Hari berikutnya Lila kembali ke apartemen nomor 111. Dia tak ingin membuat kesalahan yang sama seperti hari sebelumnya. Maka dari itu dia sudah beristirahat dengan cukup di rumah.
Saat baru saja tiba di depan pintu nomor 111, dia melihat seseorang sudah menunggu kedatangannya. Kali ini bukan Farhan, namun sang majikan sendiri. "Ternyata benar kamu selalu datang lebih awal," ucap David dingin. Kedua netranya menilik pada arloji yang melingkar di pergelangan tangannya. Lila mencoba tersenyum. Dia sendiri tak tahu apakah ucapan sang majikan itu merupakan pujian atau celaan. "Se-selamat pagi, Tuan David," sapa gadis itu gugup. "Hm," sahut David singkat. Lila menelan ludahnya. Di hari sebelumnya dia bahkan diusir saat hendak pulang. Meski David tidak memecatnya dan masih memberikan kesempatan untuknya. "Sekarang kamu boleh melanjutkan kerja di sini. Ini password apartemenku. Dan ingat satu hal, jangan berani berbuat yang tidak-tidak dan taati peraturan!" tegas pria itu dingin. Lila menerima secarik kertas bertuliskan kombinasi angka sebagai password untuk memasuki apartemen sang majikan. "Te-terima kasih, Tuan." "Hm. Lakukan tugasmu dengan baik!" David memilih pergi begitu saja sebelum Lila sempat menjawab. Pria itu meninggalkan Lila di depan pintu apartemennya seorang diri. Lagi-lagi Lila dapat mencium aroma parfum lembut yang tertinggal saat sang majikan sudah tak terlihat lagi. Gadis itu cepat-cepat memasuki apartemen dan kembali mengerjakan pekerjaannya. 'Harus sabar dan tetap bekerja demi tabungan!' Lila menyemangati dirinya sendiri. "Setidaknya aku tahu bagaimana sifat Tuan Davidson. Aku harus hati-hati," gumamnya. ** Keterampilan Lila semakin lebih baik setelah hampir satu bulan bekerja di tempat David. Gadis itu merasa senang karena tak harus berpapasan dengan sang majikan setiap tiba dan pulang kembali ke rumahnya. Kini dia hanya tinggal menunggu gaji di bulan pertamanya saja. Malam ini Lila tengah menonton televisi bersama Weni, Eko, dan Ani. Mereka menikmati momen kebersamaan sederhana di ruang tengah sembari bercengkrama. "Semoga saja Kak Lila segera dapat pekerjaan yang lebih baik. Aku yakin Kak Lila bisa mengambil kembali perusahaan ayah Kak Lila," ucap Ani penuh harap. "Aamiin." Saat Eko hendak mengganti chanel televisi, perhatian Lila beralih pada berita bisnis yang sedang tayang. Eko pun mengurungkan niatnya saat Lila menahan tangannya. "CEO baru perusahaan RH meraih kesuksesan di usia muda. Erik Raharja menjadi CEO muda yang sukses karena telah mengembangkan perusahaan dalam waktu yang singkat. Kerja sama dengan perusahaan lain pun semakin bertambah. Kini Erik Raharja sedang mempersiapkan pernikahannya setelah gagal dalam pernikahan pertamanya." Lila meremat pelan tangannya, dan hal itu tidak luput dari pandangan sang ayah angkat. "Kamu kenal sama laki-laki itu?" tanya Eko penasaran. Weni menghela napas dan tampak khawatir saat menatap wajah Lila. "Dia mantan suamiku, Pak," jawab Lila dengan tatapan tajam pada televisi. Di dalam layar kaca, Erik sedang menikmati masa jayanya. Tak dia sangka jika perusahaan RH akan menjadi terkenal setelah berhasil merebut semua aset milik keluarga Lila. Gadis itu menatap penuh dendam pada potret mantan suaminya yang licik. Sosok mantan istri sang CEO pun disinggung meski tak disebutkan namanya. Dengan percaya diri Erik menyatakan bahwa mantan istrinya telah berselingkuh darinya. Nampaknya Erik memang sengaja ingin mendapatkan simpati dari banyak orang. "Dia telah berhasil menipu banyak orang dan memfitnahku," gumam Lila geram. Dadanya bergemuruh saat melihat kembali wajah Erik di layar kaca. "Jadi dia Erik yang Ibu ceritakan waktu itu?" tanya Eko pada sang istri dan Weni menjawabnya dengan anggukan. "Itulah mengapa aku ingin bekerja di perusahaan. Aku ingin mendapatkan kepercayaan lagi dan supaya bisa mendekati Erik." Lila mengepalkan kedua tangannya. "Dia benar-benar keterlaluan. Tapi yakinlah bahwa dia viral sementara saja. Sebelum kebusukannya terungkap, Lil." Weni mencoba menenangkan dan membesarkan hati anak angkatnya. "Benar. Yang pasti Tuhan tidak akan memihak pada orang yang jahat," timpal Ani. "Terima kasih. Aku juga tidak akan menyerah. Mungkin setelah menjadi pembantu untuk Tuan David, aku mulai bekerja di perusahaan besar, DR misalnya," ucap Lila penuh harap. Gadis itu merasa lega karena terus mendapatkan dukungan dari keluarga angkatnya. Suatu saat dia akan membalas kebaikan Weni dan keluarganya. ** Semangat Lila kembali berkobar setelah melihat Erik yang pandai berpura-pura di depan kamera. Gadis itu pun tak sabar ingin segera mengumpulkan bukti dan membalas perbuatan keluarga Raharja. Hari itu merupakan hari Sabtu. Lila kembali bekerja dan tak ada hari libur untuknya. Dia kembali ke apartemen nomor 111. Dan saat inilah dia mulai bertemu dengan majikannya. David yang sebelumnya pergi ke luar negeri untuk urusan bisnis meski di akhir pekan sekalipun kini sedang duduk bersantai di ruang tengah sembari memangku laptopnya. Lila pun merasa sedikit tak nyaman dengan keberadaan sang majikan. "Pak David, apakah saya perlu membuatkan kopi?" tawar Lila takut-takut. David melirik sekilas ke arah sang pembantu. "Tidak perlu. Bukankah kamu sudah tahu peraturan bekerja di sini?" Lila terkesiap. Gadis itu hampir lupa. Tidak perlu memasak juga berarti tidak perlu membuatkan minuman apa pun untuk sang majikan. "Maaf ...." "Pergilah dan kerjakan saja pekerjaanmu!" usir David dingin. Lila menunduk. "Baik ...." Gadis itu mulai berbalik dan kembali ke belakang. Suasana begitu dingin dan tak nyaman bagi Lila. Meski David tidak berbuat apa pun padanya, namun keberadaan pria itu saja sudah membuatnya tertekan. Hingga sore tiba, Lila akhirnya bernapas lega. Namun David tiba-tiba memanggilnya. "Ini gaji pertamamu. Jika kamu ingin melanjutkannya, kamu harus bekerja dengan baik seperti ini," papar David sembari menyerahkan sebuah amplop putih berukuran besar yang sudah terisi sejumlah uang. Lila menerima gaji pertamanya dengan senang hati. "Terima kasih, Tuan." "Hm." "Ka-kalau begitu saya permisi," ucap Lila berpamitan. "Hm." Lila bergegas pergi meninggalkan sang majikan yang dingin. Pintu apartemen pun terbuka. Saat dirinya hendak melangkah keluar, seorang wanita menghentikan langkah Lila. "Kamu siapa?" tanya wanita paruh baya itu sembari menatap kaget pada seorang gadis cantik yang baru saja keluar dari apartemen. Lila sendiri kaget dengan kemunculannya. "Saya bekerja di sini," jawabnya. Wanita paruh baya itu diam mengamati ekspresi Lila. "Saya asisten rumah tangga di sini, Bu," jelasnya pada tatapan curiga yang ditujukan langsung padanya. "Oh, pembantu?" Wanita itu menyahut dengan menekankan pada kata yang dia ucapkan. "Iya." "Mah. Ada apa Mamah ke sini?" ***Setelah mengetahui siapa yang membuat masalah dengannya, David tentu saja tak tinggal diam. Pria itu memanggil Tristan, orang yang pernah merebut mantan kekasihnya dulu dan berhasil menghancurkan rencana pernikahannya. Dia sendiri mengenal Tristan sebagai anak seorang pemilik perusahaan yang cukup terkenal.Setelah membuat jadwal dan undangan, akhirnya David bisa menemui Tristan. David segera pergi ke Singapura. Dua orang yang sudah lama tak berjumpa itu pun kembali saling berhadapan dengan atmosfer yang penuh dengan ketegangan."Jadi, apa maksud dari semua ini, Pak Tristan?" David langsung memberikan pertanyaan inti meski masih tetap mencoba bersikap sopan pada pria di hadapannya.Tristan melihat laporan yang ditunjukkan asisten kepercayaan David padanya. Kedua alisnya pun saling bertaut. "Saha memang tidak menyukai Anda, Pak David. Tapi saya tidak punya waktu untuk melakukan tindakan kotor seperti ini." Tristan mulai berkilah."Mohon jangan berkilah, Pak Tristan," tekan David menco
Lila menaikkan kedua alisnya. "Aku nggak bentak Mas David ....""Tapi terdengar begitu. Kenapa kamu menyuruhku mandi? Padahal aku capek, Sayang. Aku hanya ingin bermanja - manja denganmu dulu," ujar David dengan ekspresi sedihnya yang berubah menjadi kesal.Lila menatap heran suaminya yang salah sangka. Melihat pertengkaran kecil tersebut, Shiro memilih pergi. Sementara Lila masih menatap suaminya. Dia merasa takut jika David kembali bersikap kasar dan dingin seperti saat mereka masih menikah kontrak."Maaf ...." David menunduk. Pria itu merasa bersalah. Dia pun memeluk sang istri."Aku seharusnya tidak bersikap seperti ini. Maafkan aku, Sayang ...." sesalnya sembari mencium kening Lila dan memeluk lembut wanitanya itu.Lila menghela napas. Sepertinya memang David terlalu banyak pikiran. Wajar saja. Pria itu bekerja tanpa henti. Apa lagi David semakin sibuk selain ikut mengurus anak pertama mereka. Sebelumnya juga dia sering menghadapi masalah dan mungkin saja David sudah jengah."Aku
Keheningan itu membuat Farhan merasa tidak nyaman. Sang bos belum memberikan respon apa pun atas pengakuannya kerena teledor. Perlahan pria itu mendongak, memberanikan diri untuk menatap dan menghadapi sang atasan.David ternyata diam sembari menatap lurus ke arahnya. Ketegangan semakin bertambah saat kedua mata Farhan bertemu dengan iris kecokelatan Davidson."Kalau kamu memang merasa bersalah dan bertanggung jawab soal masalah ini, maka cari dan tangkap karyawan itu! Kamu harus menyerahkannya padaku dan cari tahu alasannya serta pada siapa dia 'menjual' rahasia perusahaan!" David berujar tegas dan dingin saat memberikan perintah.Farhan menelan ludahnya. Sudah lama sekali dia tak diperlakukan sedingin ini oleh sang bos. Namun dia harus tetap patuh."Baik, Pak.""Aku tidak akan memecatmu. Karena bagaimana pun juga kamu telah membantuku agar aku bisa tiba di rumah sakit tepat waktu," imbuh David sembari menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi kerja.Farhan lagi - lagi terkejut at
Penyelidikan segera dilaksanakan. David memerintahkan anak buahnya terlebih dahulu sebelum melibatkan pihak luar. Apa lagi ini merupakan masalah internal yang memang harus diatasi oleh perusahaan.Di dalam perusahaan yang terlihat baik - baik saja dari luar, para petingginya sedang mencoba membereskan masalah yang ada. David bersama Farhan kini sedang memeriksa beberapa data yang sudah terlanjur tersebar dan sedang mencoba menghentikannya.Farhan sendiri sudah mendapatkan rekaman CCTV yang dia butuhkan. Kini pria itu memeriksa rekaman yang ada. Beberapa video dari beberapa sudut telah dia periksa. Namun tak ada yang mencurigakan. Hingga dia menemukan video di mana saat dirinya sebelum mengantarkan sang bos menuju ke rumah sakit untuk mendampingi sang istri yang melahirkan."I-ini ...." Farhan bergumam sembari membetulkan kacamatanya.Kedua alis pria itu saling bertaut. Kini memorinya tertuju pada saat dia menyerahkan hasil rapat pada salah satu karyawan pria yang dia mintai tolong unt
Farhan menarik napas sebelum menjawab. "Maaf, Pak David. Tapi data itu telah bocor."David membulatkan kedua matanya. "Apa?! Bagaimana bisa?" tanya pria itu dengan ekspresi kaget dan tak percaya.Lila pun mendongak menatap heran ke arah suaminya. Terlihat jelas bahwa David sedang terkejut."Maaf, Pak David. Saya dan juga Cindy sedang menyelidikinya. Kami sedang mencari tahu bagaimana data itu sampai bocor," jawab Farhan terdengar ketakutan.David menghela napas kasar. Pria itu kemudian duduk di samping sang istri, tepatnya pada salah satu sisi tempat tidur. Tangan kanannya menggenggam ponsel, sementara tangan kirinya menyugar rambutnya."Kalau begitu teruslah selidiki. Aku akan segera ke kantor," ucap David kemudian sembari menutup panggilan telepon.Pria itu kini menunduk. Lila yang merasa khawatir segera mendekati suaminya dan meraih lengan kekar pria itu dengan lembut."Mas ... Ada apa?" tanya wanita itu khawatir. Melihat dari respon suaminya, dia menduga adanya masalah yang sedang
Malam itu suhu cukup panas. Bayi mungil David dan Lila mulai rewel karena kegerahan. Beruntung sang ayah dengan sigap menyetel suhu dalam ruangan tersebut agar putranya kembali nyaman."Ternyata dia merasa kegerahan juga," ucap David yang kini berjalan mendekati istri dan anaknya."Iya, Mas. Sekarang cukup sejuk," sahut Lila.Bayi mungilnya masih menangis. Lalu segera saja Lila memberikan ASI padanya. Dan ternyata tak hanya kegerahan saja, bayi kecil itu juga meredakan haus dan lapar."Ternyata lapar juga Adek, ya?" Lila bertanya dengan lembut seolah sedang bertanya langsung pada putranya.David duduk di samping Lila yang sedang menyusui putranya. Tatapan pria itu tertuju pada payudara Lila yang terlihat padat dan berisi. Kini dia menelan ludahnya seolah ikut merasakan kehausan."Kenapa lihatinnya kaya gitu, Mas?" tanya Lila menatap curiga pada suaminya.David tersenyum penuh arti. Pria itu kemudian beralih menatap wajah cantik istrinya."Aku hanya penasaran bagaimana rasanya," gumam