Home / Romansa / Pesona Suami Wasiatku / 4. Persiapan Nikah Yang Absurd

Share

4. Persiapan Nikah Yang Absurd

Author: Suci Komala
last update Huling Na-update: 2025-10-21 19:57:28

Tiga hari setelah "rapat takdir" di kafe itu, hidup Mei Lin berubah jadi tumpukan kalender, daftar belanja, dan … tekanan batin.

"Bu, aku belum siap!"

"Kau pikir ibumu dulu siap? Siap itu dibuat, bukan ditunggu!"

"Ini bukan lomba, Bu!"

Ruang tamu keluarga Lin kini penuh dengan majalah pengantin, kain putih, dan dress yang bergelantungan seperti hantu-hantu cantik. Mei Lin berdiri di tengah ruangan dengan rambut berantakan, mengenakan hair roller dan wajah frustasi.

"Aku belum tahu warna kesukaan calon suamiku!"

"Dia suka abu-abu," sahut ibunya datar. "Ibu dengar dari Madam Zhang."

"Abu-abu?" Mei Lin mencibir. "Ya, ya .... Dingin, serius, kaku. Warna itu pas untuk manusia tanpa emosi."

"Jangan bicara begitu! Dia calon suamimu!"

"Calon suami yang bahkan belum follow aku di I*******m!"

"Kau pikir CEO sempat main I*******m? Lagipula dia sudah bilang tidak punya itu!"

"Ada, Bu. Dan harusnya sempat dong, masa cuma aku yang sibuk stalking! Ini nggak adil!"

Sang ibu memutar mata dan mengibas-ngibas tangan. "Aduh, Mei, tolong ya. Fokus. Kau harus ke butik nanti sore. Madam Zhang ingin kalian pakai pakaian tradisional untuk upacara kecil."

"Upacara kecil? Bu, aku bahkan belum dilamar secara resmi! Ini kayak beli baju tanpa tahu ukurannya!"

"Kau mau dilamar dulu?"

"Iya dong! Minimal ada bunga atau … atau cincin atau ..."

"Terlambat!" Suara bariton itu tiba-tiba terdengar dari pintu ruang tamu.

Mei Lin menoleh cepat, hampir menjatuhkan hair roller-nya. Zhang Yichen berdiri di sana, tinggi, rapi, dan seperti biasa, wajahnya netral tanpa ekspresi.

"T-Tuan Zhang?! Sejak kapan kau di sini?"

"Sejak kau mulai membicarakan warna favoritku," jawabnya tenang.

Wajah Mei Lin langsung panas. "Kau dengar semuanya?"

"Termasuk bagian tentang 'manusia tanpa emosi'.”

"Itu cuma ... ehm ... metafora!"

Li Xiu Lan cepat-cepat berdiri, senyum canggung. "Nak Zhang, silakan duduk. Kau datang tepat waktu! Kami baru membicarakan persiapan pernikahanmu."

"Sebenarnya," kata Yichen, "aku datang untuk itu."

Ia berjalan mendekat, mengambil map dari jasnya, dan menyerahkannya ke calon ibu mertuanya.

"Ini jadwal acara dan dokumen yang diperlukan. Keluargaku ingin semua selesai dalam seminggu."

"Dalam seminggu?!" Mei Lin nyaris menjerit. "Aku bahkan belum hafal tanda tanganmu!"

Zhang Yichen menatap Mei Lin lama. "Kau tidak perlu hafal tanda tanganku. Cukup tahu aku tidak mudah diubah pikiran."

"Wah, bagus banget ya. Kau kayak kontrak eksklusif yang tidak bisa dibatalkan."

Li Xiu Lin menepuk putrinya. "Sudah, Mei Lin. Jangan melawan dulu. Paling tidak dengarkan dulu rencana Nak Zhang."

Zhang Yichen menatap ke arah Mei Lin, suaranya tenang tapi sedikit melembut. "Upacara sederhana, hanya keluarga inti. Tidak ada media, tidak ada publikasi. Setelah itu, kita akan menandatangani dokumen di kantor hukum."

"Dan setelah itu?"

"Kau bebas melanjutkan kuliahmu. Tidak ada yang berubah."

Mei Lin memelototinya. "Tidak ada yang berubah? Aku menikah! Bagaimana bisa tidak ada yang berubah?!"

Zhang Yichen menatapnya sebentar, lalu menjawab dengan nada datar. "Kau bisa menganggapnya ... seperti kontrak kerja jangka panjang."

"Kontrak kerja?" Mei Lin ternganga. "Kau pikir aku ini karyawan magang di hatimu?!"

Untuk pertama kalinya, sudut bibir Zhang Yichen bergerak. "Mungkin. Tapi aku harap kau bukan karyawan yang suka bolos."

"ASTAGA!" Mei Lin menepuk dahinya. "Kalau aku nggak gila sekarang, aku bakal gila nanti pas resepsi."

"Resepsi kecil," koreksi Zhang Yichen.

"Resepsi kecil, kepala kau! Aku butuh mental besar buat hadapi semua ini!"

Ibu Mei Lin menahan tawa. "Nak Zhang, kau harus sabar. Mei Lin ini memang cerewet dari lahir."

Zhang Yichen menatap Mei Lin lagi, kali ini lebih lembut. "Aku tahu."

Suasana hening sesaat. Mei Lin menatapnya balik, sedikit kaget karena nada suaranya terdengar ... jujur. Detik berikutnya, Zhang Yichen menatap jam tangan.

"Aku harus kembali ke kantor. Sampai jumpa di sesi fitting nanti."

Zhang Yichen melangkah keluar, meninggalkan Mei Lin yang masih mematung di tempat.

Li Xiu Lin bersandar di kursi sambil terkekeh. "Anak itu tampan dan pintar. Kau beruntung."

"Beruntung?!" Mei Lin memegangi dada. "Aku bahkan belum tahu apakah dia bisa bercanda!"

"Ya, kau tahu sekarang. Sedikit."

"Sedikit bukan cukup, Bu! Aku butuh banyak humor untuk hidup bersamanya!"

Di saat bersamaan, ponsel Mei Lin berbunyi. Pesan dari nomor tak dikenal.

“Jangan lupa datang jam empat untuk fitting. – ZY."

Mei Lin memandangi layar itu lama, lalu menghela napas berat. "Tanda tangan ZY aja kaku. Tapi kenapa hatiku malah berdebar?"

Gadis itu menatap pantulan dirinya di cermin. Rambut berantakan, pipi merah, mata membulat.

"Ya Tuhan," gumamnya lirih, "aku benar-benar bakal menikah sama bos dingin itu .…"

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Pesona Suami Wasiatku   15. Hari Libur dan Pertanyaan Keluarga

    Minggu pagi di kota Haicheng terpantau cerah. Untuk pertama kalinya setelah seminggu penuh jadwal kantor dan rapat gila-gilaan, Mei Lin akhirnya bisa tidur tanpa alarm.Namun ternyata ... Ting! Ting!Suara notifikasi.Tangannya meraba mencari keberadaan ponselnya. Matanya setengah terbuka saat melihat satu nama yang tertera. "Ibu? Ada apa, sih?" gerutunya. "Hari ini makan siang di rumah keluarga Zhang. Ingat ya, ditunggu!" Isi pesannya. Mei Lin menggeliat sambil menguap dengan kedua mata yang ia coba buka 100%."Oh, tidak! Liburanku berubah jadi pertemuan politik."Mei Lin bergegas bangun dan memberitahu Zhang Yichen agar turut bersiap. ---Beberapa jam kemudian, mobil hitam Zhang Yichen berhenti di depan rumah utama keluarga Zhang. Nampak pula mobil milik ibu Mei Lin. Mei Lin yang mengenakan dress pastel sederhana tampak anggun, tetapi wajahnya jelas tegang."Kenapa kau kelihatan seperti mau ikut ujian nasional?" tanya Zhang Yichen dengan dahi berkerut. "Karena orang tuaku dan

  • Pesona Suami Wasiatku   14. Antara Laporan, Latte, dan Kesucian Bibir

    Pagi itu Mei Lin dan Zhang Yichen berangkat ke kantor bersama. Agar karyawan tidak curiga, Mei Lin memilih turun di tikungan jalan. "Kau yakin?" tanya Zhang Yichen. Mei Lin menatap suaminya. "Sejujurnya, sih, malas. Aku udah cantik, udah rapi, dan wangi harus kembali berkeringat karena jalan kaki!""Kalau begitu tidak usah turun. Kita lan--""Eh, tidak, tidak!" Mei Lin mengibaskan tangan cepat. "Aku turun saja! Aku tidak mau ada rumor aneh di kantor!"Mei Lin bersiap membuka pintu. Sebelum turun, ia memastikan jika tidak ada karyawan Zhang Grup di sekitar. "Oke, aman!" cicitnya yakin. Mei Lin turun, mobil Zhang Yichen pun melanjutkan perjalanan. Gadis itu hanya bisa menarik napas panjang, pasrah.Sepuluh menit. Mei Lin sudah tiba di lobi dan bergegas menuju lantai 31.Keluar dari lift, Mei Lin disuguhkan dengan aktivitas seperti biasanya. Ada yang baru datang, ada yang membersihkan meja kerja, dan suara printer yang seolah-olah memberi ketukan semangat. "Selamat pagi dunia! Pasti

  • Pesona Suami Wasiatku   13. Setelah Kantor, Masakan Bencana

    Langit Haicheng mulai gelap. Lampu-lampu kota memantul di jendela besar rumah Zhang Yichen. Suara mesin mobil berhenti di garasi, dan beberapa detik kemudian ... "Aku pulang!"Teriakan ceria itu menggema sebelum pintu rumah benar-benar terbuka. Mei Lin muncul dengan rambut sedikit acak, membawa dua tas belanja di tangan, wajah penuh semangat yang sangat tidak cocok dengan ekspresi suaminya yang baru pulang kerja.Zhang Yichen berdiri di bibir pintu, jas masih rapi, dasi belum sempat dilepas. Pria itu sempat berpikir jika Mei Lin meminta izin pulang lebih awal dan minta diantar sopir untuk pulang ke asrama. Nyatanya ... "Kenapa kau tampak seperti baru menaklukkan dunia?""Karena aku beli bahan masakan untuk makan malam!"Mei Lin tersenyum lebar. Bahkan gigi putihnya yang berjejer rapi mampu menyilaukan mata. "Kau … masak?""Tentu saja!""Apakah aku harus memanggil ambulans dulu?""Zhang Yichen! Aku ini bukan ancaman nasional, tahu!"---Dapur rumah kini penuh aroma yang ... sulit d

  • Pesona Suami Wasiatku   12. Sekretaris Baru, Masalah Baru

    Pagi di lantai 31 terasa lebih sibuk dari biasanya. Karyawan berlalu-lalang dengan langkah cepat, semua fokus. Kecuali satu orang yang masih berjuang hidup dengan printer."Astaga, kenapa ini kertasnya nyangkut terus?! Aku cuma mau cetak jadwal meeting, bukan bikin drama!"Mei Lin berjongkok di depan mesin printer seperti sedang menghadapi monster kuno.Sementara di ruangan kaca besar tak jauh dari situ, Zhang Yichen memperhatikan diam-diam dari balik kaca bening kantornya.Ekspresinya tetap datar, tetapi dagunya sedikit bertumpu di tangan.Chen, berdiri di sampingnya dengan raut muka antara kasihan dan bingung."Tuan Zhang … apa saya perlu bantu Nona Mei?""Tidak perlu. Biarkan dia beradaptasi.""Tapi dia sudah … menatap printer itu selama sepuluh menit.""Artinya dia berusaha.""Atau hampir menyerah," gumam Chen pelan.Tak lama, printer berbunyi klik!Dan ... BLAM!Tumpukan kertas menyembur keluar, berserakan ke lantai seperti hujan salju putih."YA AMPUN! AKU MENANG! Tapi … kenapa

  • Pesona Suami Wasiatku   11. Sekretaris Bos Dingin

    Hari Rabu pagi di Zhang Group. Kantor masih sibuk seperti biasa. Karyawan berlarian dengan berkas, printer meraung, dan Mei Lin ... masih kebingungan karena panggilan mendadak ke lantai 31. "Tuan Zhang ingin kau ke ruangannya sekarang," kata asisten Han Wei. "Hah? Aku'kan di marketing? Aku bahkan belum selesai input data!" "Perintah langsung." "Dia nggak bilang aku bikin kesalahan, kan?" "Tidak, tapi nada suaranya ... serius." "Oh Tuhan, aku mau dipecat tiga hari setelah magang." --- Sesampainya di lantai 31, lantai paling dingin dan mencekam di seluruh gedung. Mei Lin melangkah dengan hati-hati. Ruang kerja Zhang Yichen luas, bersih, dan terlalu sunyi. Pria itu duduk di balik meja besar dengan setelan hitam sempurna, wajah fokus pada layar laptop. "Tuan Zhang?" panggil Mei Lin pelan. "Masuk!" "Aku … dipanggil?" "Duduk!" Mei Lin duduk perlahan, menatap pria itu dengan gugup. Setiap detik terasa seperti wawancara masuk neraka. "Kau tahu kenapa aku memanggilmu?" tanya

  • Pesona Suami Wasiatku   10. Antara Bos dan Istri

    Hari kedua magang.Divisi marketing, lantai 30.Mei Lin sudah duduk manis dan bersiap menunggu arahan. Ia bersumpah, tidak ada hal yang lebih menegangkan dari bekerja di perusahaan suaminya sendiri, kecuali harus berpura-pura tidak mengenalnya di depan 300 karyawan lain."Oke, Mei Lin. Kau cuma karyawan magang. Kau bukan istrinya. Jangan manggil dia 'Sayang'. Jangan manggil dia 'Suami'. Jangan tatap terlalu lama. Jangan ...,”"Nona Mei?""YA?! Eh, maksudku, ya, Pak!"Pria yang berdiri di hadapannya bukan Zhang Yichen, melainkan Han Wei --manajer muda divisi marketing, 27 tahun, berwajah ramah dan senyum menular."Kau tegang banget, ya. Santai aja, ini cuma kerja, bukan audisi Miss Universe," katanya sambil tertawa kecil.Mei Lin menatapnya, masih kikuk. "Maaf, aku cuma ... ehm ... grogi. Ini pertama kalinya aku magang di perusahaan besar.""Kalau begitu, anggap saja ini latihan. Aku pembimbing magangmu mulai hari ini.""Kau yang akan membimbingku?""Ya, kenapa?""Nggak, nggak apa-ap

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status