hmm, siapa ya ituuuu? Tapi aku mau spoiler kehadirannya sangat telat bgt menuju ending *eh Btw, aku minta maaf yah bolong lagi nulisnya kemarin :")
Apa yang Pras lakukan jelas menarik perhatian penghuni klub malam itu. Pukulannya tepat mengenai sudut bibir Aland, membuatnya berdarah.“Lagi,” pintanya sambil tersenyum pahit, tak sengaja mencicipi darah segar dari sudut bibirnya yang robek.Pras mendengus kasar selagi sudut bibirnya menyeringai. Dia bangkit dari duduknya lalu menarik kerah kemeja Aland. Pria itu sempat terbatuk, merasa tercekik, tapi tidak memberikan perlawanan.Keduanya kini berhadapan. Baik Pras maupun Aland sama-sama balas menatap dengan sorot tajam.‘Sudah? Segini kemampuan lo, Pras?’Jika ekspresi wajah Aland diterjemahkan, pria itu akan mengatakan demikian.Saat ada yang ingin mendekat dan hendak melerai, seseorang mencegahnya.“Biarkan saja.”Sekon berikutnya, aksi baku hantam di antara Pras dan Aland tidak terhindarkan.WHOA!Pukulan Pras meleset. Alih-alih mengenai wajah Aland, malah berakhir mendarat pada meja kaca di dekat kaki mereka.BRAK!Satu dua … lima detik berikutnya, meja itu mulai retak dan peca
“Tidak.”Demi melihat tangan seorang wanita yang bertengger di bahunya, Pras menepis cepat. Dia tidak bermaksud kasar, hanya ingin mempertegas untuk tidak menyentuh sembarangan.Meskipun wanita itu tidak asing, tetap saja ada perasaan tidak nyaman. Apalagi Pras masih berstatus sebagai kekasih Aruna. Sebagai seorang pria, Pras juga ingin menjaga diri. Dia mengakui bukan pria bersih dari sentuhan alkohol dan rokok, tapi Pras bisa pastikan dia tidak tertarik untuk bermain-main dengan wanita.Apalagi rubah betina di hadapannya saat ini yang tengah merengut pelan. “Aku cuma mau temani, masa nggak boleh?”Daripada berujung berdebat, Pras lebih memilih turun dari kursinya. Ada banyak kursi dan meja kosong di klub malam ini. Tapi, begitu melihat Pras bergerak, wanita tadi menahan pergerakannya.“Oke oke, aku tidak akan mengganggu, Pras. Kamu bisa duduk di sini.”Suasana hati Pras benar-benar kacau. Dia menatap lawan bicaranya datar, dan teringat akan sesuatu, jadi Pras menyeletuk, “Kapan kamu
“Pras sama Aruna putus?!” Itu yang pertama kali muncul di pikiran Diana saat mendengar cerita dari Garvi saat pria itu mengantarkannya pulang. Tapi, ada kejanggalan. 'Bagaimana bisa Aruna nggak menceritakan itu?' batin Diana tidak habis pikir. Malam itu Diana juga ada di hotel tersebut bahkan bertemu Garvi untuk yang pertama kali. Namun, Aruna memilih untuk memendamnya sendirian? “Siapa yang bilang?” balas Garvi mendengus pelan. Diana memijit pangkal hidungnya. Duduknya mulai gelisah. “Daripada aku berasumsi yang bukan-bukan, kamu lanjutkan lagi ceritamu, Garvi," pintanya. Meskipun tidak berada dalam satu negara yang sama selama beberapa tahun, Aruna lumayan sering bertukar cerita dengannya. Suara Diana nyaris terdengar putus asa. "Respons Aruna setelah mendengar Pras mengatakan itu apa?” Wanita itu menggigit bibir bawahnya sambil menatap Garvi lekat-lekat. Namun, sesekali dia mengalihkan pandangan ke depan, membagi fokusnya. Karena pria itu bersikukuh ingin membawa mobil tanpa
Malam lima tahun lalu, Garvi sempat menaruh curiga pada Pras karena tiba-tiba saja pemuda itu mengajaknya mampir ke sebuah bar kecil yang ada di sudut kota sebelum kembali ke hotel. Tanpa bertanya lebih lanjut, Garvi pun mengiakan.Firasatnya buruk.Garvi mengambil gelas wine yang hendak diteguk Pras untuk yang kelima kali lalu meneguk hasil curiannya dengan santai. Pras tidak memprotes. Dia hanya diam. Tidak ada senyum di wajah tampannya.“Tante Sandra mau apalagi, Pras?”Sebagai seorang teman dekat yang sudah mengenal lama, Garvi tahu sekali tentang seluk beluk kehidupan Pras, salah satunya masalah yang sering mengganggu pikiran Pras.Sebelum Garvi mengetahui bahwa dia memiliki adik–Aruna, dia memiliki kesamaan dengan Pras sebagai anak tunggal yang akan mewarisi bisnis keluarga mereka.Hidup tidak akan pernah benar-benar menjadi miliknya. Seluruh masa depannya sudah diatur sedemikian rupa. Tak peduli seberapa dewasa umur anaknya.Perasaan Pras bergejolak. Ekspresi wajahnya tampak ke
‘Kenapa situasinya mendadak nggak enak?’Pasalnya pertanyaan Aland tidak dijawab oleh Pras. Membuat fokus Diana tidak lagi memperhatikan Garvi di depan sana.Diam-diam dia memperhatikan ekspresi Aland yang tampak jauh lebih serius. Itu tampak berbeda dari beberapa menit sebelumnya saat Aland memperlihatkan ketengilannya.“Untuk jas-nya, terima kasih,” ucap Diana memutuskan membuka suara. Dia tidak bisa berada di situasi canggung dan menegangkan.Berkat bantuan kecil Aland, orang-orang tidak memperhatikannya. Terkecuali Selly dan beberapa temannya yang kedapatan melirik Diana sinis.Sudah beberapa tahun belakangan ini Diana tidak menggubris tingkah laku Selly dan teman-temannya yang agak menyebalkan.Mungkin Garvi benar jika Diana mempelajari sikap dari Ryuga.“Santai, Tante.” Aland mengibaskan satu tangannya ke udara.Karena dirasa tidak ada yang perlu dikatakan lagi, Diana mencoba menjauh dari kedua pria itu. Tapi, ucapan Aland menahan kepergian Diana.“Lusa Aruna pulang. Tante Diana
“Dari mana, Mbak?”Astaga.Napas Diana tercekat di tenggorokan. Matanya nyaris melompat ke luar mendapati sesosok pria yang tahu-tahu hendak berpapasan dengannya.Diana merutuk. Barusan dia melamun, jelas memikirkan jawaban dan sikap Garvi yang tidak masuk diakal. Jadi, dia berjalan sambil menundukkan pandangan.“Dari kamar mandi," jawab Diana singkat. Tidak ingin berinteraksi lebih lanjut, wanita itu kembali melangkahkan kaki.Sayangnya, langkah kaki Diana mendadak berhenti saat pria itu bertanya cepat, “Sama Garvi?”Mata Diana memicing. "Maksud kamu, Pras?”Sikap Diana jauh sedikit lebih ramah pada Pras dibandingkan nada bicaranya pada Garvi dan Aland. Dibandingkan keduanya, Pras adalah pria yang lebih waras. Sejujurnya ada alasan lain, Pras pernah menjadi anak magang dan memiliki hubungan khusus dengan Aruna."Itu ... jasnya Garvi 'kan, Mbak?" tunjuk Pras dengan santai. Tatapannya jatuh pada jas yang tersampir di bahu Diana.Sekon berikutnya, Diana meringis. Jas putih tulang denga