Home / Romansa / Pesona Presdir Dingin / Bab 4 Gara-Gara Obat Sialan!

Share

Bab 4 Gara-Gara Obat Sialan!

last update Huling Na-update: 2025-06-02 11:35:09

Ranjang yang berantakan, pakaiannya berserakan, dan dirinya yang hanya mengenakan pakaian dalam. Dan paling penting, ini bukan kamarnya! Dia masih di hotel!

Tiba-tiba arus ingatan mengalir ke dalam benak Alisa. Dia meminum satu gelas anggur, lalu seketika tubuhnya terasa aneh, dan perlahan kesadarannya membuyar, hingga berikutnya … Alisa mencium Dirga! 

Tidak hanya itu, Alisa bahkan mendorong pria itu ke tempat tidur dan– dan–!

"AAHHH!" Alisa berteriak selagi membenamkan wajahnya ke bantal. Dia memaki-maki kebodohan dirinya, “Bodoh bodoh bodoh! Di mana letak kewarasanmu, Alisa?!”

Apa segelas wine bisa merenggut kewarasannya dalam hanya beberapa detik? Alisa jadi mempertanyakan, sebenarnya obat apa yang Sabrina berikan?!

“Aku … aku harus segera pulang! Aku harus segera menemui Sabrina dan menanyakan kebenaran atas obat itu!” putusnya di sela benak yang berkecamuk.

Dia sudah tidak pulang semalaman dan pastinya bibinya akan menyadari ada yang salah dengannya. Kalau sang bibi–yang menggantikan kedua orang tuanya merawatnya, tahu apa yang terjadi, wanita itu pasti akan membuat Alisa mati berdiri!

Gegas, Alisa pun turun dari tempat tidur, mengenakan pakaiannya dengan cepat.

Lalu saat Alisa ingin meraih ponselnya, dia melihat sebuah pesan di atas nakas.

[Jangan ke mana-mana. Aku akan segera kembali. D.]

Melihat pesan tersebut, Alisa marah setengah mati. "Bajingan, siapa yang ingin bertemu denganmu lagi, huh?!”

Namun, dengan cepat Alisa menuliskan pesan balasan sembari tersenyum marah bercampur dengan mata yang berkaca-kaca. "Akan kubuat kamu trauma sampai tak berani menyentuh wanita lagi seumur hidup!" Dia membanting pena saat selesai. Kemudian berjalan pergi dari kamar hotel tersebut.

“Selamanya, aku harap kita tidak bertemu lagi, Dirga Disastra!" Usai mengatakan itu, Alisa membanting tertutup pintu kamar hotel dan cepat-cepat meninggalkan gedung tersebut.

Baru setengah jam setelah kepergian Alisa, seorang pria kembali ke kamar itu dan menemukan bahwa kamar tersebut sudah kosong.

Di belakangnya, seorang pria yang kentara adalah bawahannya berbicara, "Nona sudah pergi setengah jam yang lalu, Tuan. Sesuai perintah, kami tidak menahannya dan hanya mengamati ke mana dia pergi. Namun, berbeda dari dugaan Tuan Dirga, Nona tadi memang tinggal di kediaman Gunawan."

Berdiri dengan kertas berisi pesan yang Alisa tinggalkan, pria dengan jas mewah itu berbalik dan menunjukkan wajahnya.

Siapa lagi kalau bukan Dirga.

Dengan manik hitam tajamnya, pancaran mata terhibur menghiasi ekspresi dinginnya. "Oh?" Pria itu melihat isi kertas tersebut lalu tersenyum menyeringai. "Jadi ... wanita itu sungguh seorang Gunawan, tapi bukan Sabrina Gunawan."

Dirga mengepalkan tangan. Saat dia hendak berbalik, ujung sepatunya terasa mengganjal seolah menginjak sesuatu yang keras.

“Tuan Dirga, Anda baik-baik saja?” Sang bawahan kebingungan mendapati Dirga tiba-tiba berhenti kemudian berjongkok dan kembali berdiri.

Sebuah kalung tali berwarna coklat dengan manik giok kehijauan ada dalam genggaman tangannya. Manik hitam Dirga menatap benda itu lamat-lamat dengan sudut bibir yang tersenyum tipis. “Aku tidak pernah merasa sebaik hari ini.” 

Jawaban Dirga menambah daftar kebingungan bawahannya. Belum sempat dia bertanya lebih lanjut, Dirga kembali melanjutkan langkah. Dengan sigap, sang bawahan mengikuti dari belakang.

Suara Dirga mengudara, menurunkan perintah. "Katakan pada ibuku untuk mengatur pertemuan dengan keluarga Gunawan." Selagi mengatakan itu, Dirga tak berhenti menautkan senyum pada wajahnya yang dingin. "Infokan bahwa aku menerima perjodohan sesuai keinginannya."

Bawahan Dirga terkejut. Tidak menyangka akan ada hari tuannya itu menerima sebuah perjodohan, padahal sudah berkali-kali nyonya besarnya berusaha! Dan semuanya gagal. Apakah yang satu ini akan berhasil?

"Apa ... Nona Gunawan semenarik itu?" gumam sang bawahan secara refleks. Sejujurnya, diam-diam dia ditugaskan oleh nyonya besar untuk melaporkan bagaimana reaksi Dirga terhadap wanita dari keluarga Gunawan itu.

Sudut bibir Dirga terangkat. "Menarik, terlalu menarik." Dia membuka remasan tangannya dan menatap kata per kata yang ditinggalkan Alisa untuknya di atas kertas.

[Kamu tidak memuaskan, jadi kita tidak cocok. Batalkan perjodohan ini kalau kamu tidak mau kemampuan memalukanmu ini diketahui siapa pun.]

Seringai terlukis di wajah Dirga. “Dia terlalu menarik sampai aku tidak akan pernah rela melepaskannya.”

****

‘Bagaimana ini? Bagaimana ini? Bagaimana ini?!’

Dalam perjalanan pulang, Alisa tampak terduduk suram di taxi yang dia tumpangi. Dua tangannya menutup wajah, selagi matanya terpejam memikirkan semua yang baru saja terjadi.

Sungguh, rasanya seperti mau gila.

Bagaimana tidak? Dia yang harusnya membantu sang saudara sepupu menghentikan perjodohan, malah berakhir tidur dengan calon pria yang dijodohkan itu!

Yang paling parah, bukan hanya tidak tahu apakah dirinya berhasil membatalkan perjodohan, tapi dia juga berakhir kehilangan kesucian yang sudah dia jaga!

‘Sungguh tidak layak …’ batin Alisa, memikirkan bagaimana akibat yang harus dia tanggung berakhir lebih besar dibandingkan keuntungan yang mungkin bisa didapat.

Itu pun kalau dia berhasil membatalkan perjodohan.

Ekspresi Alisa terlihat pahit. Dia menautkan alis dan menggigit bibirnya kuat. ‘Tapi, bagaimana bisa aku berakhir kehilangan kendali atas tubuhku sendiri?’ pikirnya. 

Dari ucapan sang pelayan hotel, jelas gelas Dirgalah yang sudah diberikan obat tidur. Namun, kenapa yang berakhir ‘pingsan’ adalah Alisa? Apa Alisa tanpa sengaja salah mengambil gelas?

Tidak, tidak. Alisa yakin dia mengambil gelas yang tepat. Tapi kalau begitu, hanya ada satu kemungkinan yang paling besar.

Dirga yang menukar gelasnya! 

Tapi, kapan?

Mata Alisa memicing, otaknya berputar. Mungkinkah … saat dia mengecek ponselnya? Tapi, kalau begitu pria tersebut tahu minumannya sudah diberikan obat?

“Haahh ….” Helaan napas panjang keluar dari bibir Alisa. Rasanya, dia ingin menangis dan menjerit sekarang juga, tapi … kegelisahan yang dia rasakan membuatnya tidak sempat untuk bahkan meratap!

Lagi pula, pun Dirga yang menukar gelasnya, Alisa juga tidak bisa menyalahkan pria tersebut. Jangan lupa, dia dan Sabrinalah yang pertama ingin ‘meracuni’ Dirga!

Di sisi lain, terlepas apa pun yang terjadi hingga Alisa yang berakhir meneguk obat tersebut. Tidak bisa dipungkiri bahwa Alisa bukan hanya ‘pingsan’, dia seperti haus sentuhan.

Dibandingkan obat tidur, Alisa lebih percaya kalau obat yang diberikan adalah obat perangsang!

Pandangan Alisa terangkat, dan dari jendela depan taksi yang dia tumpangi, Alisa bisa melihat pemandangan kediamannya yang semakin mendekat.

Kalau seperti ini, hanya satu orang yang bisa menjawabnya!

Turun dari mobil saat sudah sampai di kediamannya, Alisa langsung naik ke lantai dua dan membuka pintu kamar sepupunya. 

“Sabrina!”

Begitu pintu terbuka, pemandangan yang pertama kali tertangkap oleh mata besar Alisa adalah sang sepupu yang tengah bersolek di depan cermin riasnya. 

Rambut panjang Sabrina yang berwarna cokelat terang tampak bergelombang indah, dan wajahnya juga telah dirias tipis sehingga terlihat anggun dan manis, serupa nona muda dari drama-drama yang biasa Alisa tonton.

Terkejut dengan kedatangan Alisa, Sabrina agak tersentak sebelum menoleh. Namun, begitu melihat bahwa wajah sang sepupu yang sekarang hadir di hadapannya, ekspresi Sabrina kembali tenang.

“Pulang juga kamu akhirnya,” balas Sabrina cuek, seakan tidak terkejut sama sekali Alisa tidak pulang semalaman. “Mama sudah marah-marah sejak pagi karena kamu nggak kelihatan batang hidungnya.” 

Sabrina meletakkan bedaknya di atas meja, lalu beralih menatap Alisa sambil tersenyum. “Karena kamu, aku harus bohong dan bilang kalau kamu pergi pagi-pagi sama teman. Untungnya, Mama langsung tenang. Kamu harus terima kasih sama aku loh, Al!”

Sikap Sabrina yang terlewat santai membuat Alisa merasa tidak nyaman, seperti ingin marah, tapi tanpa alasan jelas. 

Alisa berusaha menahan emosinya dan bertanya dengan tenang, “Sebelum berterima kasih, aku harus tanya jelas dulu tentang sesuatu.” Alisa menggertakkan gigi. “Obat yang kamu berikan pada pelayan, itu obat apa?”

***

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Pesona Presdir Dingin   Bab 9 Kesempatan Emas Alisa

    Dirga menjauhkan wajahnya. Namun, tetap membuat keduanya ada dalam jarak yang aman. Sudut bibirnya menyunggingkan senyum yang membuat Alisa kehilangan kata-kata untuk bersuara.Batinnya menjerit keras, ‘Kita berdua sama-sama sudah kehilangan kewarasan!’Pria di hadapannya berdeham lantas berkata, “Kita hanya belum saling mengenal. Tapi, aku tahu beberapa hal tentangmu … Alisa.”Mendengar itu, Alisa mengernyitkan dahi. Bukankah baru beberapa saat yang lalu Alisa mengaku tentang identitasnya?“M-memangnya apa yang kamu tahu?” tanya Alisa dengan suara yang sedikit gemetar.“Selain dari apa yang bibimu sampaikan, aku tahu tidak semua yang dia katakan itu benar.” Selagi menjawab, Dirga melonggarkan dasi yang dikenakannya. Tapi, tak sedikitpun mengalihkan tatapan tajamnya dari Alisa.Di tempatnya, Alisa semakin kuat meremat sisi gaunnya. Kedua tangannya sudah berkeringat bercampur debar yang dia rasakan di dada, menunggu ucapan Dirga berikutnya.“Setelah orang tua angkatmu wafat, bibimu mem

  • Pesona Presdir Dingin   Bab 8 Pilihan atau Ancaman?

    Pernyataan Dirga membuat semua orang terkejut, khususnya Utari yang kini melayangkan protes, “Menikahi Alisa dan bukan Sabrina, Nak Dirga?!” Dirga menganggukkan kepala. “Ya, aku akan menikahi Alisa.” Selagi mengatakan itu, dia menoleh untuk menatap Alisa yang wajahnya sudah memucat. Sudut bibir Dirga terangkat, membentuk senyuman yang tak bisa diartikan. “Aku … jatuh cinta sejak pertama kali melihatnya.” Mendengarnya, Alisa menatap Dirga dengan tatapan horror. Jatuh cinta dengan sikap gila yang dirinya perlihatkan di malam itu?! Batin Alisa meringis, ‘Itu jelas-jelas tidak mungkin!’ Selain Utari, Sabrina pun tidak kalah kesal. Muncul penyesalan karena sudah melewatkan kesempatan emas yang seharusnya menjadi miliknya. Alih-alih senang karena perjodohannya batal, dia merasa kesal sebab Dirga malah memilih ingin menikahi Alisa dan bukan dirinya. Rasanya seperti dikalahkan. Ada ketidakrelaan. Dibandingkan Alisa yang tampak biasa, Sabrina merasa dirinya dua kali lipat lebih baik dari s

  • Pesona Presdir Dingin   Bab 7 Mengakui Kesalahpahaman

    “O-ohh? Dia bukan Sabrina?” Larissa mengerjapkan mata, merasa kaget dan canggung sendiri. Utari langsung mendaratkan tangannya di pundak Sabrina. “Ini Sabrina Gunawan, putriku,” jelasnya dengan senyum terpaksa akibat rasa tersinggung dalam hati. Saat diberitahu, Larissa langsung menatap Sabrina yang asli, agak meringis saat melihat wanita itu tampak mencolok dengan rambut cokelat terangnya yang bergelombang, kentara dicat. Bahkan make-up Sabrina kentara cukup tebal. Walau demikian, Larissa tetap melontarkan senyum keibuannya. “Oh, maaf sekali Sabrina! Tante salah mengenali!” Dia menambahkan, “Rambutmu cantik sekali loh!” Larissa memberikan pujian di akhir ucapannya. Sabrina balas tersenyum, agak kecut. “Terima kasih, Tante.” “Mana Dirga, Larissa?” Utari dengan cepat mengalihkan topik. Saat itu, Alisa saling menekuk jari-jari kakinya. Suara dalam batinnya berbisik, ‘Aku harap dia berhalangan hadir!’ “Ahh, Dirga tadi—” “Maaf, aku terlambat.” Suara berat milik seorang pria mengu

  • Pesona Presdir Dingin   Bab 6 Tamat Riwayatku!

    Mustahil!Melanjutkan perjodohan setelah apa yang terjadi semalam?! Apa Dirga Disastra benar-benar sudah kehilangan kewarasannya?! Terlepas sedihnya Alisa dengan kenyataan kesuciannya direnggut begitu saja oleh seorang pria asing, tapi dia masih sangat bingung bagaimana Dirga berujung ingin menikahi dirinya. Bukankah dia seharusnya terlihat seperti seorang wanita murahan yang bersedia tidur dengan sembarang pria!? Jadi, kenapa pria yang berstatus pewaris itu malah melanjutkan perjodohan?!“Aku tidak bisa melanjutkan perjodohan ini, Ma!”Belum habis rasa keterkejutan Alisa, celetukan Sabrina membuatnya kembali sadar.Mendengar itu, Utari langsung melerai pelukan dengan Sabrina. Matanya tampak menyala-nyala. “Berani kamu menolak perjodohan ini, Sabrina?!”Air wajah Utari yang semula memancarkan kebahagiaan berubah menjadi keruh dalam sekejap. Susah-payah dia menggunakan koneksi dari kelompok arisannya untuk menggaet calon besan kaya, tapi putrinya malah menyia-nyiakan niat baiknya?!Se

  • Pesona Presdir Dingin   Bab 5 Sepupu adalah Maut

    Pertanyaan Alisa membuat alis Sabrina terangkat tinggi, tapi senyum yang terlukis di bibir wanita cantik itu tidak menghilang. “Kenapa memangnya? Apa ada masalah?”Kali ini, emosi Alisa jadi tidak tertahan. “Apa ada masalah?” ulangnya. “Jelas ada masalah! Aku tidak pulang semalaman! Apa kamu tidak bingung atau khawatir sedikit pun alasannya apa?!” Alisa mengepalkan tangan dan membuang muka, merasa malu dengan apa yang sebenarnya terjadi. Namun, hatinya menginginkan jawaban, jadi dia kembali menatap Sabrina dan bertanya, “Intinya, aku curiga obat yang kamu berikan ke pelayan untuk Dirga bukanlah obat tidur!”Di saat ini, ekspresi Sabrinalah yang berubah kaget. “Obat tidur?” ulangnya, sebelum kemudian … sudut bibirnya terangkat dan ekspresinya berubah menjadi agak mengejek. “Memangnya kapan aku pernah bilang ‘bala bantuan’ yang kukirimkan padamu adalah obat tidur?”DEG!Tubuh Alisa bergetar, ketakutan menyelimuti hatinya. “Jadi … kalau bukan obat tidur, obat yang kamu berikan adalah—”

  • Pesona Presdir Dingin   Bab 4 Gara-Gara Obat Sialan!

    Ranjang yang berantakan, pakaiannya berserakan, dan dirinya yang hanya mengenakan pakaian dalam. Dan paling penting, ini bukan kamarnya! Dia masih di hotel!Tiba-tiba arus ingatan mengalir ke dalam benak Alisa. Dia meminum satu gelas anggur, lalu seketika tubuhnya terasa aneh, dan perlahan kesadarannya membuyar, hingga berikutnya … Alisa mencium Dirga! Tidak hanya itu, Alisa bahkan mendorong pria itu ke tempat tidur dan– dan–!"AAHHH!" Alisa berteriak selagi membenamkan wajahnya ke bantal. Dia memaki-maki kebodohan dirinya, “Bodoh bodoh bodoh! Di mana letak kewarasanmu, Alisa?!”Apa segelas wine bisa merenggut kewarasannya dalam hanya beberapa detik? Alisa jadi mempertanyakan, sebenarnya obat apa yang Sabrina berikan?!“Aku … aku harus segera pulang! Aku harus segera menemui Sabrina dan menanyakan kebenaran atas obat itu!” putusnya di sela benak yang berkecamuk.Dia sudah tidak pulang semalaman dan pastinya bibinya akan menyadari ada yang salah dengannya. Kalau sang bibi–yang menggan

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status