"Sabar, Lila. Kamu udah biasa diusir sama Pak David," gumam gadis itu sembari mengelus dada.
Lila berjalan pergi sembari membetulkan posisi tasnya yang melorot. Dia meninggalkan apartemen sang majikan dingin bersama ibunya."David, apa kabar, putraku?" Helena memeluk putra tunggalnya dengan hangat."Baik, Mah," jawab sang putra datar.Helena tersenyum lembut. "Kamu masih tak berubah.""Ada apa Mamah ke sini?" tanya David saat sang ibu sudah melepaskan pelukan. Pria itu mengajaknya duduk di ruang tamu."Kok kamu tanyanya begitu, sih? Mamah kangen sama kamu," jawab Helena masih tersenyum.Sunyi sejenak sebelum David beranjak dari duduknya. "Mamah mau minum apa?" tanya pria itu.Wanita paruh baya itu menahan lengan putranya. Dia menggeleng pelan sebagai jawaban atas tawaran David."Nggak usah repot-repot, David. Mamah cuma mau berkunjung sebentar."David memilih duduk kembali di samping sang ibu. Wanita itu pun mengeluarkan ponselnya dan sejenak menggeser-geser layar pipih tersebut."Ada yang mau Mamah bicarakan padamu," tuturnya lembut.David memilih diam menyimak. Pria itu mencoba menebak apa yang akan ibunya minta darinya. Helena pun kembali menoleh menatap putranya dan meletakkan ponselnya di atas meja kaca yang tampak mengkilap berkat kerja keras Lila."Nanti malam datanglah makan malam. Papah juga mau bertemu denganmu," ucapnya dengan senyuman tipis."Mamah mohon, David. Sesekali pulanglah ke rumah. Toh besok juga hari libur. Sudah lama kan kamu tidak pulang? Mamah rindu kamu pulang ke rumah mengunjungi kami dan menghabiskan waktu bersama kami," papar Helena penuh harap.Terdengar helaan napas pelan dari sang putra. David menautkan jari-jari tangannya. "Maaf, Mah. Tapi selama ini aku sibuk bekerja. Jadi tidak ada waktu," jawabnya dengan ekspresi datar."Tapi untuk nanti malam bisa, kan?" tanya Helena lagi. Wanita itu masih mencoba membujuk putra semata wayangnya."Hahhh. Baiklah. Akan aku usahakan.""Terima kasih. Mamah harap kamu datang," ucap Helena lagi. David merasa ada sesuatu yang tengah direncanakan oleh sang ibu."Oh iya." Tangan ramping Helena kembali meraih ponselnya. Wanita itu lagi-lagi menggeser layar."Mamah mau memperkenalkan kamu sama anak temen Mamah," papar Helena.David sudah menduganya. Sang ibu pasti akan membahas tentang pernikahannya."Lihatlah! Cantik, bukan?" Wanita itu menunjukkan layar ponselnya ke arah sang putra.David menatap sekilas foto seorang gadis yang ditunjukkan dengan malas. Sungguh baginya pembicaraan seperti ini tak akan ada habisnya."Ya," jawab pria itu singkat tak berminat.Helena menghela napas. "David, lihat dulu dengan benar. Ini anak temen Mamah. Namanya Tiara. Dia anak lulusan S2 di Amerika. Dia juga seorang model. Kamu pasti suka. Cantik loh ini. Dia juga berbakat di dunia modeling," papar wanita paruh baya tersebut tampak bangga.Kali ini David yang bergantian menghela napas. "Mah, bukankah kita sudah sering membicarakan hal ini? Aku belum mau menikah, Mah. Perusahaanku juga masih perlu pengembangan," tolaknya secara halus.Helena menatap wajah putranya. David itu sempurna akan kerampanannya. Rambutnya hitam legam dan dia memiliki iris mata sedikit kecokelatan. Hidungnya mancung dan rahangnya tegas. Apa lagi bahunya lebar dan kokoh. Ditambah kecerdasan pria berusia tiga puluh tahun itu yang tak dapat diremehkan lagi."David, dengerin Mamah." Helena merubah posisi ditubuhnya menghadap sang putra."Usia kamu sudah tiga puluh tahun, David. Usia yang sudah cukup matang untuk berumah tangga," papar Helena. Wajahnya berubah sendu saat sang putra lagi-lagi menolak untuk membahas pernikahan."Usia Mamah sama Papah juga sudah tak muda lagi. Jadi, Mamah harap kamu mau menikah. Coba kenalan dulu dengan Tiara. Dia anak yang baik dan berpendidikan." Helena mencoba membujuk.David menatap wajah penuh harap dari ibu kandungnya."Coba saja kenalan dulu, ya? Mamah yakin kalian cocok, kok. Kamu tampan dan Tiara ini cantik. Ya, David?" bujuk Helena lagi. Namun di telinga David bujukan tersebut terdengar seperti desakan.Suasana sore itu membuat David merasa tak nyaman. Dia tak suka pembahasan tentang pernikahan."Mamah tahu kamu masih belum bisa melupakan mantanmu itu. Tapi mantanmu itu bukan orang yang baik. Buktinya saja dia pergi tanpa kabar," papar Helena.David masih terdiam. Dia memang kecewa dengan mantan pacarnya yang pergi tanpa kabar. Kisah cintanya pun putus di tengah jalan begitu saja oleh satu pihak."David." Helena mengusap lembut tangan putranya. "Mamah cuma mau yang terbaik untuk putra Mamah satu-satunya." Lagi-lagi wanita itu membujuk.Terdengar helaan napas pelan dan panjang. Tak mudah bagi David untuk langsung menolak dengan tegas permintaan sang ibu. Namun rasa kecewanya belum bisa terobati hingga saat ini."Aku tidak bisa menjawabnya, Mah. Pernikahan bukanlah sesuatu yang bisa diputuskan seenaknya." David mencoba memberi pengertian."Mamah ngerti. Cuma ....""Usiaku yang sudah kepala tiga? Itu hal yang wajar, Mah.""Tapi Mamah ingin segera menimang cucu, David." Helena terdengar menuntut lagi.David memejamkan kedua matanya sejenak. "Mamah mengajakku untuk makan malam, kan?" tanya pria itu sembari kembali menatap wajah sang ibu."Iya ....""Kalau begitu aku akan pulang malam ini," ucap David kemudian.Helena tampak senang mendengar persetujuan sang putra. "Baiklah. Mamah akan mempersiapkan makan malam untuk kita!" serunya."Hm.""Baguslah kalau kamu mau. Malam ini pokoknya harus datang!""Iya, Mah."Senyuman Helena begitu lebar seolah wanita itu batu saja memenangkan lotre. "Kalau begitu Mamah mau pergi sekarang. Mamah harus mempersiapkan makan malam ini. Pokoknya nanti malam harus pulang, ya!" Helena begitu bersemangat."Iya."Helena bergegas pergi meninggalkan apartemen putranya. David sendiri mengantarkan sang ibu sampai ke depan. Menyetujui permintaan Helena berarti dia harus siap dengan konsekuensinya.***Langit sudah berubah gelap. Sesuai dengan janjinya, David akan mengunjungi kedua orang tuanya di rumah lama. Memang dia sudah lama sekali tak menginjakkan kedua kakinya di sana. Merasa berdosa, David memilih menuruti permintaan sang ibu.Mobil melaju dengan pasti melewati jalanan kota yang cukup padat di malam akhir pekan. David dengan setelan kemeja dan celana hitam menuju kembali ke rumah setelah dia sibuk terlalu lama mengurus perusahaan."Selamat datang, Sayang," sapa Helena ketika putranya benar-benar datang. Wanita itu tampak sumringah karena David menepati janjinya."Selamat datang, Kak David." Sapaan lembut lain datang dari bibir merah seorang gadis muda berusia dua puluh delapan tahunan. Gadis itu berjalan mendekati David dengan langkah yang begitu anggun."Siapa dia, Mah?" tanya David dengan ekspresi datar."Kok siapa? Dia ini Tiara. Yang tadi Mamah kasih lihat fotonya," jelas Helena sembari menarik pelan lengan Tiara agar lebih dekat dengannya.David menatap dengan tatapan t
"Kamu harus menandatangani kontrak ini!"Pagi hari di hari Senin David menyodorkan satu lembar kertas pada Lila.Gadis yang biasanya akan ditinggal sendiri untuk mengerjakan pekerjaan rumah, kini ditunggu oleh sang majikan tampan namun dingin. Dalam hatinya tentu saja Lila bertanya-tanya mengapa sang majikan masih berada di apartemen pada jam mulai kerja? Pria itu bahkan malah duduk saling berhadapan seperti ini dengannya."I-ini kontrak apa, Tuan?" tanya Lila tak mengerti."Kontrak pernikahan kita," jawab David singkat.Lila tentu saja kaget mendengarnya. Melihat sekilas saja sudah dapat dia tebak bahwa sang majikan telah menyusun kontrak satu lembar itu dengan sangat baik."Tinggal tandatangan saja," ucap David lagi."Tapi .. mengapa Anda memberikan kontrak pernikahan ini pada saya?" tanya gadis itu semakin tak mengerti.David menghela napas. Tentu saja pembantu barunya itu akan bingung jika dihadapkan dengan situasi mendadak seperti ini. Pria itu pun menyandarkan punggungnya pada s
Hari itu Lila bekerja dengan konsentrasi yang terganggu. Gara-gara tawaran sang majikan yang tiada angin tiada hujan memintanya nikah kontrak, dia harus membuat keputusan secepat mungkin. Dia pun harus memikirkan syarat yang hendak dia ajukan nantinya.'Apa aku minta tolong untuk merebut kembali aset keluargaku, ya? Tapi dengan begitu nanti Tuan David bakalan tahu kalau aku janda ....' cicit Lila gamang.Gadis itu tetap melanjutkan pekerjaannya dengan baik. Kini sebelum waktu pulang, Lila masih punya sekitar setengah jam lagi sebelum jam tiga sore. Lila kembali memikirkan syarat apa yang dia ingin sang majikan penuhi. Sungguh menurutnya David itu aneh. Jika pria itu memaksa, seharusnya dia tak memberikan kesempatan pada Lila untuk membuat syarat, bukan?Pukul empat sore, David pulang dari kantornya. Pria itu berharap syarat kontrak pernikahan sudah selesai diletakkan di atas meja untuk dia periksa. Jika dia melihat dari keadaan Lila, dia tahu bahwa pembantu barunya itu butuh uang. Kar
Hari yang ditentukan telah tiba. David memerintahkan Lila untuk tetap menunggunya setelah selesai bekerja. Malam itu ada undangan makan malam di rumah kedua orang tua David lagi."Jadi ... Tuan meminta saya untuk ikut makan malam?" tanya Lila hati-hati saat majikannya sudah selesai mandi.David dengan rambutnya yang masih basah duduk di hadapan sang pembantu."Ya. Malam ini ada makan malam bersama kedua orang tuaku. Aku sudah memberi tahu mereka untuk membawamu," jelas David.Lila terdiam. Begitu cepat dirinya akan dipertemukan dengan kedua orang tua sang majikan."Tapi ...." Lila tentu saja terkejut lantaran ternyata sang majikan mengajaknya makan malam bersama keluarga tanpa memberi tahu dirinya lebih dulu."Tidak ada tapi-tapian! Ini merupakan tugas pertamamu. Kamu harus mengaku sebagai pacarku dan katakan kita sudah pacaran selama satu bulan," ucap David terdengar seperti perintah bagi Lila.Gadis itu sebenarnya enggan untuk menjadi pasangan sang majikan. Selain karena masih traum
Mobil hitam David segera melaju membelah jalanan kota. Atmosfer di dalamnya begitu dingin. Terlebih langit sudah gelap saat mereka keluar dari salon. Lila memilih memainkan jari-jarinya karena gugup.David sendiri benar-benar bungkam. Pria itu sama sekali tak ada niatan untuk memberikan sekedar pujian ringan pada sang pembantu yang telah menurutinya. Lalu mereka harus berhenti di depan lampu merah di mana kecanggungan akan bertambah lama."Tu-Tuan ...." Lila mencoba mencairkan suasana yang begitu sunyi. Bahkan selama keluar tadi, David sama sekali tak memainkan musik apa pun untuk menemani perjalanan mereka.David hanya menoleh. Membuat Lila semakin gugup dan memilih menghindari bertatapan mata dengannya."Emmm. Maaf, Tuan ... Tapi apakah penampilan saya sudah sesuai dengan harapan Tuan? Sa-saya khawatir jika saya mempermalukan Tuan ...." papar gadis itu dengan suara sedikit bergetar. Dia bertanya dengan rasa takut. Sungguh duduk berdua saja dengan David membuat Lila tak nyaman. Terle
Helena dan Norman saling bertukar pandang. Baru kali ini David tersenyum seperti itu setelah sekian lama."Kalian sudah pacaran berapa lama?" tanya Norman penasaran. Pasalnya sang putra tampak begitu peduli dan lembut pada Lilara. Hal ini tentu berbeda dengan sikap David yang selalu dingin pada siapa saja. Bahkan pada gadis secantik Tiara yang pernah berkunjung ke rumahnya."Baru satu bulan, Om," jawab Lila sembari tersenyum sopan."Satu bulan? Jadi kalian baru pacaran?" Helena menimpali."Ah. Iya, Tante ...." jawab Lila sembari mengangguk pelan.Tiba-tiba saja Lila merasakan jemari panjang yang menyusup menggenggam tangannya. Hangatnya tangan David kini terasa di kulitnya yang halus."Meski kami baru pacaran selama satu bulan, tapi aku benar-benar ingin menikahinya, Pah, Mah." David berdusta sembari menatap wajah Lilara.Lila terdiam kaget saat sang majikan tersenyum lembut padanya. Sungguh hal yang di luar kebiasaan."Satu bulan itu terlalu cepat, David. Kalian bahkan belum saling k
Akhirnya David mendapatkan restu dari kedua orang tuanya. Meski tentu saja Helena akan terus mencari keburukan Lila.'Dasar perempuan murahan. Dia pasti menggoda David agar mau tidur dengannya,' batin Helena saat mobil sang putra sudah keluar dari halaman rumah.David kembali berdua saja dengan sang pembantu cantik. Lila menunduk memikirkan ucapan tuannya yang seenaknya saja mengklaim dirinya hamil."Tuan ... Kenapa Tuan bilang kalau saya hamil? Kita bahkan belum pernah melakukan apa pun," tanya Lila mencoba memberanikan diri. Dia meremat tangannya sendiri yang berada di pangkuan.David terus menatap lurus ke arah jalan di depannya. "Itu lebih bagus supaya pernikahan ini segera terlaksana. Lagi pula perjanjiannya memang kamu harus mengandung anakku," paparnya dingin.Atmosfer kembali menjadi dingin saat David membawa Lilara pulang. Pria itu kembali pada sikap awalnya yang sebenarnya tak mempunyai perasaan pada Lilara."Di mana alamat rumahmu?" tanya David.Lila sedikit tersentak. "Di
Malam itu Lila duduk berhadapan dengan dua orang tua angkatnya. Gadis itu kini sedang diinterogasi oleh Weni mengenai hubungan yang dimaksud oleh pria tampan yang mengantarkannya pulang."Jadi apa benar laki-laki bernama David tadi adalah pacarmu?" tanya Weni."Iya, Bu." Lila menjawab dengan memberikan anggukan pelan."Tapi dia ... majikan di tempat kamu kerja?" Weni bertanya lagi."Iya."Weni menatap penampilan putri angkatnya yang begitu cantik malam ini. Wanita itu seolah melihat mantan nona mudanya kembali. Seperti inilah penampilan Lila sebelum dia mendapatkan musibah yang berkelanjutan."Maaf kalau Ibu lancang, tapi apakah Tuan David tahu kalau kamu pernah menikah?" Weni bertanya dengan hati-hati.Lila mengangguk. "Sudah, Bu.""Lalu?""Dia mau menerimaku. Dan ... Aku berharap dengan pernikahan ini aku bisa membalaskan dendamku pada Erik. Aku mau merebut kembali apa yang menjadi milik keluargaku," papar Lila dengan penuh tekad.Weni bertukar pandang dengan suaminya. Setidaknya wa