Demam ringan.
Alisa meraba dahinya dengan punggung tangan saat dia terbangun keesokan paginya. Ada rasa hangat yang menjalar yang dirasakan. Lalu tangannya turun untuk menyusuri bagian tubuhnya yang memar di beberapa bagian yang terasa nyeri akibat bekas pukulan semalam.‘Sepertinya aku nggak akan ke luar rumah untuk beberapa waktu,’ batin Alisa memutuskan.Meskipun Alisa bisa menggunakan pakaian yang serba tertutup, tapi akan lebih baik kalau dirinya tetap di rumah dan merawat luka-lukanya agar cepat sembuh.Di satu sisi Alisa bersyukur karena pekerjaannya sebagai penulis tidak mewajibkannya harus datang ke kantor. Demikian, dia tidak perlu mendapatkan bombardir pertanyaan dan berujung akan mengarang alasan.Pemikiran itu membuatnya menertawakan diri sendiri. “Berlebihan,” gumamnya. “Siapa juga yang mau peduli, Alisa?”"Dirga? Nggak mungkin pria itu peduli," pikir Alisa terkekeh hambar lantas menggelengkan kepalanya kuat.Demam ringan.Alisa meraba dahinya dengan punggung tangan saat dia terbangun keesokan paginya. Ada rasa hangat yang menjalar yang dirasakan. Lalu tangannya turun untuk menyusuri bagian tubuhnya yang memar di beberapa bagian yang terasa nyeri akibat bekas pukulan semalam.‘Sepertinya aku nggak akan ke luar rumah untuk beberapa waktu,’ batin Alisa memutuskan.Meskipun Alisa bisa menggunakan pakaian yang serba tertutup, tapi akan lebih baik kalau dirinya tetap di rumah dan merawat luka-lukanya agar cepat sembuh.Di satu sisi Alisa bersyukur karena pekerjaannya sebagai penulis tidak mewajibkannya harus datang ke kantor. Demikian, dia tidak perlu mendapatkan bombardir pertanyaan dan berujung akan mengarang alasan.Pemikiran itu membuatnya menertawakan diri sendiri. “Berlebihan,” gumamnya. “Siapa juga yang mau peduli, Alisa?”"Dirga? Nggak mungkin pria itu peduli," pikir Alisa terkekeh hambar lantas menggelengkan kepalanya kuat.
Saat Dirga dan Alisa kembali ke ruangan VIP restoran dengan posisi tangan yang saling bertautan, pemandangan itu membuat perasaan Utari maupun Sabrina merasa terbakar.Awalnya Alisa sempat merasa ragu ketika di pertengahan jalan Dirga tiba-tiba meminta tangannya. Lalu tanpa peringatan membuat jari-jari tangan keduanya saling bertautan.“I–ini apa maksudnya, Dirga?” Alisa tidak bisa menyembunyikan kegugupannya.Dirga sedikit menundukkan wajahnya dan menjawab dengan suaranya yang berbisik rendah, “Untuk meyakinkan semua orang kalau kita akan benar-benar menikah.”Alasan Dirga kedengarannya masuk diakal. Karena rasanya aneh saja kalau dia melakukan itu tanpa alasan yang jelas. Untungnya Alisa tak menolak, karena tatapan Utari dan Sabrina tampak seperti laser yang siap membidiknya.Dan anehnya … sesaat, Alisa merasa tidak ketakutan.“Kalian sudah selesai bicara?”Berbeda dengan Utari dan Sabrina, Larissa malah menyambut dengan baik. Senyum hangatnya berhasil mengurangi kegugupan yang teng
Dirga menjauhkan wajahnya. Namun, tetap membuat keduanya ada dalam jarak yang aman. Sudut bibirnya menyunggingkan senyum yang membuat Alisa kehilangan kata-kata untuk bersuara.Batinnya menjerit keras, ‘Kita berdua sama-sama sudah kehilangan kewarasan!’Pria di hadapannya berdeham lantas berkata, “Kita hanya belum saling mengenal. Tapi, aku tahu beberapa hal tentangmu … Alisa.”Mendengar itu, Alisa mengernyitkan dahi. Bukankah baru beberapa saat yang lalu Alisa mengaku tentang identitasnya?“M-memangnya apa yang kamu tahu?” tanya Alisa dengan suara yang sedikit gemetar.“Selain dari apa yang bibimu sampaikan, aku tahu tidak semua yang dia katakan itu benar.” Selagi menjawab, Dirga melonggarkan dasi yang dikenakannya. Tapi, tak sedikitpun mengalihkan tatapan tajamnya dari Alisa.Di tempatnya, Alisa semakin kuat meremat sisi gaunnya. Kedua tangannya sudah berkeringat bercampur debar yang dia rasakan di dada, menunggu ucapan Dirga berikutnya.“Setelah orang tua angkatmu wafat, bibimu mem
Pernyataan Dirga membuat semua orang terkejut, khususnya Utari yang kini melayangkan protes, “Menikahi Alisa dan bukan Sabrina, Nak Dirga?!” Dirga menganggukkan kepala. “Ya, aku akan menikahi Alisa.” Selagi mengatakan itu, dia menoleh untuk menatap Alisa yang wajahnya sudah memucat. Sudut bibir Dirga terangkat, membentuk senyuman yang tak bisa diartikan. “Aku … jatuh cinta sejak pertama kali melihatnya.” Mendengarnya, Alisa menatap Dirga dengan tatapan horror. Jatuh cinta dengan sikap gila yang dirinya perlihatkan di malam itu?! Batin Alisa meringis, ‘Itu jelas-jelas tidak mungkin!’ Selain Utari, Sabrina pun tidak kalah kesal. Muncul penyesalan karena sudah melewatkan kesempatan emas yang seharusnya menjadi miliknya. Alih-alih senang karena perjodohannya batal, dia merasa kesal sebab Dirga malah memilih ingin menikahi Alisa dan bukan dirinya. Rasanya seperti dikalahkan. Ada ketidakrelaan. Dibandingkan Alisa yang tampak biasa, Sabrina merasa dirinya dua kali lipat lebih baik dari s
“O-ohh? Dia bukan Sabrina?” Larissa mengerjapkan mata, merasa kaget dan canggung sendiri. Utari langsung mendaratkan tangannya di pundak Sabrina. “Ini Sabrina Gunawan, putriku,” jelasnya dengan senyum terpaksa akibat rasa tersinggung dalam hati. Saat diberitahu, Larissa langsung menatap Sabrina yang asli, agak meringis saat melihat wanita itu tampak mencolok dengan rambut cokelat terangnya yang bergelombang, kentara dicat. Bahkan make-up Sabrina kentara cukup tebal. Walau demikian, Larissa tetap melontarkan senyum keibuannya. “Oh, maaf sekali Sabrina! Tante salah mengenali!” Dia menambahkan, “Rambutmu cantik sekali loh!” Larissa memberikan pujian di akhir ucapannya. Sabrina balas tersenyum, agak kecut. “Terima kasih, Tante.” “Mana Dirga, Larissa?” Utari dengan cepat mengalihkan topik. Saat itu, Alisa saling menekuk jari-jari kakinya. Suara dalam batinnya berbisik, ‘Aku harap dia berhalangan hadir!’ “Ahh, Dirga tadi—” “Maaf, aku terlambat.” Suara berat milik seorang pria mengu
Mustahil!Melanjutkan perjodohan setelah apa yang terjadi semalam?! Apa Dirga Disastra benar-benar sudah kehilangan kewarasannya?! Terlepas sedihnya Alisa dengan kenyataan kesuciannya direnggut begitu saja oleh seorang pria asing, tapi dia masih sangat bingung bagaimana Dirga berujung ingin menikahi dirinya. Bukankah dia seharusnya terlihat seperti seorang wanita murahan yang bersedia tidur dengan sembarang pria!? Jadi, kenapa pria yang berstatus pewaris itu malah melanjutkan perjodohan?!“Aku tidak bisa melanjutkan perjodohan ini, Ma!”Belum habis rasa keterkejutan Alisa, celetukan Sabrina membuatnya kembali sadar.Mendengar itu, Utari langsung melerai pelukan dengan Sabrina. Matanya tampak menyala-nyala. “Berani kamu menolak perjodohan ini, Sabrina?!”Air wajah Utari yang semula memancarkan kebahagiaan berubah menjadi keruh dalam sekejap. Susah-payah dia menggunakan koneksi dari kelompok arisannya untuk menggaet calon besan kaya, tapi putrinya malah menyia-nyiakan niat baiknya?!Se