Share

Tidak punya pilihan

"Apa kabar, Lia?" tanya lelaki muda dengan santai melihat Camelia yang terkejut melihatnya. "Tidak di sangka kita bertemu lagi." lanjutnya sambil tersenyum.

Camelia yang masih terkejut hanya terpaku diam dengan matanya menatap tajam lelaki muda yang kini sedang berjalan kearahnya. Pandangan mata penuh kebencian dari Camelia tidak membuat lelaki itu terusik. Namun justru seolah tertantang untuk semakin mendekat kearah Camelia.

"Ternyata setelah 3 tahun tidak bertemu, kamu terlihat semakin cantik dan seksi." ucap lelaki muda itu dengan membelai pipi Camelia sambil tersenyum.

Dengan kasar Camelia menepis tangan lelaki tersebut. "Makasih atas pujiannya, pak Reynanda Wijaya yang terhormat." jawab Camelia dengan ketus sambil kakinya selangkah mundur dari hadapan lelaki muda yang tidak lain adalah CEO perusahaan. "Kedatangan saya kemari hanya ingin mengantarkan berkas dari pak Ilham. Dan saya rasa tidak ada lagi yang perlu saya kerjakan disini. Saya permisi, Pak." 

Tidak ingin berlama-lama di tempat tersebut, Camelia segera berbalik badan. Namun cengkeraman dari lelaki itu membuat Camelia tidak lagi melanjutkan langkahnya. "Setelah lama tidak bertemu. Aku ingin tahu, apakah kamu masih sama seperti dulu?" sarkas lelaki muda yang ternyata bernama Reynanda tersebut. 

Camelia mengerutkan keningnya tidak mengerti arah pembicaraan Reynanda. "Apa maksud Bapak?" tanyanya. 

Reynanda berjalan mengitari tubuh Camelia, dengan pandangan matanya melihat dari atas sampai kebawah. Dan hal itu semakin membuat Camelia tidak mengerti.

"Aku hanya penasaran selama tiga tahun ini apakah kamu masih melakukan pekerjaan yang sama?" tanya Reynanda dengan nada meremehkan kearah Camelia. "Pekerjaan lama kamu yang datang dari pelukan laki-laki satu ke pelukan laki-laki lain? Bahkan karena hal itu bukan, sampai-sampai kamu bisa hamil diluar nikah?" lanjutnya sambil tersenyum miring.

Dada Camelia seakan bergemuruh dan terasa panas mendengar ucapan Reynanda, tangannya mengepal kuat seolah bersiap untuk memberikan pukulan keras kearah mulut lelaki di depannya itu yang sudah terang-terangan menghinanya.

"Pak Reynand tidak perlu khawatir akan hal itu. Kalau pun saya masih seperti yang ada di dalam pikiran bapak. Tidak sepatutnya bapak merasa takut ataupun cemas, karena lelaki seperti bapak bukanlah target saya." justru ucapan itu yang keluar dari bibir mungil Camelia sambil tersenyum, sepertinya ucapan dari Reynanda tidak berpengaruh sama sekali bagi Camelia.

"Dan maaf, sepertinya tidak ada lagi yang perlu saya kerjakan disini. Saya permisi, Pak Reynand." lanjutnya kemudian berbalik badan tanpa menunggu persetujuan dari Reynanda.

Setelah berada didepan ruangan CEO, Camelia menepuk dadanya beberapa kali untuk meringankan rasa sesak yang membuatnya ingin sekali menangis. 'Aku harus kuat. Dia hanyalah masa lalu yang tidak perlu untuk diingat. Sebaiknya besok aku segera menyerahkan surat pengunduran diri dari tempat ini.' batin Camelia.

Sambil berjalan menyusuri koridor, tangan Camelia mencengkram kuat tali tas selempang yang ia kenakan. Matanya sudah berkaca-kaca dan siap untuk menangis karena ucapan Reynanda tadi. Hingga sesekali Camelia mendongakkan kepalanya keatas sambil menghela napasnya menahan supaya air mata tidak jadi keluar.

Sedangkan Reynanda yang tidak menyangka akan jawaban dari Camelia, dia menjadi emosi. Dengan kasar Reynanda menarik dasinya supaya sedikit longgar dari lehernya. Napasnya terdengar memburu, dadanya kembang kempis seperti siap melampiaskan segala amarahnya.

"Tiga tahun, Lia. Tiga tahun ini aku berusaha melupakanmu. Kenapa? Kenapa kamu tega menghianatiku, Lia? Kenapa?" ucapan frustasi dari Reynanda seolah memenuhi ruangan.

"Bahkan setelah kita bertemu lagi. Tidak terlihat penyesalan sama sekali dari mata kamu. Seolah kamu bangga dengan pekerjaan kamu sebagai jalang." desis Reynanda. Rahangnya mengeras, sorot mata tajam dengan aura kejam membunuh menguar dari diri Reynanda saat ini.

Tanpa berpikir panjang Reynanda berjalan menuju ke meja bar yang ada di ruangannya. Mengambil sebotol minuman keras yang tersusun rapi di sebuah bufet kaca didekat meja bar tersebut. Menuangkan minuman itu kedalam gelas dan meneguk tanpa sisa, kemudian dia mengisi lagi gelas kosong tersebut dan kembali meminumnya hingga botol itu akhirnya kandas tak bersisa.

Suasana hatinya sedang buruk saat ini. Padahal waktu dia mengetahui jika Camelia bekerja di perusahaannya, ada secercah harapan agar bisa kembali bersama dengan 'Mantan kekasihnya' itu. 

Jawaban Camelia tadi sungguh membuat semua harapan Reynanda musnah sebelum sempat dia merealisasikannya. Padahal tadi Reynanda hanya berniat untuk memastikan bahwa Camelia telah berubah, namun kenyataannya dia salah. Begitulah yang ada di pikirannya.

"Aku pastikan, kamu akan menyesal telah menghianatiku, Lia. Tunggu pembalasan dariku." ucapnya dengan penuh penekanan. 

***********

Sedangkan Camelia yang kini sudah berada di dalam sebuah taksi, hanya bisa menangis dalam diam. Pandangan matanya melihat keluar jendela, pikirannya berkelana jauh dari tempatnya. Pertemuan dengan sang mantan seolah membuka luka yang ingin sekali Camelia kubur dalam-dalam.

Luka lama yang masih membekas di dalam hatinya hingga kini. Bagaimana dulu Camelia melihat dengan mata kepalanya sendiri saat Reynanda dengan bangga menggagahi sahabat baiknya di saat Camelia sedang berduka akan kematian kakak dan kakak iparnya dalam kecelakaan.

Waktu itu Camelia yang sangat bersedih karena kematian sang kakak dan kakak iparnya hanya bisa mengurung diri dikamar. Hingga sebuah pesan dari nomor yang tidak di kenal masuk melalui akun W******p, dengan menampilkan sebuah foto kekasihnya yang sedang berada di sebuah hotel bersama dengan sahabat baiknya.

Camelia yang sangat terkejut dan penasaran, dia pun segera menuju ke alamat hotel yang di kirimkan oleh nomor yang tidak di kenal itu. Hanya ingin memastikan apakah benar itu kekasihnya atau bukan. 

Tidak disangka setelah sampai di tempat yang dituju, pemandangan yang jauh diluar dugaannya kini terpampang jelas didepan mata. Reynanda terlihat tanpa mengenakan pakaian berada di atas tubuh seorang gadis yang tidak lain adalah sahabatnya sendiri. 

Seketika hati Camelia terasa hancur berkeping-keping, dia memberanikan diri masuk ke dalam kamar untuk menanyakan maksud dari semua itu. Namun jawaban dari Reynanda semakin membuat Camelia semakin hancur dan merasa jijik. 

"Kenapa? Kamu kaget melihatnya? Tidak perlu kaget. Kalau kamu bisa melakukannya dengan pria lain selama aku pergi melanjutkan kuliah di luar negeri sampai kamu bisa melahirkan seorang anak, kenapa aku tidak? Sekarang Nadin adalah kekasihku. Sebaiknya kamu tidak mengganggu hubungan kami. Kita putus detik ini juga!" 

Kata-kata itulah yang sampai sekarang masih membekas dan terngiang di hati Camelia hingga kini. Dari situ juga Camelia memutuskan untuk pergi meninggalkan kota asalnya dan merantau ke kota besar seperti Jakarta untuk memulai hidup baru bersama Sansan. 

Balita lucu yang masih berusia belum genap setahun itu dia bawa ke Jakarta. Tiga tahun perjuangannya untuk bertahan hidup di kota besar itu patut di acungi jempol. Hingga saat ini Sansan tumbuh dengan baik tanpa kekurangan apapun.

Mengingat itu semua rasanya begitu sesak, sakit hati, sedih, kecewa, berbagai perasaan campur aduk jadi satu. Tidak ada tempat bagi Camelia untuk bersandar kala itu, hingga akhirnya dia bertemu dengan Justin. Pemuda baik hati yang memberikannya pekerjaan sampingan sebelum Camelia mendapatkan pekerjaan tetap.

Setelah 3 tahun berlalu, kenapa Reynanda harus hadir kembali di depan matanya? Seolah mengorek luka lamanya yang sempat mengering.

Akibat melamun, tanpa dia sadari kini Camelia sudah sampai didepan rumahnya. Setelah membayar ongkos taksi, Camelia segera turun dan berjalan memasuki rumah dengan langkah gontai.

"Aku tidak akan membiarkan Reynan kembali mengusik hidupku. Tidak akan pernah aku biarkan hal itu terjadi lagi." 

**********

Pagi ini Camelia datang lebih awal dari biasanya, dia berniat untuk menyerahkan surat pengunduran dirinya. Baginya lebih baik kehilangan pekerjaan dari pada harus bertemu dengan lelaki itu lagi.

"Amel, kalau kamu ingin mengundurkan diri, kamu harus meminta persetujuan dari CEO. Sebaiknya kamu bawa sendiri surat pengunduran diri kamu ke ruangan beliau." ucap kepala HRD. 

Dengan berat hati Camelia berjalan menuju ke ruangan CEO. Dan untungnya CEO sudah datang pagi ini, sehingga Camelia tidak perlu menunggu terlalu lama.

"Selamat pagi, Pak." sapa Camelia. 

"Pagi." jawab Reynanda datar. 

Camellia berjalan mendekat ke meja Reynanda yang sepertinya tidak begitu peduli akan kehadirannya. Terbukti jika dia tidak sedikitpun menatap Camelia yang berdiri didepannya. 

"Apa ini?" tanya Reynanda saat Camelia menyodorkan sebuah amplop di depannya. 

"Itu surat pengunduran diri saya, Pak. Mohon bapak memberikan tandatangan." 

Reynanda yang memang sudah mengetahui tujuan Camelia ke ruangannya. Dia mengerutkan keningnya, "Apa kamu tidak tahu konsekuensi mengundurkan diri sebelum kontrak kerja berakhir?" tanya Reynanda dengan mimik wajah serius.

"Konsekuensi? Konsekuensi apa?" Camelia bingung dengan pertanyaan Reynanda.

"Bacalah." ucap Reynanda sambil menyodorkan berkas kearah Camelia. Yaitu berkas kontrak kerja yang pernah Camelia tandatangani.

Walau bingung, Camelia mengambil berkas tersebut dan mulai membaca. Matanya terbelalak lebar saat membaca berapa denda yang harus dia bayarkan. "200 juta?" 

Reynanda menaikkan sebelah alisnya. "Kenapa? Kaget? Seharusnya kamu pelajari baik-baik sebelum memutuskan untuk menandatangani kontrak kerja dengan perusahaan." 

'Dapat uang dari mana sebanyak itu?' batin Camelia gusar. 

"Apa masih perlu aku tandatangani surat pengunduran diri kamu?" tanya Reynanda dengan nada meremehkan. 

Camelia menatap tajam kearah Reynanda. "Tidak perlu, makasih." ucap Camelia yang kemudian mengambil kembali surat pengunduran dirinya lalu dia keluar dari ruangan CEO dengan hati kesal. 

Mau tidak mau kini Camelia harus tetap bertahan di perusahaan tersebut. Tidak ada pilihan lain baginya selain menyelesaikan kontrak kerja yang memang sudah ia tandatangani. Tapi kenapa Camelia merasa jika waktu tandatangan kontrak, dia tidak membaca soal denda? Apa mungkin dia melewatkannya?

Setelah Camelia keluar dari ruangannya, Reynanda terlihat tersenyum puas. Seakan berkas yang kini ada di tangannya adalah senjata ampuh yang dapat melumpuhkan musuh-musuhnya. "Ternyata kamu masih sebodoh dulu. Mudah untuk di tipu."

"Kamu pikir setelah masuk ke wilayahku, kamu akan mudah keluar begitu saja?" senyum misterius terbit dari sudut bibir Reynanda. "Aku tidak akan melepaskanmu dengan mudah kali ini, tidak peduli walau kamu adalah bekas jalang sekalipun. Aku akan membuatmu kembali padaku, Lia." 

Bersambung ...

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status