Perjuangan seorang gadis di tengah teriknya matahari siang ini perlu di acungi jempol. Dia berjalan dari satu perusahaan ke perusahaan yang lain demi mendapatkan sebuah pekerjaan untuk bertahan hidup di kota besar seperti yang dia tinggali saat ini.
Terlihat bagaimana dia tidak pantang menyerah walau beberapa kali mengalami kegagalan karena tidak adanya lowongan pekerjaan.
Gadis itu menghela napasnya, ia berjalan menuju ke sebuah kios kecil di pinggir jalan untuk membeli sebotol air mineral sekedar membasahi tenggorokannya yang kering.
"Cuaca hari ini panas sekali." gumamnya setelah meneguk air mineral hingga setengah botol. Dengan punggung tangannya dia mengusap peluh yang mulai mengalir di pelipisnya.
Terik panas hari ini memang sungguh sangat luar biasa, gadis itu mulai mengipaskan amplop coklat yang ada di tangannya untuk sedikit mengurangi rasa gerah. Tak lama terdengar ponselnya berbunyi, dengan segera dia mengambil ponsel dari saku celananya. Terlihat nomor baru yang menghubungi.
"Hallo."
"Hallo selamat siang. Apa benar ini dengan nona Camelia Ayudia Putri?" tanya seseorang di balik telepon.
"Iya benar, ini saya sendiri yang bernama Camelia. Kalau boleh tahu anda siapa ya?"
"Perkenalkan saya kepala HRD dari perusaahan Wijaya Group. Ingin memberikan kabar tentang surat lamaran yang anda kirimkan tempo hari. Apa anda bisa datang ke kantor besok pagi untuk melakukan interview?"
"Bisa, bisa. Saya akan datang tepat waktu besok pagi." jawab Camelia dengan perasaan bahagia. Sungguh ini adalah berkah untuk perjuangannya hari ini.
"Baik Nona Camelia, saya tunggu kedatangan Anda di kantor besok pagi."
"Baik pak."
Terdengar lawan bicaranya menutup panggilan itu secara sepihak. Wajah lesu Camelia kini berubah dengan senyuman indah disudut bibirnya. "Akhirnya ada panggilan interview juga." gumamnya dengan tersenyum.
Akibat kabar gembira tersebut kini Camelia memutuskan untuk pulang ke rumahnya. Mengistirahatkan tubuhnya di rumah setelah lelah berjalan mencari pekerjaan adalah pilihan yang tepat saat ini. Sehingga besok saat interview Camelia memiliki tenaga yang cukup.
"Sudah pulang neng?" sapa wanita paruh baya yang baru saja keluar dengan sekantong keresek berisi sampah. Sepertinya wanita paruh baya itu berniat membuang sampah ke depan.
"Iya, Bi." jawabnya dengan senyuman. "Sansan mana, Bi?"
"Sansan ada di kamar, neng. Masih tidur." jawab wanita paruh baya tersebut.
"Oh gitu. Setelah membuang sampah Bibi boleh pulang. Nanti malam Bibi ke sini lagi, seperti biasa ya, Bi." ucap Camelia.
"Baiklah neng."
Wanita paruh baya itu pun melanjutkan pekerjaannya yang belum selesai. Setelah membuang sampah, wanita paruh baya itu pun pulang sesuai perintah yang di berikan Camelia.
Camellia berjalan menuju ke kamarnya, rasanya dia sudah tidak sabar untuk bertemu dengan Sansan. Baginya Sansan adalah segalanya yang mampu membuat dirinya tegar menghadapi kerasnya kehidupan di kota besar seperti Jakarta.
Senyuman tipis terlihat di sudut bibir Camelia, "Sungguh menggemaskan." ucapnya. Ia duduk di sisi ranjang dan mengusap puncak kepala gadis kecil yang tertidur lelap di atas kasur, kemudian Camelia mengecup keningnya. Setelah itu Camelia beranjak menuju ke kamar mandi untuk membersihkan diri.
************
Pagi ini Camelia dengan penuh semangat berangkat ke tempat perusahaan Wijaya Group berada. Karena hari ini dia akan melakukan interview kerja sesuai yang di instruksikan oleh kepala HRD kemarin.
Wajahnya terlihat sangat bahagia saat interview berjalan lancar, bahkan hari ini juga Camelia sudah mulai bekerja sebagai karyawan baru di perusahaan tersebut setelah sebelumnya menandatangani kontrak kerja. Perusahaan yang bergerak di bidang majalah fashion terbesar di kota Jakarta, bahkan di Indonesia.
Camelia sangat bersyukur, perusahaan besar seperti Wijaya Group menerimanya sebagai karyawan. Apalagi gaji di perusahaan tersebut bisa di bilang cukup tinggi jika di bandingkan dengan perusahaan lain. Mungkin karena perusahaan itu adalah perusahaan besar berskala internasional, sehingga gajinya juga besar.
Di hari pertamanya bekerja juga berjalan lancar, tidak mengalami kendala yang berarti. Selain perkenalan dengan sesama karyawan, selebihnya hanya di minta untuk mempelajari cara kinerja di perusahaan. Agar Camelia tidak melakukan kesalahan di kemudian hari.
Seminggu sudah Camelia bekerja di tempat barunya, bahkan kini dia terlihat sangat sibuk di depan komputer dengan jari jemarinya lincah mengetik huruf demi huruf di atas keyboard. Dan itulah aktifitas baru Camelia di pagi hingga sore hari di kantor Wijaya Group.
Dia tak pernah peduli dengan sekelilingnya, yang Camelia tahu adalah, dia harus bekerja dan terus bekerja demi biaya hidup dan juga masa depannya kelak. Karena sikapnya inilah dia tidak begitu banyak teman di kantor. Bahkan Camelia lebih nyaman jika menyendiri dari pada berkumpul dengan yang lain.
"Amel, kerjakan semua laporan ini. Besok pagi sudah harus ada di meja kerjaku," ucap salah satu karyawan yang meletakkan tumpukan dokumen di atas meja kerja Camelia dengan angkuh.
"Iya." jawabnya singkat.
Sebagai karyawan baru, sudah sangat wajar kalau para senior seolah memberikan pekerjaan yang sangat banyak kepadanya. Seperti sudah hukum alam jika senior akan menindas juniornya saat di tempat kerja baru, tapi itu tidaklah menjadi persoalan bagi Camelia.
Camelia mengerjakan semuanya dalam diam tanpa protes atau pun membantah. Baginya ini belumlah seberapa di bandingkan jika dirinya harus menganggur tanpa pekerjaan.
Camelia juga menyadari sebagai karyawan baru, sudah sepatutnya dia harus banyak belajar dari para senior yang ada di situ. Walaupun waktu lemburnya tidak di hitung apalagi mendapat gaji tambahan. Ini hanya sebatas solidaritas membantu meringankan pekerjaan para senior saja.
Walau Camelia terlihat pendiam dan tak banyak bicara dengan yang lain, namun dia adalah tipe orang yang suka membantu. Bahkan mengerjakan semua pekerjaan yang di berikan padanya tidaklah menjadikan dirinya harus mengeluh atau pun tidak terima.
Baru seminggu di perusahaan, sifat Camelia sudah mulai terlihat, yaitu sifat dinginnya yang menutup diri. Ia tidak suka bergaul dengan banyak orang di kantor.
"Akhirnya selesai juga," gumam Camelia setelah semua pekerjaan yang bertumpuk di mejanya telah selesai. "Aku bisa pulang cepat hari ini, kasihan Sansan beberapa hari terakhir ini harus aku titipkan pada Bibi, akibat kesibukanku." ucapnya pelan sambil tersenyum.
Ia membayangkan bisa segera pulang ke rumah dan bertemu dengan Sansan. Baginya Sansan adalah dunianya, sumber kebahagiaannya. Di saat bersama dengan Sansan, semua ekspresi yang tidak ia tunjukkan di kantor, maka secara alami akan muncul dengan sendirinya.
Ia bahkan akan tertawa lepas saat bersama dengan Sansan. Mengamati tumbuh kembang Sansan menjadi kebanggaan tersendiri baginya. Terkadang Camelia akan menemani Sansan belajar, walau tulisan Sansan masih tidak jelas bentuknya.
Coretan pena Sansan yang seperti gulungan benang kusut, tak jelas mana ujung pangkalnya itu mampu membangkitkan senyuman Camelia yang manis. Senyuman yang tak pernah ia tampakkan kepada semua orang, terlebih di kantornya.
"Amel, antarkan dokumen ini ke kantor CEO." ucap atasannya saat melihat Camelia berdiri dari tempat duduknya dan bersiap untuk pulang.
"Baik, Pak." jawab Camelia dengan menerima dokumen dari tangan sang manager. Sepertinya hari ini bukan hanya dirinya yang lembur bekerja, masih ada beberapa orang di kantor yang sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing. Mungkin karena deadline akhir bulan yang harus terpenuhi makanya banyak karyawan yang lembur.
Angan-angan Camelia untuk segera pulang sepertinya tidak dapat berjalan lancar.
Langkah kaki Camelia berjalan menuju ke kantor CEO yang ada di lantai paling atas gedung tersebut. Dengan menggunakan lift karyawan yang memang tersedia di kantor, maka Camelia tidak perlu capek-capek menaiki anak tangga.
"Seperti apa CEO Wijaya Group? Apa mungkin lelaki botak dengan perut buncit serta berkumis tebal." gumam Camelia sambil membayangkan jika CEO tempatnya bekerja seperti bos yang ada di film 'My stupid bos' yang pernah ia tonton di bioskop.
Hanya membayangkan saja Camelia sudah terkikik geli. Jika benar bosnya seperti itu, sudah pasti karyawan tidak akan ada yang betah. Tapi menurut gosip yang beredar bahwa CEO perusahaan tersebut masih muda dan belum menikah.
"Oh, ini ruangannya." ucap Camelia saat melihat ruangan bertuliskan CEO di pintu.
Setelah mengetuk pintu dan mendapat sahutan 'masuk' dari dalam, perlahan Camelia membuka pintu dan masuk. "Permisi Pak, saya di suruh Pak Ilham mengantar dokumen untuk Bapak." ucap Camelia dengan sopan.
"Hem." jawab orang tersebut tanpa berbalik. Karena kursi yang di dudukinya membelakangi Camelia.
Setelah meletakkan dokumen di atas meja, Camelia berniat untuk segera pergi. "Kalau begitu saya permisi, Pak." ucap Camelia. Kemudian dia berbalik badan bersiap untuk keluar ruangan.
"Tunggu!!"
Seketika Camelia menghentikan langkah kakinya. "Iya Pak." ucap Camelia.
"Ka-kamu ..." Camelia sangat terkejut melihat orang yang duduk di kursi CEO. Dadanya berdebar kencang hanya karena melihat orang tersebut. Berbagai perasaan campur aduk menjadi satu.
"Apa kabar, Lia?" tanya lelaki muda dengan santai melihat Camelia yang terkejut melihat dirinya. "Tidak di sangka kita bertemu lagi." lanjutnya sambil tersenyum.
Bersambung ...
"Apa kabar, Lia?" tanya lelaki muda dengan santai melihat Camelia yang terkejut melihatnya. "Tidak di sangka kita bertemu lagi." lanjutnya sambil tersenyum.Camelia yang masih terkejut hanya terpaku diam dengan matanya menatap tajam lelaki muda yang kini sedang berjalan kearahnya. Pandangan mata penuh kebencian dari Camelia tidak membuat lelaki itu terusik. Namun justru seolah tertantang untuk semakin mendekat kearah Camelia."Ternyata setelah 3 tahun tidak bertemu, kamu terlihat semakin cantik dan seksi." ucap lelaki muda itu dengan membelai pipi Camelia sambil tersenyum.Dengan kasar Camelia menepis tangan lelaki tersebut. "Makasih atas pujiannya, pak Reynanda Wijaya yang terhormat." jawab Camelia dengan ketus sambil kakinya selangkah mundur dari hadapan lelaki muda yang tidak lain adalah CEO perusahaan. "Kedatangan saya kemari hanya ingin mengantarkan berkas dari pak Ilham. Dan saya rasa tidak ada lagi yang perlu saya kerjakan disini. Saya permisi, Pak." 
Suara dentuman musik di sebuah pub/club malam terdengar memenuhi ruangan. Bahkan di lantai dansa terlihat begitu banyak laki-laki dan perempuan yang asyik berdansa mengikuti irama musik keras khas club' malam tersebut.Bukan hanya irama musik keras yang memenuhi ruangan tersebut, aroma alkohol juga begitu menyengat saat pertama kali kita memasukinya. Namun keadaan akan berbeda saat kita menaiki lantai dua, tiga, dan empat club'malam tersebut.Lantai dua di khususkan bagi orang yang ingin merayakan party, seperti birthday party atau pun pesta lajang yang akhir-akhir ini marak terjadi sebelum hari pernikahan tiba. Dan juga, di lantai dua ini ada ruang pribadi bagi mereka yang tidak ingin di ganggu oleh tamu yang lain.Sedangkan di lantai tiga bisa dibilang dikhususkan bagi para tamu VIP, atau tamu istimewa. Tidak sembarangan orang bisa menaiki lantai tiga tersebut. Karena dilantai tiga ini dipakai para pebisnis untuk melakukan transaksi bisnis. Atau ada juga
Sedangkan didalam ruangan anggrek terlihat Reynanda menggeram kesal menahan emosi. "Dasar wanita murahan, masih berlagak di depanku." kesalnya.Reynanda yang kesal karena Camelia menolak untuk menemaninya, dengan sedikit kesal dia meraih gelas berisi minuman beralkohol dari tangan salah satu temannya yang duduk tepat disampingnya. Lalu kemudian dia menenggak minuman tersebut hingga tandas.Merasa gelas minumannya direbut Reynanda, sahabatnya itu bingung. Ada masalah apa? Sampai-sampai Reynanda merasa begitu kesal. Bahkan dua sahabat Reynanda yang lain pun, saling pandang melihat apa yang terjadi didepan mereka."Dia kenapa?" bisik Rengga pada Ganda."Aku sendiri juga nggak tahu. Tanya ke dia?" jawab Ganda sambil menunjuk temannya yang duduk disamping Reynanda melalui dagunya. Sedangkan dia lebih memilih melanjutkan menuangkan minuman kedalam gelasnya sendiri lalu meminumnya sedikit.Dengan sebuah isyarat Rengga bertanya pada John (pemuda yang
Tanpa membuang waktu, Camelia segera berbalik badan dan meninggalkan tempat tersebut. Sesampainya di luar ruangan, air mata Camelia sudah tidak dapat ia bendung lagi. "Benar-benar menjijikkan." gerutu Camelia.Sambil tertunduk Camelia berlari meninggalkan ruang anggrek. Saat ini yang ia butuhkan adalah waktu untuk menenangkan diri. Kenapa setiap kali bertemu dengan Reynanda selalu membuat Camelia sakit hati? Lelaki itu tidak pernah berhenti untuk menghinanya.Seharusnya Camelia-lah yang sakit hati atas perbuatan Reynanda di masa lalu, tapi kenapa justru Reynanda seolah-olah merasa bahwa dialah korban yang sesungguhnya disini.Camelia yang menangis sambil tertunduk tidak menyadari bahwa ada orang yang berjalan berlawanan arah dengannya, sehingga ia menabrak orang itu. "Maaf, maafkan saya." ucap Camelia sambil membungkukkan badan untuk meminta maaf pada orang yang telah ditabraknya barusan."Amel?" ucap orang yang ada didepan Camelia. mendengar suara
Reynanda yang merasa kecewa bercampur dengan amarah, kini lebih memilih untuk tetap berada didalam ruangan kantornya. Dia tidak ingin kalau keluar dari ruangan maka akan bertemu dengan Camelia. "Kenapa dia selalu muncul di kepalaku? Benar-benar wanita brengsek." kesal Reynanda yang memang tidak bisa fokus dengan pekerjaannya pagi ini.Padahal pekerjaannya begitu banyak dan menumpuk di atas meja. Berkas-berkas yang membutuhkan tandatangannya juga sudah siap disana. Namun karena satu nama yang mengganjal di pikirannya, membuat semua jadi kacau.Reynanda menghela napasnya, kemudian dia menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi kebesarannya. "Sudah 3 tahun lamanya. Tapi kenapa dia tidak berubah? Apa uang begitu penting? Sehingga dia lebih memilih bekerja sebagai jalang dari pada menjadi kekasihku." gumam Reynanda frustasi dengan pikirannya sendiri tentang Camelia.Apalagi pertemuannya kemarin malam dengan Camelia, di sebuah klub malam langganannya. Membuat hati Reyn
Hari ini Camelia mengajak Sansan keluar rumah dengan ditemani Justin. Sengaja Camelia mengajak Sansan jalan-jalan agar anak itu tidak bosan di rumah.Apalagi setelah Camelia dipecat dari pekerjaannya di perusahaan Wijaya company, dia belum mendapatkan pekerjaan baru. Sehingga banyak waktu luang untuk dia habiskan bersama Sansan.Hanya saja kalau malam hari Camelia masih tetap bekerja di club malam milik Justin, walau lelaki itu sudah berulang kali melarangnya dan meminta Camelia untuk berhenti. Namun demi menutupi kebutuhan sehari-hari, Camelia menolak keras larangan Justin dan memohon agar lelaki itu mengijinkannya bekerja disana.Mereka bertiga terlihat seperti sebuah keluarga yang sangat harmonis, ditambah Sansan yang juga sangat dekat dengan Justin. Mungkin sekilas orang yang melihat akan mengira bahwa Justin adalah sosok kepala keluarga yang penyayang.Sansan terlihat bahagia, dia selalu menanyakan apapun yang dilihatnya. Sungguh benar-benar anak yan
Braakk!! Reynanda menggebrak meja kerjanya dengan begitu kuat, sehingga Dimas (asisten pribadinya) terlonjak karena terkejut bukan main. Ada apa dengan bosnya pagi ini? Kenapa suasana hatinya terlihat begitu buruk? "Brengsek! Bajingan! Aku pastikan kamu tidak akan bisa berebut apapun denganku kali ini. Dia milikku, sampai kapanpun dia akan tetap menjadi milikku." Reynanda terlihat begitu marah. Dengan sorot mata seakan berubah menjadi belati tajam yang siap melukai siapapun yang ada didepannya. Beberapa kali ia terlihat mengusap kasar wajahnya, pertanda jika Reynanda sedang frustasi akan sesuatu. Dan Dimas sudah bisa menduga jika ini ada kaitannya dengan pencariannya selama tiga hari terakhir. Yaitu perihal tentang Camelia, seorang pegawai baru yang belum lama ini dipecat dari perusahaan karena sebuah rumor yang kurang sedap. Sebagai asisten dan juga tangan kanan Reynanda, tentu saja dia bisa dengan mudah mengetahui rumor-rumor yang beredar dilingkung
"Ya Tuhan ... Kenapa aku begitu bodoh. Tidak seharusnya aku mempercayai Nadin." rasa penyesalan terlihat jelas diraut wajah Reynanda kali ini.Ya memang benar jika Nadin-lah yang memberikan semua informasi tentang Camelia kepada Reynanda, selama mereka berdua berhubungan jarak jauh. Dikarenakan waktu itu Reynanda harus meneruskan kuliah di luar negeri. Sedangkan Camelia tetap tinggal di Indonesia.Sebagai sahabat paling dekat dengan Camelia, maka Reynanda tidak menaruh rasa curiga sedikitpun pada Nadin. Bahkan pernah suatu ketika Reynanda membuktikan dengan datang ke Indonesia.Dan ternyata apa yang dikatakan Nadin benar adanya jika waktu itu Camelia benar-benar sedang mengasuh balita mungil yang amat lucu serta menggemaskan. Sehingga semakin menguatkan dugaan jika Camelia memang selingkuh selama Reynanda kuliah di luar negeri."Aarrrggghh ..." Reynanda meluapkan rasa kesalnya pada dirinya sendiri."Aku tidak dapat membayangkan, bagaimana kam