MasukMelihat raut wajah Argus yang benar-benar tampak tidak mengetahui apapun tentang Alisa, emosi Dirga mereda. Cengkeramannya mengendur, lalu dia menarik tangannya menjauh.Bukannya Dirga tak merasa murka, hanya saja dia bukan tipe orang yang akan membuang energinya secara cuma-cuma.“Lupakan saja,” dengusnya kasar. Sorot maniknya tampak menusuk tajam ke arah Argus, sama sekali tidak peduli bahwa pria di hadapannya ini adalah ayah mertuanya–setidaknya secara tidak langsung.Dirga mengatakan penuh keseriusan dan cukup panjang. “Sekarang Alisa sudah menikah denganku. Dia istriku dan aku yang akan bertanggung jawab atas hidupnya.”Kedengarannya ucapan yang dilontarkan Dirga benar-benar serius. Argus bisa merasakannya melalui tatapan pria tersebut. Dia mendengus kasar, sedikit tak percaya bahwa pria di hadapannya ini akan menjadi menantunya.Bahunya mengedik pelan. “Baiklah, aku akan mencari tahu sendiri soal keluarga Gunawan lebih dalam.” Argus sedikit menaikkan dagunya. Ditatapnya balik Di
Cengkraman di kerah baju Dirga perlahan melonggar seiring Argus mulai menarik tangannya dari sana dengan cara yang agak kasar. Dia terkekeh sinis. “Tidakkah hanya dengan melihat wajah Alisa, kamu seharusnya bisa mengenalinya, Dirga?” Sorot mata Argus tampak dingin selaku seseorang yang ternyata telah mengenal Dirga di masa lalu. Meskipun Dirga memiliki hubungan dekat dengan putra laki-lakinya, tak menjadikan Argus bersikap ramah pada pria muda di hadapannya ini. Hampir lima tahun tak pernah mendengar kabar Dirga, beberapa hari lalu, dia mendapatkan sebuah email dari pria itu yang memintanya untuk bertemu. Bukan untuk urusan bisnis, tapi katanya ... cukup penting. Tadinya Argus tak menggubris dikarenakan dia sedang ada kepentingan di kota lain sampai akhirnya Dirga mengirimkan lampiran foto polaroid yang menampilkan foto seorang gadis manis berponi dengan jaket putihnya. Tentu Argus mengenali gadis itu. Alisa. Mana mungkin dia tak mengenali darah dagingnya sendiri?! "Dia terlalu
“Tidurlah ….”Dirga menyentuhkan keningnya pada kening milik Alisa sebagai penutup pada malam yang panas itu. Napasnya masih berat dan berembus panas di wajah sang wanita.Karena mengantuk berat, Alisa hanya merespons dengan menggumam pelan. Matanya terpejam dan perlahan napasnya terdengar teratur.Melihat itu, kedua sudut bibir Dirga tertarik ke atas. Sesekali Alisa membantah perintahnya. Namun, sebagian besar Alisa lebih sering menuruti keinginannya, baik dalam urusan hal lain dan … ranjang.Seperti tadi, wanita itu menurut saja kala Dirga mengusulkan untuk melakukannya satu kali lagi.Dirga menggelengkan kepala mengingat malam ini dia kehilangan kontrol dirinya. Manik hitamnya menatap lekat-lekat wajah Alisa yang sepertinya sudah berada di alam mimpi.“Apa yang sudah kamu lakukan padaku?” tanyanya dengan suara pelan. Jari telunjuknya terangkat di udara ketika berniat menyentuh wajah Alisa.Dia segera mengurungkan niat karena Alisa mudah sekali terbangun dengan gerakan kecil. Sebaga
Warning! Bab ini mengandung mature content, bagi yang kurang nyaman untuk baca, bisa diskippp aja, ya^^ *** Alisa tidak mempercayai apa yang Dirga tanyakan sebelumnya. Mustahil bahwa ini pengalaman pertama bagi Dirga. Pada kenyataannya, pria itu memiliki kemampuan yang baik untuk memberinya kepuasan di atas ranjang. Tidak hanya itu, Dirga melakukannya dengan penuh kehati-hatian, seolah takut menyakitinya. Terlebih saat Dirga berhasil membuka segel keperawanannya. Kini, tubuh keduanya sama-sama menegang, hendak meraih puncak pelepasan pada waktu yang hampir bersamaan. Alisa menggigit bibir bawahnya sekuat tenaga begitu merasakan gelombang yang kuat keluar dari pusat tubuhnya. Napas Alisa tersengal. “Dirga … ahh!” Pria itu berada di atas tubuhnya dan satu tangannya mencengkram pinggang Alisa, seolah tak membiarkannya berjarak. Kepala Dirga bergerak turun menuju ceruk leher Alisa. Napasnya terdengar berat. “Sebentar,” bisiknya dengan suara yang serak. “Jangan bergerak dulu.” Milik
Sebelum Dirga bersedia menjelaskan tentang apa yang terjadi, dia menyempatkan diri untuk membuatkan Alisa teh hangat setelah mengetahui bahwa wanita itu mengaku perutnya merasa tidak enak. Dirga juga menyodorkan minyak angin. Yang satu itu Alisa tolak. “Tidak usah,” gelengnya. “Ini saja sudah cukup.” Diangkatnya secangkir teh yang ada dalam genggaman tangannya. Hal itu membuat Dirga menghela napas lantas menaruh minyak angin yang dibawanya di atas nakas. Dia pun duduk di hadapan Alisa yang menyandarkan tubuhnya ke punggung ranjang tidur. “Jelaskan, Dirga,” pinta Alisa tidak sabaran. Sesaat, dia mencicipi teh hangat itu kemudian menaruhnya di nakas. Sejujurnya, kalau boleh diberikan pilihan, Dirga enggan memberikan penjelasan. Namun, menyembunyikannya malah bisa membuat buruk hubungannya dengan Alisa. Pria itu tampak mengusap wajahnya. “Kamu juga muntah malam itu,” beritahu Dirga. Manik hitamnya menyorot Alisa tajam. “Kalau tidak bisa minum sama sekali, kenapa malah memesan wine?
Pasangan suami istri yang tampak menginginkan satu sama lain itu malah berakhir saling menatap selama beberapa detik.Alisa yang tidak kuat berlama-lama bersinggungan dengan manik hitam legam Dirga segera memutus pandangan. Dia beralih menatap ke arah tubuhnya yang kini sudah mengenakan kaos hitam berukuran oversize.“Aku tidak menemukan pakaian yang cocok. Jadi, aku pinjam kausmu. Apa … boleh?” tanyanya, memutus keheningan yang tercipta.Sekilas Dirga mengarahkan fokusnya untuk menatap kaus yang dikenakan Alisa. Tanpa berpikir banyak, dia menganggukkan kepala. Kemudian, dia mengayunkan langkah ke arah ranjang tidur. Dirga berkata, “Bukankah sudah kukatakan? Apa yang kita punya jadi milik bersama.”Di tempatnya, Alisa tersenyum dan menganggukkan kepala. Mendengar itu, ada rasa hangat yang menjalar di dadanya. Selagi Dirga di kamar mandi, Alisa sudah membulatkan tekadnya.Toh tidak ada bedanya melakukannya sekarang dan nanti. Pada akhirnya, kegiatan intim di atas ranjang tidak bisa te







