Share

Bab 8 Pria Gila

last update Last Updated: 2025-07-17 18:05:56

Pernyataan Dirga membuat semua orang terkejut, khususnya Utari yang kini melayangkan protes, “Menikahi Alisa dan bukan Sabrina, Nak Dirga?!”

Dirga menganggukkan kepala. “Ya.” Dia menoleh untuk menatap Alisa yang wajahnya sudah memucat. Sudut bibir Dirga terangkat, membentuk senyuman yang tak bisa diartikan. “Aku … jatuh cinta sejak pertama kali melihatnya.”

Mendengarnya, Alisa menatap Dirga dengan horor. Jatuh cinta dengan sikap gila yang dirinya perlihatkan di malam itu?! Batin Alisa berteriak, ‘Itu jelas-jelas tidak mungkin!’

Selain Utari, Sabrina pun tidak kalah kesal. Muncul penyesalan karena sudah melewatkan kesempatan emas yang seharusnya menjadi miliknya. Alih-alih senang karena perjodohannya batal, dia merasa tidak terima dan kehilangan sebab Dirga malah memilih ingin menikahi Alisa. Pun dia tidak akan menerima pria itu, tapi paling tidak menolak pria setampan Dirga adalah sebuah pencapaian!

Selagi semua orang terkejut, Alisa sendiri malah gelagapan, situasinya menjadi jauh lebih rumit dari perkiraan. Dia tahu membela diri akan terdengar sia-sia, apalagi di hadapan Utari. Maka, Alisa memutuskan harus melakukan tindakan ekstrem.

“Kamu!” Alisa mencekal lengan Dirga. “Kita harus bicara!” Lalu, dia menghadap orang lain di ruangan itu seraya berucap, “Kami permisi sebentar!”

Tanpa menunggu jawaban, Alisa menarik Dirga menjauh ke luar dari ruangan VIP. Keduanya pergi tanpa menghiraukan suara-suara di belakang yang meminta mereka untuk kembali.

Selang beberapa menit, keduanya berhenti di tempat yang lumayan sepi, tidak jauh dari parkiran. Kini, Alisa dan Dirga saling berhadapan.

“Apa tujuanmu?!” Alisa langsung menodong pria itu dengan pertanyaan.

Alis kanan Dirga terangkat. “Tujuanku?”

Alisa menggertakkan gigi. “Kalimatmu jelas-jelas tidak masuk akal.” Lalu dia membatin, ‘Jatuh cinta pada pandangan pertama?’ Pria waras mana yang akan jatuh cinta pada seorang wanita yang bertindak gila seperti kemarin?!”

“Jadi kamu tahu tindakanmu kemarin sangat gila?”

Melihat senyuman sinis di bibir Dirga, napas Alisa tercekat. Wanita itu menyadari Dirga mengambil langkah maju, refleks dia pun mundur ke belakang, terus … sampai punggungnya membentur dinding di belakang. 

“Apa yang—!”

BRAK!

Alisa tersentak kala Dirga mendaratkan dua tangannya di dinding, mengurung dirinya agar tidak melarikan diri.

Debar di dada Alisa bertalu keras. Jujur saja, dia … takut. Namun, dia berusaha memberanikan diri. “Apa … apa yang kamu lakukan? Kenapa … kenapa kamu mengatakan ingin menikahiku?”

Pertanyaan itu membuat sudut bibir Dirga meninggi dan suara beratnya kembali mengudara, “Setelah kamu mempermainkanku di malam itu, apa menurutmu aku akan melepaskanmu begitu saja?”

“A-aku ….” Alisa merasa napasnya sesak, tapi dia menelan ludah dan berusaha bicara. “Kalau kamu tersinggung, aku minta maaf, sungguh.” 

Dia mencoba menatap mata Dirga lurus, tapi tatapan pria itu begitu mengintimidasi, sehingga secara otomatis Alisa mengalihkan pandangan, menghindarinya.

“Akan tetapi, aku hanya berniat menolong sepupuku dari perjodohan yang tidak dia inginkan! Aku sama sekali tidak berniat mempermainkanmu!”

“Begitukah?” tanya Dirga sebelum akhirnya menjepit dagu Alisa, memaksa wanita itu untuk menatapnya. “Tapi bagaimana? Aku merasa dipermainkan. Jadi, kita harus menikah.”

Alisa menggigit bibirnya. “Tidak … tidak bisakah kamu menganggap yang terjadi semalam adalah kecelakaan?” balasnya, mencoba mencari jalan keluar terbaik untuk semua orang.

Kalau Dirga sungguh melanjutkan perjodohan dengannya, entah apa yang akan Utari lakukan pada semua peninggalan orang tua Alisa. Walau memang peninggalan itu kebanyakan berupa benda mati yang tidak berharga bagi orang lain, tapi bagi Alisa … itu sama saja dengan kenangan terakhir bersama kedua orang yang paling menyayanginya dalam hidup ini.

Alisa tidak rela kehilangan semua itu, jadi dia harus meyakinkan Dirga untuk melanjutkan perjodohan dengan Sabrina.

Namun—

“Kecelakaan?” Suara dalam Dirga terdengar tidak senang, dan ekspresi pria itu menajam. “Jadi bagimu  … malam itu hanya kecelakaan?” ucapnya rendah, nyaris seperti geraman tertahan seekor binatang buas yang berada di ambang batas kesabaran.

“Aku ….”

Belum sempat Alisa menjawab, tangan Dirga menelusup ke pinggangnya. Dan dalam satu gerakan licin, dia menarik tubuh Alisa mendekat, membuat tubuh mereka nyaris rapat.

“Apa yang—! Nggh!”

Seketika tubuh Alisa tersentak dan lenguhan kabur dari bibirnya saat pria itu mencium sisi lehernya. Tangan kanan Dirga menekan pinggulnya, sementara tangan kiri pria tersebut menjerat kedua pergelangan tangan Alisa dan menahannya di atas kepala.

Posisi ini—sentuhan ini—dan embusan napas panas di kulitnya, semua menyeret Alisa kembali pada malam itu.

Ingatan samar yang berusaha dia tolak mulai muncul. Sentuhan. Napas. Desahan.

“Berhenti …,” bisik Alisa, suara yang keluar terdengar lemah, nyaris terengah. Tubuhnya bereaksi, tak bisa membohongi memori dari malam itu.

Tiba-tiba, suara rendah Dirga terdengar, begitu dekat dengan telinga Alisa. “Kalau tubuhmu masih bereaksi seperti ini, bagaimana bisa kita sebut apa yang terjadi di antara kita sebagai kecelakaan?” bisiknya. “Kamu tidak bisa menolakku, Alisa.”

Pernyataan itu menghantam kesadaran Alisa dan dengan segenap tenaga yang tersisa, dia mendorong dada Dirga hingga pria itu sedikit mundur.

“Pria gila!” maki Alisa, napasnya masih terengah. Dia menyentuh lehernya yang masih terasa panas. “Kita bahkan tidak saling mengenal! Jadi jangan anggap kejadian itu memberi hak padamu untuk mengikatku seolah-olah aku milikmu!”

Dirga tertawa pelan. Dingin.

“Oh, tapi sayangnya … aku memang sudah mengikatmu.”

Alisa mengerutkan alis. “Apa maksudmu?”

Dirga menyilangkan tangan, terlihat tenang. 

“Kalau kamu tidak bersedia menikah denganku, aku akan membongkar kejadian semalam pada semua orang,” ucapnya datar. “Menurutmu, apa yang akan terjadi jika keturunan keluarga Gunawan, entah angkat atau kandung, terlibat skandal semacam ini?”

Alisa memucat. Dia tidak menyangka Dirga akan mengancamnya dengan kejam seperti ini! 

Tapi dia tak bersedia kalah.

“Dan apa kamu kira keluargamu tidak akan kehilangan reputasi juga?”

Dirga mengangkat satu alis. “Di antara pria dan wanita, menurutmu siapa yang akan lebih dirugikan oleh ‘skandal’ seperti ini?” Senyumnya meremehkan. “Bukankah tindakan bibimu yang ingin melanjutkan perjodohanku dengan sepupumu adalah bukti yang cukup jelas?”

Seketika, Alisa tercekat. Kata-kata itu menyadarkannya.

Ya, jelas wanita yang lebih dirugikan. Bahkan setelah bibinya itu tahu dirinya sudah tidur dengan Dirga, sang bibi lebih peduli pada kelangsungan koneksi, bukan kenyataan Dirga sudah pernah tidur dengan perempuan lain!

Kesucian dalam dunia ini memang selalu dibebankan di pundak perempuan!

Melihat perubahan ekspresi Alisa, Dirga melangkah maju. Refleks, Alisa mundur satu langkah.

Tapi Dirga tak membiarkannya menjauh. Dalam satu tarikan cepat, pria itu kembali menyeret tubuh Alisa mendekat sebelum kemudian tangan besarnya mendarat di perut bagian bawah Alisa, membuat wajah wanita itu merona sekaligus mulai meronta.

“Lagi pula, apa kamu tidak ingat aku mengeluarkannya di dalam?”

Selama sesaat, Alisa bingung. 

“Apa …?”

Sudut bibir Dirga terangkat, dan dia mengatakannya dengan lebih jelas, “Benihku ada di dalam rahimmu, Nona Alisa Gunawan. Mengetahui ini, apa kamu masih menolak pernikahan kita?”

Sontak, wajah Alisa memucat.

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
catatanintrovert
makasihhh, Kakkk. aamiin2
goodnovel comment avatar
Indri Dwi Rafika Rani
Selamat atas cerita barunya kak..... moga semakin rajin update yaaaa....
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Pesona Presdir Dingin   Bab 16 Sakit? Ke Rumah Sakit, No. Ke Hotel, Yes!

    Tanpa memperdulikan apapun lagi, Dirga segera ke luar menggendong tubuh Alisa.Meskipun memejamkan mata, Alisa menyadari jika Dirga sudah membawanya masuk ke dalam mobil. Kepalanya bersandar pada sesuatu yang keras. Anehnya, dia merasa nyaman, ditambah aroma maskulin yang menenangkan. Penasaran, perlahan Alisa mencoba membuka matanya.Tepat ketika itu, suara Dirga mengudara, “Kita ke hotel.”“Hotel?”Di depan sana, tepat di samping sopir, suara pria lain langsung menimpali ucapan Dirga.Sementara itu, sang sopir segera menyalakan mesin mobil. “Baik, Pak.”“Jangan ke hotel,” cegah Alisa, nyaris terdengar seperti bisikan. Wajahnya mendongak untuk menatap Dirga. Jadi … ternyata sedari tadi dia bersandar di dada bidang Dirga? Hal tersebut membuka kesempatan baginya untuk mencengkram kemeja depan pria tersebut.Alisa tidak sempat menyadari bahwa selain sopir, ada sosok lain yang menumpang di dalam mobil ini. Dia pun

  • Pesona Presdir Dingin   Bab 15 Calon Suami Alisa

    Sorot maniknya yang lembut berubah tajam. “Jangan harap aku akan membiarkanmu pulang begitu saja!”Tapi, Alisa terus memberikan pemberontakan. Dia berusaha keras melepaskan tangannya dari cekalan Leo. Aksi keduanya itu sudah menarik perhatian pengunjung yang sedang sarapan pagi.Pun, akhirnya Alisa mengatakan sesuatu. Tapi, itu bukan penjelasan yang Leo inginkan.“Aku rasa tidak ada kewajiban untuk menjelaskan apapun pada Kak Leo. Toh, kita tidak ada hubungan, Kak. Jadi, tidak ada gunanya Kak Leo untuk tahu.”Jawaban Alisa membangkitkan sisi kasar Leo Salvador. Pria itu menarik agar Alisa berdiri dan menyeretnya ke luar dari meja.“K–Kak Leo,” ucap Alisa mencicit seperti tikus yang terjepit. “Aku mau pulang, tolong lepaskan!”Melihat Leo yang sepertinya akan mengajak Alisa pergi, Sabrina pun berdiri dan dengan cepat menghampiri Leo. Dia meraih tangan pria itu yang kosong.“Kak Leo,” panggil Sabrina dengan suara yang lembut. “Aku tahu mengenai cerita lengkap soal Alisa. Kalau Kak Leo m

  • Pesona Presdir Dingin   Bab 14 Pria yang Ditolak Alisa Tapi Diinginkan Sabrina

    Alisa terkesiap. Seperti ada alarm peringatan dari dalam dirinya, dia langsung menolehkan wajah ke belakang. “Kak Leo ….” Wajah tampan itu begitu dekat. Leo Salvador–kakak kelas Alisa di sekolahnya dulu dan sudah puluhan kali dia tolak permintaan cintanya berbaik hati mengambil alih gelas milik Alisa lalu mengisinya sampai penuh. “Kalau merasa tidak enak badan, kenapa kamu pergi keluyuran, Alisa?” tanyanya penuh perhatian. Dari sikap dan nada bicaranya, siapapun bisa membaca bahwa Leo adalah pria yang menaruh ketertarikan pada Alisa. Cepat-cepat, Alisa mencoba mengembalikan kesadarannya. Mata besarnya mengerjap pelan beberapa kali sebelum akhirnya membalas ucapan Leo, “Terima kasih, Kak Leo.” Pria itu tidak segera mengembalikan gelasnya. Dia menatap Alisa lekat-lekat. “Aku melihat Eshara dan yang lainnya sebelum kamu datang. Kamu bergabung bersama mereka?” Kalau sudah seperti ini, Alisa tidak mungkin berbohong. Dia menganggukkan kepalanya. Sesaat Alisa ragu. Namun, dia memutuska

  • Pesona Presdir Dingin   Bab 13 Dikerjai Teman

    Saat terbangun keesokan harinya, Alisa meraba dahinya dengan punggung tangan. Ada rasa hangat yang terasa menjalar. Dia demam.‘Sepertinya aku tidak akan ke luar rumah untuk beberapa waktu,’ batin Alisa memutuskan.Meski bisa saja dia menutupi diri dengan pakaian serba tertutup, tetap saja lebih baik beristirahat di rumah dan merawat luka-lukanya agar cepat pulih.Untungnya, pekerjaannya sebagai penulis tidak mengharuskannya datang ke kantor. Dengan begitu, dia terhindar dari bombardir pertanyaan yang pasti akan membuatnya harus mencari-cari alasan.Tiba-tiba dia teringat sesuatu. Alisa segera meraih ponsel di atas nakas. Begitu data dinyalakan, layar langsung dipenuhi notifikasi.Bibirnya refleks mengulas senyum, tetapi detik berikutnya dia meringis. “Aduh .…” Luka di sudut bibirnya mulai mengering berkat salep yang dia oleskan semalam, namun tetap saja perih.Meski begitu, rasa sakit itu tersamarkan ketika matanya menangkap komentar hangat para pembaca. Mereka merespons pengumuma

  • Pesona Presdir Dingin   Bab 12 Kelicikan Sabrina

    Secepat kilat, Utari langsung menatap tajam ke arah putrinya. “Jika itu terjadi, maka aku bisa menikah dengan Kak Leo,” lanjut Sabrina dengan serius. Saat mendengar nama yang cukup tak asing, Utari melempar novel di tangannya ke lantai begitu saja. Dia menaikkan satu alisnya, “Leo teman kakakmu itu, Sabrina?” tanyanya memastikan. Dia melanjutkan dengan nada suara yang tidak ramah, “Memangnya ada hubungan apa kamu dengannya?” Selama ini, Utari mengetahui anak laki-lakinya menjalin hubungan pertemanan dengan Leo. Demikian, pria itu kerap kali berkunjung ke rumahnya. Meskipun sejujurnya, Utari tidak begitu menyukai putranya bergaul dengan Leo karena pria tersebut berprofesi sebagai pengacara. Utari berjaga-jaga saja, takut jika tingkah busuknya ke Alisa sampai diketahui publik. Sabrina sudah membulatkan tekad untuk mulai memberitahu soal Leo pada ibunya. “Aku cukup dekat dan merasa yakin bisa menjadi calon istrinya Kak Leo, Ma.” Dia menjelaskan, “Mangkanya sejak awal, aku ngga

  • Pesona Presdir Dingin   Bab 11 Penyiksaan terhadap Alisa

    ‘Astaga, apalagi maksud pria ini?’ Alih-alih kesal, justru Alisa merasa sudah lelah memberikan tanggapan–tidak, sejujurnya dia takut salah bicara dan berakhir menambah daftar kemarahan sang bibi. Baru dia berpikir demikian, Utari langsung membuka suara. “Nak Dirga,” panggilnya berusaha terdengar ramah. “Sekalipun kamu sekarang sudah menjadi calon suami Alisa, rasanya tidak pantas kalau dia masih berkeliaran di luar saat malam-malam.” Begitu mengalihkan pandangan ke arah Alisa, senyum Utari memudar. “Apalagi semalam anak ini tidak pulang ke rumah. Tante khawatir keluarga besar Gunawan mendapatkan citra yang buruk.” Dirga mendengus kasar. Dia mengernyitkan dahinya lantas menatap tajam ke arah Utari. “Dibandingkan Tante mengkhawatirkan citra Alisa, bagaimana dengan citra Sabrina sendiri?” Tatapan menusuk Dirga kini beralih pada Sabrina yang hanya bisa menahan napas. “Alisa tidak pulang semalam bukan berarti kesalahan ada pada dia sepenuhnya.” Dengan kata lain, kesalahan itu juga me

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status