Home / Romansa / Pesona Suami Wasiatku / 14. Antara Laporan, Latte, dan Kesucian Bibir

Share

14. Antara Laporan, Latte, dan Kesucian Bibir

Author: Suci Komala
last update Last Updated: 2025-10-30 07:19:22

Pagi itu Mei Lin dan Zhang Yichen berangkat ke kantor bersama. Agar karyawan tidak curiga, Mei Lin memilih turun di tikungan jalan.

"Kau yakin?" tanya Zhang Yichen.

Mei Lin menatap suaminya. "Sejujurnya, sih, malas. Aku udah cantik, udah rapi, dan wangi harus kembali berkeringat karena jalan kaki!"

"Kalau begitu tidak usah turun. Kita lan--"

"Eh, tidak, tidak!" Mei Lin mengibaskan tangan cepat. "Aku turun saja! Aku tidak mau ada rumor aneh di kantor!"

Mei Lin bersiap membuka pintu. Sebelum turun, ia memastikan jika tidak ada karyawan Zhang Grup di sekitar.

"Oke, aman!" cicitnya yakin.

Mei Lin turun, mobil Zhang Yichen pun melanjutkan perjalanan. Gadis itu hanya bisa menarik napas panjang, pasrah.

Sepuluh menit. Mei Lin sudah tiba di lobi dan bergegas menuju lantai 31.

Keluar dari lift, Mei Lin disuguhkan dengan aktivitas seperti biasanya. Ada yang baru datang, ada yang membersihkan meja kerja, dan suara printer yang seolah-olah memberi ketukan semangat.

"Selamat pagi dunia! Pastikan semua tetep asyik!"

"Pagi!" jawab semua serempak. Ada yang tersenyum, ada pula yang menggeleng kemudian.

Chen menatap Mei Lin dari jauh sambil tersenyum. "Aku rasa kantor ini tidak butuh jam weker lagi sejak Nona Mei jadi sekretaris."

Mei Lin menyimpan tas di meja kerjanya, lalu ke pantry.

Kini, dua gelas racikan kopi yang ia yakini sebagai asupan tenaga hari itu siap dinikmati.

Mei Lin berjalan ke ruang CEO dengan nampan di tangan, lalu menaruh dua gelas kopi di atas meja.

"Ini latte tanpa gula dan espresso double shot. Tebak yang mana punyamu?"

Zhang Yichen menatapnya sekilas tanpa berpaling dari dokumen. "Yang tidak membuatku pusing."

"Berarti espresso!"

"Salah! Aku pusing mendengar suaramu di pagi hari."

Mei Lin mendengkus. "Cih! Kau keterlaluan!"

Mei Lin lantas duduk di kursi depan meja kerja sang CEO, memeriksa laptop, lalu bertanya, "Tuan Zhang, laporan keuangan sudah aku kirim lewat email. Mau aku cetak juga?"

"Sudah kubaca."

"Serius? Cepet banget."

"Aku membaca dengan mata, bukan dengan dramatisasi."

"Wah, aku disindir halus, nih!"

Zhang Yichen mengangkat alis. "Aku hanya jujur."

"Dan jujur itu kadang kejam!"

"Tergantung siapa yang mendengarkan."

Mei Lin mendesah, menyeruput latte-nya, lalu menatap bosnya lama-lama.

"Tuan Zhang, kau sadar nggak, ekspresimu nggak pernah berubah?"

"Harusnya?"

"Ya … sedikit variasi gitu. Misalnya, senyum manis, tatapan hangat, atau minimal 'terima kasih atas kopinya, Mei Lin yang imut'."

Zhang Yichen menatap istrinya datar. "Aku tidak pernah bilang kau imut."

"Tapi kau juga tidak menyangkal."

Hening sesaat.

Zhang Yichen akhirnya berkata pelan, "Aku memilih diam karena ... membenarkan ucapanmu berarti memancing masalah baru."

"Haha .... Kau takut baper, kan?"

"Aku takut ruangan ini jadi tempat gosip."

Mei Lin memutar bola matanya dan memilih keluar, ke meja kerjanya.

---

Mei Lin dengan serius memainkan bolpoin di catatan hariannya. Tanpa ia sadari Zhang Yichen membungkuk di belakangnya, membaca laporan di layar monitor.

"Kau salah menulis angka di sini!"

"Yang mana?"

"Bagian revenue kuartal dua."

"Eh? Mana? Aku--"

Mei Lin memutar kursi untuk melihat layar --dan cup!

Bibir Mei Lin beradu dengan pipi CEO itu, membuat sang empu pipi menoleh. Sekarang jarak mereka hanya dua sentimeter saja.

Mei Lin membeku.

Jantungnya langsung berdetak dua kali lipat. Embusan napas pria itu hangat, wangi kopi. Matanya tajam, menusuk sanubari. Mulutnya ... terlalu dekat untuk situasi normal.

"Aku-aku betulkan sekarang juga!"

"Jaga jarak di kantor, Nona Mei!"

"Kau pikir aku sengaja mencium pipimu!"

"Aku tidak bilang begitu."

"Kau yang membuat ini terjadi!"

Hening.

Sampai Chen tiba-tiba datang membawa dokumen.

"Nona Mei, ini dokumen aud --oh, maaf mengganggu."

Mei Lin cepat-cepat mundur, bahkan kursinya hampir jatuh. Ia langsung tegak seperti prajurit.

"TIDAK! Sama sekali tidak ganggu! Kami cuma bahas … angka revenue! Hehehe ... ya --itu!" Mei Lin tersenyum garing.

Chen menggaruk kepalanya yang tidak gatal, lalu menyimpan dokumen itu di meja. "Kalau begitu, nanti saja kita bahas!" Pria itu melangkah cepat meninggalkan mereka.

Mei Lin mengembuskan napas lega sambil memegang pipinya. "Astaga, jantungku hampir migrasi!"

Kini, Mei Lin menatap sinis suaminya. "Gara-gara kau bibirku tak suci lagi!"

Zhang Yichen membulatkan matanya, lalu tersenyum sarkas. "Kau terlalu reaktif!"

"Bilang saja kau senang! Dan kau beruntung karena bibirku ini baru menyentuh pipi seorang pria!"

Zhang Yichen hanya diam, tetapi hatinya berkata, 'Waw! Anggap saja bonus untukku!'.

"Terus tadi, bukannya bantuin jelasin sama Chen, malah diam saja!"

"Aku CEO. Bukan pemeran drama remaja."

"Tapi kau cocok jadi peran utamanya."

Zhang Yichen menatap Mei Lin lagi, mata mereka bertemu. Kali ini, senyum tipisnya muncul lebih cepat.

"Dan kau cocok jadi sumber kekacauan di setiap episodenya!"

"Wah, terima kasih. Itu pujian atau ancaman?" Mei menaikan sebelah alisnya.

"Keduanya!" jawab Zhang Yichen tegas sambil melengos pergi kembali ke ruangannya.

---

Sore menjelang.

Kopi sudah habis, laporan selesai, tetapi Mei Lin masih betah di meja kerjanya. Ia menatap layar kosong, lalu menulis catatan kecil di sticky note.

Catatan hari ini:

1. Bos makin ganteng.

2. Printer masih benci aku.

3. Jangan menatap mata bos terlalu lama. Bahaya!

Lagi dan lagi, tanpa Mei Lin sadari Zhang Yichen berdiri di belakang, melihat catatan itu tanpa sengaja.

"Nomor tiga benar!"

"Eh?! Kau lihat?!"

"Aku CEO. Aku lihat semuanya."

Mei Lin menutup wajahnya, sementara Zhang Yichen menahan senyum kecil dan melangkah pergi, hendak pulang. Namun, sebelum pergi ia sempat berbisik, "Nomor satu juga tidak salah."

"Apa?!"

"Sore, Nona Mei!"

Pria berhidung mancung itu sudah menjauh, dan Mei Lin hanya bisa menatap catatannya sambil senyum-senyum sendiri.

"Ya ampun … aku butuh detoks dari pesona dingin itu. Ini bahaya!"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pesona Suami Wasiatku   15. Hari Libur dan Pertanyaan Keluarga

    Minggu pagi di kota Haicheng terpantau cerah. Untuk pertama kalinya setelah seminggu penuh jadwal kantor dan rapat gila-gilaan, Mei Lin akhirnya bisa tidur tanpa alarm.Namun ternyata ... Ting! Ting!Suara notifikasi.Tangannya meraba mencari keberadaan ponselnya. Matanya setengah terbuka saat melihat satu nama yang tertera. "Ibu? Ada apa, sih?" gerutunya. "Hari ini makan siang di rumah keluarga Zhang. Ingat ya, ditunggu!" Isi pesannya. Mei Lin menggeliat sambil menguap dengan kedua mata yang ia coba buka 100%."Oh, tidak! Liburanku berubah jadi pertemuan politik."Mei Lin bergegas bangun dan memberitahu Zhang Yichen agar turut bersiap. ---Beberapa jam kemudian, mobil hitam Zhang Yichen berhenti di depan rumah utama keluarga Zhang. Nampak pula mobil milik ibu Mei Lin. Mei Lin yang mengenakan dress pastel sederhana tampak anggun, tetapi wajahnya jelas tegang."Kenapa kau kelihatan seperti mau ikut ujian nasional?" tanya Zhang Yichen dengan dahi berkerut. "Karena orang tuaku dan

  • Pesona Suami Wasiatku   14. Antara Laporan, Latte, dan Kesucian Bibir

    Pagi itu Mei Lin dan Zhang Yichen berangkat ke kantor bersama. Agar karyawan tidak curiga, Mei Lin memilih turun di tikungan jalan. "Kau yakin?" tanya Zhang Yichen. Mei Lin menatap suaminya. "Sejujurnya, sih, malas. Aku udah cantik, udah rapi, dan wangi harus kembali berkeringat karena jalan kaki!""Kalau begitu tidak usah turun. Kita lan--""Eh, tidak, tidak!" Mei Lin mengibaskan tangan cepat. "Aku turun saja! Aku tidak mau ada rumor aneh di kantor!"Mei Lin bersiap membuka pintu. Sebelum turun, ia memastikan jika tidak ada karyawan Zhang Grup di sekitar. "Oke, aman!" cicitnya yakin. Mei Lin turun, mobil Zhang Yichen pun melanjutkan perjalanan. Gadis itu hanya bisa menarik napas panjang, pasrah.Sepuluh menit. Mei Lin sudah tiba di lobi dan bergegas menuju lantai 31.Keluar dari lift, Mei Lin disuguhkan dengan aktivitas seperti biasanya. Ada yang baru datang, ada yang membersihkan meja kerja, dan suara printer yang seolah-olah memberi ketukan semangat. "Selamat pagi dunia! Pasti

  • Pesona Suami Wasiatku   13. Setelah Kantor, Masakan Bencana

    Langit Haicheng mulai gelap. Lampu-lampu kota memantul di jendela besar rumah Zhang Yichen. Suara mesin mobil berhenti di garasi, dan beberapa detik kemudian ... "Aku pulang!"Teriakan ceria itu menggema sebelum pintu rumah benar-benar terbuka. Mei Lin muncul dengan rambut sedikit acak, membawa dua tas belanja di tangan, wajah penuh semangat yang sangat tidak cocok dengan ekspresi suaminya yang baru pulang kerja.Zhang Yichen berdiri di bibir pintu, jas masih rapi, dasi belum sempat dilepas. Pria itu sempat berpikir jika Mei Lin meminta izin pulang lebih awal dan minta diantar sopir untuk pulang ke asrama. Nyatanya ... "Kenapa kau tampak seperti baru menaklukkan dunia?""Karena aku beli bahan masakan untuk makan malam!"Mei Lin tersenyum lebar. Bahkan gigi putihnya yang berjejer rapi mampu menyilaukan mata. "Kau … masak?""Tentu saja!""Apakah aku harus memanggil ambulans dulu?""Zhang Yichen! Aku ini bukan ancaman nasional, tahu!"---Dapur rumah kini penuh aroma yang ... sulit d

  • Pesona Suami Wasiatku   12. Sekretaris Baru, Masalah Baru

    Pagi di lantai 31 terasa lebih sibuk dari biasanya. Karyawan berlalu-lalang dengan langkah cepat, semua fokus. Kecuali satu orang yang masih berjuang hidup dengan printer."Astaga, kenapa ini kertasnya nyangkut terus?! Aku cuma mau cetak jadwal meeting, bukan bikin drama!"Mei Lin berjongkok di depan mesin printer seperti sedang menghadapi monster kuno.Sementara di ruangan kaca besar tak jauh dari situ, Zhang Yichen memperhatikan diam-diam dari balik kaca bening kantornya.Ekspresinya tetap datar, tetapi dagunya sedikit bertumpu di tangan.Chen, berdiri di sampingnya dengan raut muka antara kasihan dan bingung."Tuan Zhang … apa saya perlu bantu Nona Mei?""Tidak perlu. Biarkan dia beradaptasi.""Tapi dia sudah … menatap printer itu selama sepuluh menit.""Artinya dia berusaha.""Atau hampir menyerah," gumam Chen pelan.Tak lama, printer berbunyi klik!Dan ... BLAM!Tumpukan kertas menyembur keluar, berserakan ke lantai seperti hujan salju putih."YA AMPUN! AKU MENANG! Tapi … kenapa

  • Pesona Suami Wasiatku   11. Sekretaris Bos Dingin

    Hari Rabu pagi di Zhang Group. Kantor masih sibuk seperti biasa. Karyawan berlarian dengan berkas, printer meraung, dan Mei Lin ... masih kebingungan karena panggilan mendadak ke lantai 31. "Tuan Zhang ingin kau ke ruangannya sekarang," kata asisten Han Wei. "Hah? Aku'kan di marketing? Aku bahkan belum selesai input data!" "Perintah langsung." "Dia nggak bilang aku bikin kesalahan, kan?" "Tidak, tapi nada suaranya ... serius." "Oh Tuhan, aku mau dipecat tiga hari setelah magang." --- Sesampainya di lantai 31, lantai paling dingin dan mencekam di seluruh gedung. Mei Lin melangkah dengan hati-hati. Ruang kerja Zhang Yichen luas, bersih, dan terlalu sunyi. Pria itu duduk di balik meja besar dengan setelan hitam sempurna, wajah fokus pada layar laptop. "Tuan Zhang?" panggil Mei Lin pelan. "Masuk!" "Aku … dipanggil?" "Duduk!" Mei Lin duduk perlahan, menatap pria itu dengan gugup. Setiap detik terasa seperti wawancara masuk neraka. "Kau tahu kenapa aku memanggilmu?" tanya

  • Pesona Suami Wasiatku   10. Antara Bos dan Istri

    Hari kedua magang.Divisi marketing, lantai 30.Mei Lin sudah duduk manis dan bersiap menunggu arahan. Ia bersumpah, tidak ada hal yang lebih menegangkan dari bekerja di perusahaan suaminya sendiri, kecuali harus berpura-pura tidak mengenalnya di depan 300 karyawan lain."Oke, Mei Lin. Kau cuma karyawan magang. Kau bukan istrinya. Jangan manggil dia 'Sayang'. Jangan manggil dia 'Suami'. Jangan tatap terlalu lama. Jangan ...,”"Nona Mei?""YA?! Eh, maksudku, ya, Pak!"Pria yang berdiri di hadapannya bukan Zhang Yichen, melainkan Han Wei --manajer muda divisi marketing, 27 tahun, berwajah ramah dan senyum menular."Kau tegang banget, ya. Santai aja, ini cuma kerja, bukan audisi Miss Universe," katanya sambil tertawa kecil.Mei Lin menatapnya, masih kikuk. "Maaf, aku cuma ... ehm ... grogi. Ini pertama kalinya aku magang di perusahaan besar.""Kalau begitu, anggap saja ini latihan. Aku pembimbing magangmu mulai hari ini.""Kau yang akan membimbingku?""Ya, kenapa?""Nggak, nggak apa-ap

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status