“Kak Sam,” lirih Claudia saat melihat sosok tampan itu berdiri di hadapannya.
“Pagi, Clau.” Sam menyapa ramah dengan senyuman tipis.Dengan terus-terang, Claudia bertanya, “Kak Sam ngapain ke sini?”Ini pertama kalinya Sam berkunjung kemari. Claire saja belum pernah singgah ke kamar loteng tempat tinggalnya.“Ketemu Om Anton sama Tante Larissa.”Mendengar itu, Claudia merasa sedikit lega. Benar juga, Sam adalah sepupunya Dirga dan keponakannya Anton dan Larissa–orang tua Dirga.“Oh, ya, ya. Masuk, Kak.” Claudia mempersilakan pria itu masuk, lalu membawanya ke arah ruang tamu. “Clau panggilin Om sama Tante dulu.”Namun, belum ada dua langkah, Sam malah menghentikannya. “Clau, tunggu.”“Ya?”“Kakak mau bicara soal semalam …,” ucap Sam menggantung.Demi mendengar itu Claudia menahan napas. Dia terkejut Sam akan lanjut membahas masalah di malam yang lalu, tapi berusaha tetap tenang. “MauHari ini, Claudia seharusnya berangkat lebih siang ke kampus karena dirinya mengajar di kelas malam. Namun, karena keberadaan Sam di rumah yang masih membuatnya sedikit tidak nyaman, Claudia memutuskan untuk tetap datang lebih awal. Tiba di ruangan dosen, saat Claudia hendak masuk, dia berpapasan dengan Claire. Sepertinya Claire akan masuk kelas jam selanjutnya. Claudia pun menyapa, “Hai, Clai–” WHOOSH Claudia membeku. Claire hanya melewati dirinya tanpa sedikit pun melirik ke arahnya. Alis Claudia berkerut dan dia pun menoleh ke belakang, melihat Claire berjalan pergi bersama dengan dua orang lain yang tertawa kecil saat melihat wajah terkejut Claudia. Hal tersebut membuat Claudia agak kebingungan. Namun, kemudian dia menepis pikiran buruk dan hanya membatin, ‘Mungkin, dia terburu-buru ….’ Tapi, ternyata tidak berhenti sampai di sana. Sampai jam makan siang tiba, keduanya sama sekali belum bicara sepatah kata pu
Digoda seperti itu, Claudia malu setengah mati. Wajahnya terasa panas dan tiba-tiba membuatnya kegerahan sehingga Claudia mengibas-ngibaskan tangannya di udara. Tanpa menatap wajah Ryuga, Claudia menjawab dengan penuh percaya diri, “Poin ini tidak seharusnya ada. Aku tidak merasa ini perlu!” Sudut bibir Ryuga terangkat. “Kamu … yakin?” Melihat Ryuga dengan tampang yang seolah tengah mengejek dirinya, membuat Claudia kesal. ‘Sial,’ rutuk Claudia dalam hatinya lantas menatap Ryuga. Pria ini sengaja menggodanya ‘kan!? Sejenak, Claudia terdiam. Dia berpikir percuma saja membantah Ryuga, toh pria itu selalu mempunyai cara untuk membuatnya menyetujui syarat ini, bukan? “Cepat selesaikan sebelum makanannya datang,” tegas Ryuga membuat Claudia kembali tersadar dari lamunannya. ‘Ah! Masa bodolah!’ seru Claudia dalam hati seraya langsung menandatangani dokumen pertunangan kontrak tersebut. “Sudah,” ucap
“Apa yang kamu pikirkan, Claudia?” Bisa-bisanya Ryuga bertanya seperti itu dengan entengnya. “A-Aruna p-putrimu, Ryuga?” Claudia dengan gugup memberanikan diri bertanya. Jari telunjuknya mengambang dan mengarah ke luar jendela. Raut wajah Ryuga terlihat berbeda. Pria itu biasanya memasang wajah datar atau dingin. Namun, kali ini tampak agak ramah. “Mmm.” Ryuga mengangguk-anggukkan kepalanya pelan. Dia menatap Claudia dan bertanya, “Ingin bertemu dan berkenalan, Claudia?” Belum sempat merespons, tangan Ryuga lebih dulu membuka kunci pintu mobil. “R-Ryuga!” desis Claudia tertahan. “J-jangan!” tahan Claudia kemudian memegangi pergelangan tangan Ryuga. Namun, Claudia terlambat. Matanya terbelalak saat pintu sebelah Ryuga terbuka. Dengan gerakan cepat dan terburu, Claudia menarik tangannya lalu membuka pintu mobil sebelahnya dengan kasar. Saat Claudia turun dari mobil, saat itulah Aruna melihat punggung belak
Claire dan dua dosen muda itu terkejut dengan keyakinan Claudia. Mereka tidak menyangka Claudia akan bersikap begitu keras. Namun, walau tahu ucapan Claudia benar, mana mungkin mereka bersedia kalah semudah itu dari Claudia yang hanya seorang diri? Salah satu dosen muda pun mendengus. “Kami dengar dari Claire kamu menyukai tunangannya, dan ternyata sekarang terbukti kalau itu benar. Apa kamu nggak merasa malu sama sekali, Clau? Kulihat-lihat, kamu bahkan tidak menyangkal hal tersebut!” ujarnya dengan nada menyindir. Dosen kedua pun tertawa sinis. “Astaga, konyol sekali. Teman dekat macam apa yang menyimpan rasa untuk tunangan sahabatnya?!” Claudia memasang wajah datar dan menjawab, “Aku tidak akan menyangkal bahwa aku pernah menyukai tunangan Claire, itu kenyataannya.” Dia menambahkan, “Akan tetapi, perlu kalian ketahui kalau itu hanyalah masa lalu.” Tak berhenti sampai di sana, Claudia lanjut berkata selagi menatap Claire lurus, “Sebaliknya,
Usai kelas terakhir, Claudia kembali ke ruang dosen lantas menaruh beberapa buku di loker sebelum dirinya pulang.Saat menutup pintu loker, dia tak sengaja menatap ke arah jari manisnya yang tersemat cincin berlian pemberian Ryuga.Senyumnya terbit. Namun, hanya bertahan beberapa detik. Claudia menggelengkan kepala dan mengerjapkan mata, ‘Ngapain aku senyum segala?!’Claudia rasa ada yang salah dengan dirinya. Terlebih soal sikapnya yang berani membalas perlakuan Claire dan dua dosen muda tadi. Memikirkan itu membuat Claudia tanpa sadar melamun.Salah satu dosen yang kebetulan berdiri tak jauh dari Claudia akhirnya menegur. “Claudia, kamu nggak apa-apa?”Perlahan Claudia memutar kepalanya ke arah sumber suara. Ternyata Bu Desi. Claudia langsung tersenyum … sedikit kikuk. “Eh, Bu Desi,” sapanya. “Baru selesai kelas, Bu?” tanya Claudia mengalihkan topik.Dia dengan cepat mengunci pintu loker dan menurunkan tangannya.“Iya
Mata Dirga menyorot dingin saat pria bernama Ryuga menarik Claudia dan membisikkan sesuatu di telinga wanita itu. Jadi, seperti ini rupanya sosok Ryuga.Tak butuh waktu lama bagi Dirga untuk menarik Claudia agar membuatnya aman di sisinya.“Ada keperluan apa Anda ke sini?”Ryuga sempat mengerutkan dahi mendengar perkataan Dirga lalu melempar pandangan ke arah Claudia.“Mbak sama Ryuga ada urusan kerja, Dirga.” Claudia berucap lebih cepat. Dia membasahi bibir bawahnya.Saat ini pikiran Claudia sedang ribut. Kehadiran Ryuga membuka ingatan Claudia ketika di parkiran tadi. Soal Aruna ….“Gue nggak nanya Mbak,” sahut Dirga ketus. Dia menatap lurus-lurus ke arah Ryuga. “Gue tanya dia.” Tunjuk Dirga dengan dagunya.Ryuga mendengus kasar. Satu tangannya masuk ke dalam saku celana. Manik hitam miliknya menatap tajam Dirga.“Jawabannya sama seperti Claudia.” Ryuga menyahuti Dirga tak kalah ketus.Berani sekali p
Tanpa ragu Claudia menggelengkan kepalanya. Dia membatin, ‘Untuk apa aku kecewa?’.Claudia sempat menarik napas sebelum menjawab, “Aku cuma … terkejut. Gimana pun Aruna mahasiswa dan aku dosen di sini.” Itu yang menjadi kekhawatiran Claudia.Dia menatap tepat di manik hitam Ryuga. “Apa Aruna tahu soal pertunangan ini?” tanyanya lagi.Giliran Ryuga yang menggelengkan kepala. Pria itu lalu mengucapkan sesuatu yang lagi-lagi membuat jantung Claudia berdegup kencang.“Karena ini pertunangan kontrak, kamu tidak perlu repot-repot mengambil hatinya Aruna,” jeda Ryuga. “Kecuali … kalau kamu memang berniat menikah denganku.”Lidah Claudia kelu untuk sekadar membalas ucapan Ryuga. Dia bahkan tidak menyadari jika sosok Dirga melewatinya untuk menuju parkiran motor.Tapi itu tak luput dari perhatian Ryuga. “Kulihat kamu populer di kalangan pria muda.” Ryuga mengalihkan pandangan dari sosok Dirga yang berjalan menjauh untuk kembali menatap ke
“R-Ryuga.”“Mmm?”Claudia menolehkan wajahnya untuk menatap sepasang manik hitam yang juga tengah menatapnya.Mobil mewah Ryuga melaju meninggalkan area kampus. Tapi, Claudia tak kunjung membuka mulutnya untuk bersuara.“Bicaralah, apa pun yang mau kamu katakan,” tegas Ryuga yang masih menunggu Claudia berucap.Namun, Claudia ragu-ragu. ‘Lebih baik lain kali saja.’ Wanita itu segera memalingkan wajah, “Tidak ada,” geleng Claudia.“Ada apa, Claudia?” desak Ryuga. Claudia membuatnya penasaran. “Soal teman palsumu itu?”Dahi Claudia mengerut samar, ‘Teman palsu? Apa itu nggak terlalu kasar?'“Boleh aku minta satu hal, Ryuga?” Claudia kembali menolehkan wajahnya.Sorot matanya terlihat nanar. Wajah murung yang Claudia perlihatkan membuat Ryuga enggan menatap wanita itu.“Sudah kubilang, katakan saja,” ucap Ryuga ketus.“Soal Claire, biar itu menjadi urusanku.” Dengan kata lain, Claudia mem