Home / Romansa / Pesona Suami Wasiatku / 3. Calon Suami Dingin Seperti AI

Share

3. Calon Suami Dingin Seperti AI

Author: Suci Komala
last update Last Updated: 2025-10-21 19:48:33

Dua hari setelah undangan makan siang, kini Mei Lin mengatur janji dengan calon suami di salah satu kafe mewah di kota Haicheng.

Kafe itu tampak terlalu ramai untuk pertemuan yang menentukan hidup seseorang. Mei Lin menatap cappuccino-nya dengan wajah gelisah, sementara sang ibu di sebelahnya tampak tenang seperti baru mau arisan, bukan membicarakan pernikahan kilat.

"Bu, yakin ini bukan jebakan? Aku masih belum siap kehilangan masa lajangku. Aku bahkan belum sempat liburan ke Bali."

"Diam, Mei Lin!” bisik ibunya. "Kau akan kelihatan bodoh kalau bicara begitu di depan calon suami."

"Calon suami katanya. Aku bahkan belum hafal nomor ponselnya."

Belum sempat ia menambah protes, pintu kafe terbuka. Dan di sanalah Zhang Yichen masuk, langkahnya tenang, jas abu-abu muda rapi, dan ekspresi wajahnya datar seperti salju musim dingin.

Semua orang di kafe spontan melirik. Beberapa perempuan bahkan menunduk pura-pura membaca menu sambil curi pandang. Mei Lin meneguk minumannya terlalu cepat sampai hampir tersedak.

"Aduh … aku butuh waktu tiga menit buat siap mental."

Sayangnya, Zhang Yichen sudah sampai di meja mereka. Pria itu menunduk sopan kepada calon ibu mertua, lalu duduk tepat di depan Mei Lin tanpa banyak basa-basi.

"Terima kasih sudah datang,” ucapnya pendek.

"Aku datang karena diseret," balas Mei Lin cepat, lalu menutup mulut, karena sadar nada suaranya agak ketus.

Zhang Yichen mengangkat alis sedikit. "Setidaknya kau jujur."

Li Xiu Lin tersenyum canggung. "Baiklah, Ibu rasa kalian berdua bisa bicara berdua. Ibu ada janji … dengan salon."

Sebelum Mei Lin sempat protes, ibunya sudah kabur dengan kecepatan cahaya.

Sekarang hanya mereka berdua.

Keheningan menggantung, hanya terdengar denting sendok dan musik lembut kafe.

Mei Lin berdeham pelan. "Jadi … ehm … kau benar-benar setuju dengan perjodohan ini?"

"Aku tidak menentang keputusan keluarga."

"Itu bukan jawaban."

"Itu realita."

Mei Lin mendesah panjang. "Kau tahu nggak, kau ngomong kayak AI? Semua kalimatmu dingin dan teratur."

"Lebih baik begitu daripada bicara tanpa berpikir," jawab Zhang Yichen datar.

Mata Mei Lin sedikit membelalak. "Wah, jadi aku yang nggak mikir sekarang?"

"Aku tidak bilang begitu."

"Tapi maksudmu begitu, kan?"

"Tidak juga!"

"Tidak, tapi nadamu nyolot banget!"

"Mei Lin," potong Zhang Yichen, akhirnya menatap langsung tepat ke mata gadis itu, "aku tidak biasa berdebat soal hal sepele. Jika kau tidak ingin menikah, katakan saja sekarang."

Mei Lin terdiam. Pria ini ... benar-benar serius. Tampan? Ya. Menawan? Sangat. Tapi caranya bicara membuatnya ingin melempar sendok.

"Aku cuma ingin tahu … kenapa kau mau menikah dengan seseorang yang bahkan kau baru temui dua hari?"

"Karena kadang, kewajiban keluarga lebih penting dari perasaan pribadi."

Mei Lin memutar matanya. "Dan kau yakin bisa hidup dengan orang yang cerewet seperti aku?"

Zhang Yichen menatap Mei Lin lama. "Sejujurnya, aku tidak yakin."

"Wah.” Mei Lin bersedekap sambil bersandar pada sandaran kursi. "Percakapan paling romantis abad ini."

Untuk pertama kalinya, ekspresi Zhang Yichen sedikit berubah. Sudut bibirnya terangkat. Bukan senyum penuh, tetapi cukup untuk membuat jantung Mei Lin tersandung.

"Kau lucu," katanya pendek.

"Kau baru sadar?"

"Lucu, tapi berisik."

"Berisik itu tanda kehidupan."

"Dan mungkin alasan kenapa aku akan cepat mati."

"Astaga, kau dingin banget!" Mei Lin meletakkan tangannya di meja. "Aku nggak tahu apakah aku mau menikah denganmu atau masuk drama tragedi Haicheng."

Zhang Yichen tertawa kecil. Hanya satu detik, tetapi cukup membuat seluruh atmosfer kafe berubah. Mei Lin memandangnya heran. Ia bisa tertawa?

"Kau tertawa!" seru Mei Lin pelan.

"Aku baru saja mencetak rekor dunia!" lanjutnya.

Mei Lin tersenyum puas. Bagaimana tidak? Berdasarkan informasi dari ibunya, CEO dari perusahaan raksasa di kota Haicheng itu terkenal jarang tertawa, bahkan tidak pernah.

"Jangan besar kepala," kata Zhang Yichen, kembali datar. "Itu refleks!"

"Refleks yang butuh latihan sepuluh tahun mungkin," gumam Mei Lin sambil memutar matanya.

Zhang Yichen menatap jam tangannya, lalu berdiri. "Aku akan bicara dengan pengacara keluarga. Kalau kau berubah pikiran, hubungi ibuku!"

"Dan kalau aku setuju?"

"Kita akan menikah minggu depan."

"MINGGU DEPAN?!" Saking kagetnya Mei Lin berseru cukup kencang.

"Cepat lebih efisien," jawab Zhang Yichen santai. "Aku tidak suka menunda hal yang tak bisa dihindari."

Mei Lin menatap pria di hadapannya dengan tatapan antara tak percaya dan kagum.

"Kau ini robot, ya?"

"Robot yang bisa tersenyum.”

Zhang Yichen melangkah pergi tanpa menoleh. Sementara Mei Lin hanya duduk di sana, menatap punggung pria itu, jantungnya berdetak cepat entah karena kesal … atau karena sesuatu yang lain.

"Wah, kalau aku beneran nikah sama dia," gumamnya pelan, "aku butuh asuransi kesabaran."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pesona Suami Wasiatku   103. Sekasur Tapi Masih Drama

    Kamar utama di rumah Zhang Yichen terasa berbeda malam itu. Lampunya redup, aroma lembut lavender memenuhi udara, dan di sudut ruangan kini berdiri sebuah lemari kaca raksasa yang belum ada kemarin.Mei Lin berdiri di depan lemari itu, melongo seperti turis di butik mewah."Ini … semua buat aku?"Yichen berdiri di belakangnya, tangan di saku, wajahnya tenang seperti biasa."Setelah kejadian lemari kamarmu penuh boneka bebek, aku pikir kau butuh ruang baru untuk baju yang lebih masuk akal."Mei Lin berbalik cepat. "Hei! Boneka bebek itu warisan emosional!""Emosi siapa? Anak TK?"Mei Lin mendengus, tetapi matanya tetap berbinar menatap isi lemari.Gaun-gaun cantik berjejer rapi, sepatu hak tinggi disusun dengan sempurna, bahkan ada satu rak berisi tas-tas mahal."Ya ampun, ini kayak mimpi! Ada baju buat tiap suasana hati!" Mei menarik satu gaun dan memeluknya. "Tuan Zhang, kau beli ini semua?"Zhang Yichen menatapnya sekilas. "Aku punya asisten personal shopper. Tapi, ya, aku yang meny

  • Pesona Suami Wasiatku   102. Eksperimen Istri Sempurna

    Hari pertama setelah berita besar itu reda, suasana rumah Zhang Yichen terasa damai. Tidak ada wartawan di depan pagar, tidak ada panggilan media, hanya keheningan dan aroma roti panggang dari dapur.Zhang Yichen melangkah keluar dari kamar dengan setelan santai. Ia menuruni anak tangga dengan hidung mengendus bau aroma dari arah dapur. Zhang Yichen langsung berhenti di ambang pintu. Pemandangan di depannya membuatnya terpaku.Mei Lin berdiri di dapur dengan celemek bergambar bebek kuning.Rambutnya dikuncir tinggi, wajahnya serius, ada noda tepung di pipi."Selamat pagi, Tuan Zhang," sapa Mei Lin dengan nada lembut yang mencurigakan. "Aku sudah menyiapkan sarapan."Zhang Yichen menyipitkan mata. "Kau siapa dan di mana istriku yang asli?"Mei Lin mendengus. "Aku sedang berevolusi, Zhang Yichen! Mulai hari ini, aku akan jadi istri rumah tangga sejati!""Hmm .... Dan ide ini muncul dari mana?""Dari artikel online," jawab Mei Lin bangga. "Katanya, istri ideal itu bangun pagi, masak, da

  • Pesona Suami Wasiatku   101. Reaksi Dunia

    Tiga hari setelah wisuda, nama Mei Lin Zhang menjadi trending topik di seluruh Haicheng. Bukan karena prestasinya, tetapi karena satu video berdurasi dua menit dimana momen saat CEO Zhang Group dengan elegan mengumumkan, "Inilah istriku, Mei Lin Zhang."Berita itu menyebar lebih cepat dari rumor diskon toko mewah. Judul-judul artikel bermunculan. "CEO DINGIN TERNYATA SUDAH BERKELUARGA!""CINTA KANTOR ALA ZHANG GROUP: DARI MAGANG JADI ISTRI!""MAHASISWI TENGIL TAKLUKKAN BOS TERDINGIN DI HAICHENG!"Mei Lin hanya bisa menatap layar ponselnya dengan ekspresi antara malu dan frustasi."Judul terakhir itu keterlaluan banget" gumamnya.Dari seberang meja sarapan, Zhang Yichen hanya membaca koran dengan ekspresi tenang. "Menurutku cukup akurat.""Akurat kepala kau!" Mei menunjuk layar ponsel. "Kau tahu gak, sekarang semua orang memanggil aku Bu Bos!""Lebih baik itu daripada 'Bu Dosen'," balas Zhang Yichen santai.Sarapan sudah selesai. Masih ada sisa waktu u tuk bersantai. Keduanya pundak

  • Pesona Suami Wasiatku   100. Hari Wisuda dan Rahasia yang Terungkap

    Esok harinya. Haicheng Business Academy sudah dipenuhi para mahasiswa dengan toga hitam dan wajah bahagia.Di antara lautan toga itu, Mei Lin berdiri menatap panggung besar yang sudah dihias bunga putih dan pita emas. Tangannya sedikit gemetar saat memegang map ijazah kosong, simbol perjuangan panjang selama bertahun-tahun.Qian Qian datang menghampiri, wajahnya cerah. "Akhirnya, ya! Kita lulus!"Mei Lin menghela napas panjang. "Aku masih belum percaya kalau dosenku gak akan nyari-nyari kesalahan bab empat lagi."Qian Qian menepuk bahunya. "Santai! Hari ini cuma ada dua hal yang perlu kau pikirkan, yaitu senyum di kamera dan jangan tersandung di panggung.""Terima kasih atas tekanan tambahannya," ucap Mei Lin, memaksakan tersenyum. ---Sementara itu, di barisan tamu undangan, barisan keluarga Zhang tampak duduk rapi. Madam Zhang terlihat anggun dengan gaun pastel, sementara di sampingnya, Zhang Hairen, sang Komisaris besar Zhang Group, duduk tegak dan berwibawa.Ia jarang menunjukka

  • Pesona Suami Wasiatku   99. Menunggu Hari Wisuda

    Langit pagi di Haicheng berwarna biru, nyaris tanpa awan.Di balkon rumah Zhang Yichen, Mei Lin sibuk menjemur toga hitamnya yang baru tiba semalam."Kenapa sih warnanya harus hitam? Rasanya kayak mau ke sidang lagi, bukan perayaan," gerutunya sambil memegang toga.Zhang Yichen yang duduk di kursi balkon menatap koran sambil menyeruput kopi. "Itu simbol formalitas, bukan duka.""Ya, tapi tetap saja bikin mood turun. Kalau aku boleh pilih, warnanya pink aja. Biar lebih cerah dan penuh cinta."Zhang Yichen menurunkan korannya pelan. "Toga bukan piyama, Mei Lin."Mei mendengus. "Kau selalu anti-romantis, ya?""Tidak juga. Aku hanya realistis," jawab Zhang Yichen santai. Mei Lin menoleh sambil berkacak pinggang. "Realistis itu kalau bicara bisnis, bukan wisuda!"Sesaat kemudian, bel rumah berbunyi. Mei Lin yang masih berkacak pinggang di balkon langsung bertanya-tanya. "Siapa pagi-pagi begini?"Mei Lin segera turun. Ketika pintu dibuka, dua sosok familiar muncul bersamaan. Ibu Mei Lin d

  • Pesona Suami Wasiatku   98. Hadiah Kelulusan Paling Chaos

    Rumah Zhang Yichen malam itu terasa hangat dan tenang. Lampu ruang makan menyala lembut, aroma sup ayam buatan Mei Lin memenuhi udara."Ahhh …" Mei Lin meregangkan bahu dengan puas. "Akhirnya, setelah berbulan-bulan bergelut dengan skripsi, aku bisa masak tanpa dihantui dosen pembimbing."Zhang Yichen yang duduk di meja makan menatapnya dengan senyum kecil. "Kau tahu, ada istilah baru yang cocok untukmu."Mei Lin menatap curiga. "Apa?""Chef akademik," jawab Zhang Yichen datar. "Masak sambil teori."Mei Lin mendengus. "Kau ini gak bisa puji orang secara normal, ya?""Bisa," katanya sambil menatap sup di hadapannya. "Rasanya … lebih baik dari waktu terakhir kau coba masak."Mei Lin menaikkan alis. "Yang waktu dapur nyaris kebakar itu?""Ya," jawabnya tenang. "Kemajuan besar."Tepat saat suasana mulai hangat, suara bel pintu terdengar.Ting! Tong!Mei Lin dan Zhang Yichen saling berpandangan."Siapa?" tanya Mei Lin pelan."Tidak tahu," jawab Zhang Yichen dengan nada waspada. Entah kenap

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status