Hati laki-laki itu dipenuhi dengan kegembiraan, menyakini kalau Mawar adalah gadis penari yang dia incar itu.Langkah kakinya berhenti beberapa meter di belakang Mawar. Melihat perempuan itu masih memegang mesin pemotong rumput, Andre merasa terenyuh. “Mawar ….” Suara gaduh mesin itu menjadi penghalang dari suaranya.Andre lalu berjalan mendekati pelayannya dan berhenti tepat di samping Mawar. Dia mengulurkan botol lotion itu ke arah Mawar.“Tuan muda?” Mawar pura-pura terkejut dengan kehadiran Andre dan bergegas mematikan mesin pemotong rumput. Dia menatap botol lotion itu tak mengerti dan berganti memandang ke arah wajah tampan di depannya.“Kamu pakai sunscreen ini. Semprotkan pada wajah dan kaki juga tanganmu.” Andre lalu mengambil mesin itu dari tangan Mawar.“Tuan tidak perlu, saya tadi sudah-”“Pakai saja. Aku akan bantu kamu memangkas semua rumput ini.” Andre terseny







