Share

BAB 4

Penulis: SISKA JUNIA
last update Terakhir Diperbarui: 2025-09-10 18:52:15

Pattie memberikan aku rok, jadi aku bisa menggunakan baju kaos Darren dengan rok sebagai bawahan. Aku mengikat baju kaosnya, menjadi terlihat pendek.

Beruntung Pattie bisa mengerti keadaanku, jika aku masih belum bisa menyesuaikan diri dengan kondisi ini. Jadi dia lebih aktif mengajakku berbicara di bandingkan harus aku yang membuka topik.

Rumah Pattie memiliki taman yang lebih luas dari rumah Darren. Aku berjalan kaki tanpa alas kaki di taman rumahnya. Suasana disini juga cukup sejuk, matahari tidak terlalu panas menembus kulitku.

Berbeda dengan rumah Darren, aku hanya bisa menikmati taman rumah Darren setiap pagi dan Sore. Itu juga aku harus memastikan agar matahari tidak terlalu panas.

Aku duduk di bangku taman dan menikmati angin yang berhembus ke arahku. Jika aku sedang berkunjung ke rumah orang tua Theo, Ibunya pasti mengajakku memasak untuk makan malam, atau membuat cemilan favorit Theo.

Dan saudara-saudara Theo pasti mengajakku untuk bermain, ntah itu PS, menonton film terbaru dari CD bajakan atau hal lainnya. Sehingga aku tidak bosan, dan benar-benar akrab dengan keluarga Theo, sangat akrab dan seperti di rumah sendiri.

Aku memeluk tubuhku sendiri. Aku benar-benar merindukan Theo hingga aku tidak bisa berhenti memikirkannya, aku merindukannya. Aku ingin bisa menyentuhnya dan memeluknya.

“Leora.”

“Mom,” Pattie duduk di sampingku.

“Menyenangkan berada disini, bukan? aku juga suka tempat ini.”

Aku mengangguk. Pattie tersenyum, matanya menatapku. Kuharap dia tak merasakan kecanggungan yang sedang aku rasakan.

“Bagaimana hubunganmu dengan Darren? aku harap kalian semakin dekat.”

“Hubungan kami baik-baik saja, Mom. Justin menerima bulan madu, tapi katanya ia sedang mencari waktu yang tepat, aku akan terus mendesaknya,” aku tersenyum.

Pattie mengangguk. kecanggungan itu kembali terasa, Pattie hanya diam dan menatap pergerakan pohon yang bergerak karena angin. Angin mulai berhembus lebih kencang.

“Leora, kembali ke kamar,” ujar Darren.

“Ada apa?”, aku menatap Darren.

Ia tiba-tiba muncul hanya dengan celana pendek dan tanpa baju. Ia melirik Pattie sesaat, lalu kembali menatapku. Aku meninggalkan Darren yang tertidur tadi, sekitar setengah jam yang lalu.

“Kembali saja ke kamar, jangan banyak bertanya,” aku mengangguk.

“Mom aku ke kamar dulu”, Pattie mengangguk.

Saat aku melewati Darren, Darren terdengar mendesah dengan keras. Aku meninggalkan mereka dan masuk ke dalam.

Saat aku berbalik, aku melihat Darren tengah berbicara dengan Pattie, dia menyuruhku ke kamar bukan karena ada kepentingan denganku, tapi dengan Ibunya.

Aku segera menuju kamar, lalu menutup pintu. Aku merasa seperti orang tolol jika seperti ini, handphoneku sudah Darren sembunyikan secara terpisah dengan isinya.

Aku bingung ingin melakukan apa karena semua yang ada disini di kerjakan oleh pelayan. TV hanya ada di Ruang tengah, di setiap kamar tidak ada.

 Lalu apa yang bisa aku lakukan?

Membersihkan kolam renang?

Aku mendekati deretan buku yang ada di rak buku. Kebanyakan Novel, tapi beberapa ada buku tentang pengetahuan secara umum. Aku tidak suka membaca, aku bukan orang yang pintar.

Justru Theo yang pintar. Shit. Semakin aku mengingatnya, aku semakin ingin lari dari rumah ini dan bertemu Theo, sungguh.

Ini masih jam 3 sore. Waktuku terlalu banyak jika aku harus tidur lagi. Pintu tiba-tiba terbuka, Theo muncul dan ia segera menutup pintu. Tangannya membawa pepsi yang kami beli pagi tadi dan sisa kentang tadi.

“Kau mau?” aku mengangguk.

Karena aku sungguh sedang ingin minum pepsi, bukan kentang gorengnya. Ia memberikan aku semua yang ada di tangannya, lalu ia naik ke atas tempat tidur dan membuka laptop yang sudah terbaring di atas selimut sejak aku masuk ke kamar ini.

“Matikan lampu kamarnya,” aku mengangguk.

aku mematikan lampu kamar Darren, kamar ini terlihat gelap dan hanya ada cahaya dari laptop yang sedang menyala. Aku mendekatinya dan duduk di atas tempat tidur.

“Ini laptop temanku, menurutmu film apa yang bagus? Porno?” aku membelalakan mataku ketika ia menatapku.

Ia menggigit lagi bagian dalam mulutnya, lalu kembali menatap laptop. Aku meminum pepsinya dan memperhatikannya yang sedang berkutat dengan laptop. Satu hal yang aku tahu, Darren adalah tipikal orang yang sangat fokus dan teliti, apa yang ia lakukan, selalu ia lakukan dengan serius.

“Minumku,” aku menyodorkan pepsinya.

Astaga. Aku pikir dia sudah memberikan seutuhnya padaku, hingga pipetnya aku gigit. Ia memandang pipetnya beberapa saat, lalu memasukannya ke dalam mulutnya. Bersyukur dia tidak berkomentar.

Ia menyenderkan punggungnya ke kepala tempat tidur. Aku semakin mendekat, aku ingin tahu apa yang ia tonton. Ternyata film The Legend Of Hercules.

“Boleh aku ikut menonton?”

“tidak,” ketusnya.

“Tentu boleh, kau pikir untuk apa aku menyuruhmu kesini?” aku tersenyum kecil.

Lalu mendekatinya, aku duduk di sampingnya dengan jarak 2 jengkal tanganku yang kecil. Aku memangku bantal dan duduk bersila.

Aku menganga melihat seorang istri Raja yang bercinta dengan Dewa, tapi Dewa itu tidak berwujud, dan wanita itu terlihat tengah bercinta dengan Angin. Angin berhembus di sekelilingnya selimut yang ia pakai mengembang dan terlihat seperti ada seseorang di dalamnya, padahal tidak ada.

Darren mempercepat filmnya. Aku hanya meliriknya tanpa berkomentar, ia juga melewati pertarungan Hercules saat Hercules menjadi budak. Aku tidak tahu apa yang ia cari di film ini.

“Dia memiliki tubuh yang bagus,” ujarku.

Hercules terlihat semakin panas saat ia berada di air terjun. Darren terlihat mendengus, dan ia mempercepat sedikit lagi film itu. jika seperti ini, sia-sia aku menonton.

“Tubuh wanita ini baru bagus”, ia memuji gadis yang di sukai Hercules.

“Memang, jika tidak bagus, tidak mungkin dia bermain film di film ini,” ujarku.

Aku menggigit bibirku ketika adegan mulai panas. Apakaha Zaman dulu memang gila? Bercinta di hutan? Kadanga ku berpikir, dimana Hercules mendapatkan kapas untuk alas tidur mereka.

Sungguh. Film ini membuat orang berfantasi liar secara tidak masuk akal.

“Leora, kau tau, jika kau memiliki kecantikan seperti gadis itu, aku bisa menciummu setiap hari.”

“Oh ya? jika aku memiliki kecantikan seperti gadis itu, aku tidak akan mau di cium olehmu,” aku tertawa kecil.

Darren tiba-tiba merengkuh leherku.

“Apa kau bilang?”

“Akukan bercanda”, aku mengkerutkan bibirku.

Darren melepaskan tangannya di leherku, lalu ia kembali menyedot pepsinya. Lalu ia menaruh pepsinya di atas bantal yang aku pangku.

 Aku meminum pepsinya. Ia melirikku dari sudut matanya, tapi tidak berkomentar.

“Film ini tidak seru, lebih baik nonton film porno,” aku membelalakan mataku lagi.

Theo juga sering seperti Darren, tapi dia tidak mengajakku nonton film porno. Dia biasa nonton sendiri, kadang menonton sambil menelponku. Aku tau, laki-laki tak akan bisa jauh dari aktivitas seperti ini. Darren memegang tanganku saat aku ingin menjauh.

“Temani aku.”

“Bukankah menonton sendiri lebih menyenangkan?”

“Jika menyenangkan menonton sendiri, aku tidak akan menyuruhmu menemaniku. Lagipula kau bosankan? Kau memilih menemaniku atau menguras kolam renang?”

Aku menunduk dan memilih menurut. Ia segera memilih-milih film di laptop itu dan tetap mencengkram pergelangan tanganku.

Aku tidak akan pergi jika dia tidak mengizinkanku, bukankah aku selalu menurut atas apa yang ia inginkan?

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Pesona Suami Dingin dan Posesif   BAB 80

    “Leora.”Aku menatap Ibuku dan James yang berlari menuruni anak tangga. Aku memutar bola mataku, lalu menarik Darren.Aku memeluk tubuh Ibuku sebentar, lalu berjalan ke kamar.“Leora, aku tau kau marah padaku, aku minta maaf.”James berucap di belakangku. Aku mengabaikannya, lalu masuk ke dalam kamar. Darren menutup pintu dan menguncinya.“Apa dia sudah mengerti kenapa aku membenci kekasihnya?”“Mungkin, setelah kau menamparku.”Darren melepas pakaiannya dan memasukannya ke keranjang kotor.“Maaf, aku tidak sengaja.”“Aku tau.”Darren menutup lemari. ia menarik nafas, lalu berbaring di atas tempat tidur.“Aku sangat lelah.”“Lelah? Padaku?”“Hanya lelah, tidak tahu akan apa.”Aku menatap Darren. Lalu memeluk lehernya, Darren memeluk punggungku dengan lembut. aku menc

  • Pesona Suami Dingin dan Posesif   BAB 79

    Aku masih terperangkap dalam pelukan Darren. ia masih tertidur, dan tangannya dengan erat memeluk tubuhku.Aku tau aku melukainya, aku sangat melukainya dalam waktu 2 bulan terakhir ini.“Hei, selamat pagi.”Darren mencium keningku dengan lembut. Aku tersenyum tipis.“Selamat pagi.”“Apa kau ingin sesuatu pagi ini?”Aku menggeleng. Aku tidak menginginkan apapun, sekalipus aku harusmenahannya jika aku butuh sesuatu. Aku tidak peduli jika aku harus mual sepanjang hari, anak ini, dia membuatku menjadi orang jahat, jahat pada suamiku sendiri.“Bagaimana jika kita mengunjungi Dokter France?”“Terserah padamu,” ujarku dengan pelan.“Hei, bersemangatlah. Kau terlihat pucat dan sedih.”Darren melepaskan pelukannya, lalu menyangga kepalaku dengan lengannya.“Aku baik-baik saja,” Darren hanya mengangguk tanpa ber

  • Pesona Suami Dingin dan Posesif   BAB 78

    ***James menjauhiku hari ini setelah pagi tadi aku melukai Lucyana.Jika kami ada dalam satu tempat yang sama, dia akan memutuskan untuk pergi dan tidak mau menegurku. Andai dia tau jika kekasihnya itu mantan suamiku dan pernah mengirim pesan menggoda ke suamiku, dia pasti tak akan semarah ini.Aku duduk di sofa sambil meminum teh-ku dan membaca majalah. Aku sudah sangat lelah tiduran di tempat tidur.Aku memandang layar handphoneku yang menyala.Saat aku ingin mengambilnya, seseorang terlebih dahulu mengambilnya.“Alice mengirim pesan, katanya dia ingin hang out, besok,” ujar Darren.Ia memeriksa handphoneku dan duduk di sofa single. Ia mengangkat kakinya layaknya boss. Ups, aku lupa, dia kan memang boss.“Lalu Zayn mengirim pesan, katanya bajumu sudah bisa di ambil, dan harus besok, karena dia akan ke New York untuk New York Fashion week.”“Darren

  • Pesona Suami Dingin dan Posesif   BAB 77

    Aku mendengus secara tidak sengaja begitu melihat Lucyana di meja makan pagi ini.Darren menatapku, tapi aku tetap terpaku menatap meja makan. Menjengkelkan. Kenapa dia harus disini? andai aku bisa mengatakan pada mereka jika aku tidak suka dengan Lucyana.“Selamat pagi,” ujar Darren.Aku duduk di kursiku dan Darren di sampingku. Zeke menyenggol siku-ku.“Kenapa kau cemberut?” aku menggidikan bahuku.“Jadi, kalian sudah berpacaran cukup lama selama di Jerman?” tanya ayahku pada James dan Lucyana.“Ya, kami berpacaran tidak lama, kami baru memulainya, baru selama 1 tahun,” jawab Lucyana dengan senyum sok manis dan tak berdosanya.James tersenyum, ia mengusap punggung tangan Lucyana. Andai aku boleh berjalan ke arah mereka, lalu menancapkan pisau garpu di punggung tangan gadis sialan itu.“Jadi, disini kau tinggal dengan siapa Lucyana?” tanya Ibuku.

  • Pesona Suami Dingin dan Posesif   BAB 76

    ***Aku menggunakan Jumpsuit berwarna kuning.Kami sudah bersiap untuk makan malam, walaupun cukup melelahkan setelah perang yang kami lakukan tadi dan baru ber-akhir setengah jam yang lalu.Darren memelukku dan membiarkan aku duduk di atas pangkuannya.“Aku sangat melukaimu tadi, Mommy.”“Tidak, aku sangat menikmatinya, Daddy. percayalah. Itu sangat liar, dan aku suka.”Aku tersenyum. Darren menurunkan lengan pakaianku, menatap dadaku yang terbungkus bra. Ia menatap bekas luka disana, gigitan yang meninggalkan bekas merah, dan kissmark. Tapi sungguh, ini adalah keinginanku.Ia mengecup kulitku dengan lembut. lalu ia membenarkan pakaianku.“Jangan berbohong padaku.”“Oh sayang, aku tidak berbohong. Kita bahkan menghabiskan semangkuk cream, dan rasanya aku kenyang sekarang.”Darren mengusap pipiku.“Terima kasih hadiahnya.&rd

  • Pesona Suami Dingin dan Posesif   BAB 75

    Aku keluar dari rumah sakit.Darren merangkul bahuku dengan lemmbut, melapisi tubuhku dengan Jacket kulitnya.Paparazzi mendekat, tapi Darren mengabaikannya dan merangkulku lebih erat lagi.Ia membuka pintu, lalu membiarkan aku masuk dan dia menyusulnya di pintu lain.Darren menggerakan mobilnya dengan hati-hati, lalu melaju cepat begitu jauh dari keramaian. Darren meremas tanganku dengan lembut. lalu menariknya dan mencium punggung tanganku.“Aku cinta padamu, leora.”“Aku cinta padamu, sayang,” balasku.Kami sampai. Mobilnya berhenti di beranda rumah, dia membiarkan kuncinya tergantung di lubang kunci, agar satpam bisa memarkirkan mobilnya di garasi.Kami keluar dari mobil, Darren merangkulku lagi dengan lembut.Saat kami ingin membuka pintu. pintu terbuka lebih dahulu, Jeremy muncul dan ia meraih kerah baju Darren, hingga Darren terdorong ke belakang.“Dad,” uja

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status