Sepertinya Ryuga menyukai aktivitas barunya di pagi hari kali ini, yakni mengantarkan Claudia dan Aruna pergi ke kampus. Meskipun pada kenyataannya dia tidak menyetir dan duduk sisi kanan Claudia.Tiba di parkiran, Ryuga menyuruh Aruna dengan lembut agar turun terlebih dahulu. Gadis itu menatapnya penuh protes. “Daddy mau apa sama Bu Claudia?”Baru Aruna bertanya begitu, dia segera menyadari jika mungkin saja Ryuga sedang berusaha lebih keras melakukan sesuatu untuk membuat Claudia tidak hanya menerima dia dan Ryuga, tapi bersedia untuk menikah dengan Daddy-nya.Sekon berikutnya, Aruna menyahut lagi, “Oke oke, Aruna ngerti.”Sebelum pergi, Aruna mengangkat tangannya dan membentuk lingkaran lumayan besar. Dia menyodorkannya ke arah Ryuga.“Dad, gigit,” pinta Aruna.Claudia refleks lebih memundurkan tubuhnya ke belakang karena dia berada di tengah-tengah keduanya.“He he, sebentar ya, Bu Clau,” kata Aruna menolehkan wajahnya pada Claudia.“Uhm, nggak masalah, Aruna.” Claudia ikut menung
Senyum tak lepas dari bibir Aruna saat gadis itu mulai masuk ke dalam kelas. Percayalah, Aruna sudah sembuh saat bangun dari tidurnya tadi pagi.Kebahagiaan yang Aruna rasakan dari Claudia tidak akan bisa ditukar dengan apa pun.Meskipun sudah jauh lebih membaik, Ryuga tetap membekalinya inhaler bahkan menyantolkannya di tali tas bahunya. Hal itu agar memudahkan Aruna untuk menggunakannya apabila butuh.“Pagi, Run. Seger bener lo,” tegur Andra begitu Aruna melewati kursinya.Ya, Aruna sudah masuk ke dalam kelas. Sebenarnya tidak ada jadwal SKS, hanya pengarahan untuk tugas di lapangan Minggu nanti. Wali dosen yang akan menyampaikannya. Itu artinya Claire Lee yang akan masuk.Aruna hanya menjawab pendek, “Pagi, Andra.”Refleks Andra memegangi lengan Aruna saat gadis itu hendak naik ke atas lagi, mencari kursi. Pemuda itu menatapnya heran.“Ini kekasih lo yang tampan rupawan ini nggak disapa, Run?” tanya Andra mengungkapkan keheranannya. Dia menatap Aruna lalu Dirga, bergantian.Kalau D
Udah ah, malu nggak sih … kalian jadi tontonan anak-anak tuh!” Teman di sebelah Aruna menginterupsi. Baik Aruna maupun Dirga masih bertatapan dengan perasaan kecamuk yang berbeda. Mengabaikan beberapa pasang puluh mata yang diam-diam memperhatikan penasaran dan merasa senang. Keduanya sangat dinantikan, kapan putus? ‘Apa harus membuat Dirga marah dulu agar dia mau menatapku lama seperti ini?’ batin Aruna dengan perasaan sedih. Jika dalam situasi normal, Dirga hanya akan lebih sering menatap ponsel atau tablet dibandingkan wajahnya. Pun, jika Aruna kedapatan memperhatikan Dirga, kekasihnya itu akan mengatakan risih. Sungguh ironis bukan menjadi kekasih seorang Dirga? Lagi-lagi teman di sebelah Aruna menginterupsi. “Helo, Aruna Dirga. Udah yu, udah.” Akhirnya Aruna mendengarkan saran temannya, dia memutuskan kontak mata terlebih dahulu. Gadis itu berucap, “Aku nggak bakal ngerepotin kamu. Jadi, kamu nggak perlu khawatir– Ucapan Aruna berhenti kala Dirga langsung pergi dari hadapa
Setelah berpamitan dengan Profesor Yedi, Claudia menyeret kakinya untuk menghampiri Lilia dan yang lain.Dia penasaran, mengapa mereka menggunakan setelan kaos olahraga?‘Lomba Lari Lintas Kampus kayaknya besok deh kalau nggak salah?’ pikir Claudia.Baru Claudia tiba dan hendak bertanya, Idellia langsung menghampiri dan menubruk Claudia dengan sebuah pelukan. Membuat Claudia mundur beberapa langkah karena tidak siap dengan pelukan itu.“Claudiaaaaaaaa,” pekik Idel tertahankan.“Hati-hati dong, Del,” ucap Lilia memperingatkan. Dia melipat tangannya di dada.Praya dan Zoya hanya terkekeh di tempatnya. Kebetulan meja mereka semua saling berdekatan, terkecuali meja Claudia yang berada di seberang.Setelah terdiam beberapa saat, Claudia baru membuka suara. “Kamu kenapa, Idel?” Sambil bertanya, Claudia membalas pelukan Idellia.Pun, setelah itu netra matanya mengedar ke arah yang lain sampai berhenti di sosok Fanya. Wanita itu memandang Claudia dengan canggung.Kemarin Ryuga sudah mencerita
Sebenarnya … Ryuga tunanganku,” aku Claudia dengan suara yang terdengar kikuk.Lilia tak kuasa menahan tawa mendengarnya kala melihat perubahan ekspresi Idellia yang tadinya sumringah menjadi merengut.“Tuh dengar baik-baik, Del. Mau jadi pelakor?” ledek Lilia. Dia melemparkan setangkai bunga palsu yang ada pada meja ke arah Idellia. Wanita itu sama sekali tak menghindar hingga bunga tersebut mendarat tepat mengenai wajah Idellia.Yang lain mau tak mau tertawa, termasuk Claudia yang terkekeh geli.“Cish … bilang daritadi dong, Clau.” Setelah mengatakan itu, siapa sangka Idellia langsung menyenggol samping tubuh Claudia. Membuat tubuh Claudia oleng ke samping, untung Fanya menahan tubuhnya.Sedikit terkejut, tapi Claudia malah kian tertawa karena aksi Idellia tersebut. Tawanya tak pernah selepas itu sebelumnya.“Jadi pria yang jemput malam itu Ryuga, tunanganmu?” Kali ini Zoya yang bertanya, mengkonfirmasi.Pikir Claudia tak ada salahnya memberitahu. Toh salah Ryuga sendiri yang menamp
“Pak Dimi juga sedang sibuk.” Tahu-tahu Claudia menyeletuk asal. Pandangannya menatap lurus ke arah pria itu. “Benar ‘kan, Pak?”Dari tatapan Claudia, Dimitri bisa membaca jika wanita itu tidak menginginkan Dimitri bicara dengan Ryuga. Selain itu, Dimitri merasa kesenangan karena Claudia memanggilnya ‘Dimi’. Itu nama akrab yang sering orang-orang lain lontarkan padanya.Demikian, Dimitri akan mengiakan permintaan tak tersirat Claudia.“Benar, saya ada kesibukan lain. Mohon maaf sebelumnya,” ucap Dimitri melirik Ryuga. “Saya permisi.”Jelas hal itu memancing kemarahan Ryuga. Dia merasa diabaikan. Selain itu, Ryuga merasa telinganya memanas kala Claudia memanggil nama dari pria saingannya tersebut.“Kamu bilang apa tadi, Claudia?” tanya Ryuga dengan suara yang rendah. Kini Ryuga menghadapkan tubuhnya agar bisa melihat Claudia dengan jelas.Sontak Claudia berpikir keras. Hanya butuh satu detik untuk menyadari kesalahannya. Namun, sebelum dia berusaha menjelaskan, suara Ryuga lebih dulu m
Pengarahan tugas yang disampaikan Claudia berjalan lumayan lancar berkat ucapan Dirga sebelumnya.Padahal Claudia bukan menyampaikan materi, tapi dia merasa tekanan yang jauh lebih besar dibandingkan mengajar pada biasanya.Huft~Dosen muda itu langsung bergerak ke luar kelas setelah berpamitan. Claudia berusaha tak mempedulikan tatapan para mahasiswa yang dilayangkannya padanya.‘Lihat Aruna atau Dirga saja.’ Itu yang Claudia katakan pada dirinya sendiri. Rasanya jauh lebih baik saat melihat senyum Aruna yang tampak menenangkan.Sebenarnya Aruna ingin sekali menghampiri Claudia. Dia berdebat dengan batinnya. ‘Samperin Bu Clau sekarang atau nanti, ya?’Aruna menimbang karena dia menunggu pergerakan dari Dirga. Tapi, tak ada tanda kekasihnya itu turun dan berusaha mengejar Claudia.‘Aku pikir Dirga bakal khawatir yang gimana … gitu? Tapi, kok dia masih di sini dan nggak susulin Bu Claudia?’Otot di lehernya pegal, ingin menoleh ke belakang dengan penasaran. Tapi, Anjani menghentikan ni
Pertanyaan Dirga tidak dihiraukan Aruna. Yang benar saja … cemburu?!“Jangan temui Bu Clau dulu,” cegah Aruna. Dia ingat, Daddy-nya akan menemui Claudia. Apa jadinya kalau Dirga melihat keduanya bersama?“Kalau lo nggak mau, yaudah.” Dirga berlalu setelah mengatakan itu.Mata besar Aruna terbelalak. Dia memutar otak mencari cara supaya Dirga tidak menemui Claudia sekarang.‘Aduh, gimana ini? Kalau Dirga nekat nemuin Bu Clau sekarang, bisa aja Bu Clau lagi sama Daddy.’Lalu tiba-tiba saja terdengar bunyi jatuh yang agak cukup keras di lantai. Otomatis itu menghentikan langkah Dirga yang belum terlalu jauh. Kepala pemuda itu menoleh ke belakang. Dia melihat Aruna yang sudah jatuh terduduk di lantai dengan napasnya yang pendek-pendek.“Arunaaa!” seru Dirga tanpa pikir panjang membalikkan tubuhnya agar kembali menghampiri Aruna.Cepat-cepat Dirga mengambil inhaler yang tergantung di tali tas bahu Aruna dan membantu menyemprotkan benda mungil itu ke dalam mulut Aruna.Dirga tidak mempeduli
Natasha Blair.Wanita yang berstatus sebagai mantan istri Ryuga sekaligus ibu kandung Aruna membuat Claudia uring-uringan sepanjang malam. Tidurnya sama sekali tidak nyenyak.Bagaimana bisa Claudia tidur nyenyak sementara dia mengetahui Ryuga ternyata bersama Natasha tadi malam?!Sekalipun semalam Ryuga menyusul pulang, tidur di sebelahnya, memeluknya, membisikkannya kalimat cinta, tapi tetap saja perasaan bernama cemburu itu menelusup hadir.Claudia bahkan tidak lagi merasa sedih karena keadaan janinnya.Wajah Natasha kelihatan pucat. Badannya juga tampak kurus dari terakhir Claudia melihatnya satu tahun terakhir. Itu menyita pikiran Claudia.‘Sebenarnya Natasha kenapa? Kenapa bisa semalam Ryuga ada di sana? Dan kenapa Ryuga harus berbohong segala jika dia menemui mantan istrinya, bukan Dokter Tirta?!’Keributan di dalam isi kepala Claudia itu tidak berani dia suarakan langsung pada Ryuga.“Makan yang banyak, Clau.” Suara lembut penuh keibuan itu menyadarkan lamunan Claudia.Tanpa ha
Beberapa jam setelah ditinggal sendirian, Claudia gelisah. Pasalnya janin di dalam perutnya kembali bergerak, menendang ke bagian area perut bawahnya.Pergerakan itu membuatnya tidak nyaman. Dia sudah bergonta-ganti posisi, tapi tidak kunjung membuat perasaannya membaik.“Kamu baik-baik saja ‘kan?” tanya Claudia, membuka komunikasi dengan janinnya.Dia mencoba untuk ke luar dari kamar. Namun, baru berjalan sebentar, napasnya sudah terasa sesak.Rasanya ada yang tidak beres.Maka, Claudia meraih ponsel dan menghubungi seseorang. Untungnya tidak butuh waktu lama panggilan itu langsung terhubung.“Ya, sayang? Tumben kamu menelpon malam-malam?”Claudia menghela napas lega. “Ibuuuu,” panggilnya pelan. Sejujurnya, dia merasa tidak enak menelpon ibu mertuanya malam-malam begini.Yap, seseorang yang dihubungi Claudia adalah Emma.“Beritahu Ibu, ada apa, hmm?”Di seberang sana, Emma baru saja kembali dari sebuah acara perkumpulan geng sosialitanya. Dia terduduk di sofa usai mengangkat telpon d
Ternyata Claudia juga tetap tidak bisa membujuk Ryuga.Sesuatu yang menyangkut dengan Aruna, tidak bisa didebat dengan Ryuga. Claudia kalah suara.“Aku percaya Aruna bisa mandiri tanpa kita. Tapi, di luar sana terlalu tidak aman, Claudia. Lepas dari pengawasanku, bisa saja keluarga Adiwilaga dan Blair berbuat sesuatu,” jelas Ryuga cukup panjang siang itu.Keduanya berbicara di dapur. Sementara Aruna sudah masuk kembali ke kamar tamu atas perintah Claudia.Mendengar nama belakang Blair, seketika Claudia menaikkan satu alisnya. “Keluarga Blair? Natasha punya keluarga, Mas Ryuga?”Dari cerita yang Claudia dapatkan, Natasha sudah dicoret dari keluarga Blair bahkan tidak lagi dianggap putri dari keluarga tersebut saat mengetahui Natasha hamil di luar pernikahan. Pun, saat Ryuga memutuskan menikahinya, itu tak membuat keluarga Blair bisa kembali menerima Natasha.Ekspresi Ryuga tampak kesulitan. Dia mengusap wajahnya, tampak sedikit frustasi. Manik hitamnya memberikan sorot kegelisahan.“Se
Kabar mengenai proses persalinan Lilia belum sampai di telinga Claudia. Karena saat ini, wanita yang juga tengah hamil itu masih tampak santai bahkan merasa tidak sabar untuk menghadiri festival di dekat tempat tinggalnya. Dia mengetuk pintu kamar tamu. “Aruna,” panggil Claudia. “Siap-siapnya sudah atau belum?” sambungnya. Claudia sudah siap dengan gaun di bawah lutut berwarna hitam yang dikenakan. Sebelum Ryuga berpamitan pergi karena Aji membutuhkan bantuannya, suaminya itu sudah menyiapkan gaun tersebut dan menaruhnya di tempat yang bisa Claudia jangkau dengan mudah. “Tunggu sebentar, Mom!” Bibir cherry Claudia menyunggingkan senyum ketika pintu kamar di hadapannya terbuka. Namun, dia mengernyit kebingungan mendapati Aruna ke luar dengan menggendong tas ransel pink miliknya. “Na … kita hanya mau ke festival, kenapa kamu membawa ransel segala?” tanya Claudia memperhatikan putrinya lamat-lamat. Ditodong dengan pertanyaan itu, seketika membuat Aruna tidak memiliki pilihan selain
“Jangan mengebut, santai saja, Yel.” Mendengar ucapan perintah itu, Riel melirik wanita yang duduk di kursi penumpang dengan tatapan horror. Bisa-bisanya dalam kondisi genting seperti sekarang, dia menyuruh Riel untuk mengemudi dengan santai?! “Kamu akan melahirkan, Lilia.” Dengan suaranya yang dalam, Riel mengingatkan. Keseluruhan tangannya mencengkram setir erat-erat. Di sampingnya, Lilia memasang wajah tenang. Tampak kesakitan, akan tetapi Lilia menunjukkan seolah sakit yang dia rasakan bukan sesuatu yang besar. “Aku tahu dan aku tidak akan melahirkan di sini kok, aku tidak akan mengotori mobil mewahmu,” kata Lilia. Dia sedikit meringis, “Hanya saja, maaf, celanaku sekarang basah.” Ya, cairan yang tampak membasahi kaki Lilia adalah air ketuban yang pecah. “Apa masalah itu penting?” sindir Riel kentara menunjukkan perasaan kesalnya. Sebenarnya, apa yang ada dalam pikiran Lilia? Riel hanya ingin tiba lebih cepat supaya dia bisa segera ditangani. Melihat ketuban Lilia pecah, Ri
“–Akan tetapi, tolong antarkan aku pergi ke tempat lapangan lari. Aku ingin jalan-jalan pagi.” Riel memukul stir yang dikemudikannya lalu memutar mobilnya ke arah tempat lapangan lari. Bisa-bisanya dia menuruti permintaan Lilia, dan parahnya membiarkan wanita yang tengah mengandung anaknya itu keluyuran sendirian. Sesaat, hatinya dilanda perasaan bersalah. Riel menyadari bahwa semakin hari, setiap minggu, dan beberapa bulan ke belakang sikapnya sangat acuh pada istrinya itu. “Ayo, angkatlah,” gumamnya pelan. Dia memutuskan menghubungi Lilia. Teleponnya aktif. Namun, tidak diangkat. Pikiran Riel terpecah. Sebelum Lilia turun dari mobil, dia sempat menatap Riel seolah ingin mengatakan sesuatu. “Katakan saja.” Berulah saat itu, Lilia mengutarakan pikirannya. Wanita itu mencengkram seatbelt yang sudah terlepas. “Aku serius dengan ucapanku tadi. Ayo berpisah setelah anak ini lahir.” Riel tidak memberikan respons. Manik hitamnya menyorot tajam, mencari kebenaran dibalik pernyataan Li
Ketegangan pagi itu tidak hanya terjadi pada sepasang ayah dan anak, melainkan juga terjadi pada sepasang suami istri di kediaman keluarga Waluyo.“Tidak bisakah kamu membatalkan agar tidak jadi pergi, Yel?”Istri mana yang tidak marah apabila suaminya baru saja pulang beberapa jam, harus kembali pergi meninggalkannya seorang diri … ditambah dengan keadaan hamil besar.Lilia memperhatikan baik-baik Riel yang sudah siap dengan pakaian berkudanya. Ya, Riel akan pergi berkuda bersama rekan-rekan bisnisnya.“Membatalkannya?” ulang Riel lantas menggelengkan kepala. “Itu tidak mungkin. Aku sudah merencanakannya lama dengan teman-temanku.”Setelah Riel kembali untuk menggantikan sang ayah memimpin perusahaan, dia mulai memiliki kesibukan-kesibukan di luar pekerjaan utama sehingga tidak memiliki banyak waktu untuk menemani Lilia sehingga berujung … mengabaikannya tanpa sadar.“Bagaimana dengan aku, Yel?” tanya Lilia dengan pandangan yang meredup. Perlahan, dia menundukkan pandangan dan mengus
“Daddy!” Sebuah protesan dilayangkan Aruna tepat saat dia diinterograsi Ryuga di ruang tamu bersama Pras. Ya, suara lain itu milik Ryuga. Bukan milik hantu penunggu rumah ataupun kucing jadi-jadian. “Semua yang Daddy tuduhkan pada Kak Pras salah besar,” ucapnya dengan tegas. Aruna sudah menjelaskan kejadian yang sebenarnya. Namun, ekspresi Ryuga menunjukkan jika dirinya tidak percaya. Kedua alis Ryuga berkedut samar. “Oh, kamu membelanya, Aruna?” Mata besar Aruna memicing menatap ke arah Daddy-nya. Besok-besok, Aruna harus memberikan saran pada Aji untuk memasang CCTV di dalam rumah agar kejadian seperti ini bisa terekam oleh bukti. “Bukan begitu, Daddy …,” geleng Aruna dengan suara yang putus asa. Aruna frustasi. Mencoba menghilangkan ketakutannya, dia berucap, “Mommy mana? Cuma Mommy yang bisa bersikap netral dan tidak kekanakan seperti Daddy.” Aruna tidak peduli lagi jika kemarahan Ryuga bertambah dua kali lipat. Saat Ryuga mengeluarkan tanduk tak kasat mata di kepalanya, Arun
Selang beberapa menit di kamar mandi, Aruna baru ke luar dengan wajah yang sudah tampak lebih segar. ‘Nggak perlu panik, Na. Itu cuma Kak Pras ‘kan? Bukan Kak Sam aktor terkenal?’ batinnya mencoba menenangkan diri. Tidak dipungkiri jika debar itu hadir dalam dadanya saat melihat Pras bersama Aland tadi. Wajahnya dibiarkan setengah basah. Tidak ada poni yang menghiasi dahi Aruna. Rambutnya terurai, sedikit berantakan. Namun, justru itu daya pikat alaminya. Mata besar Aruna celingukan melihat ke arah ruang tamu yang sudah tidak ada siapa-siapa. “Ke mana perginya beruang kembar itu?” Satu alis Aruna naik, keheranan. Yang Aruna maksud dengan beruang kembar itu Pras dan Aland. Rasa-rasanya julukan beruang kembar sudah cocok untuk keduanya. Detik setelah gumaman itu mengudara, knop pintu dibuka dari luar. Satu sosok beruang yang Aruna cari muncul. Dia melangkah masuk dan mengambil asbak kecil yang ada di atas meja. Belum sempat Aruna bertanya, suara berat pemuda di hadapannya lebih du