Home / Romansa / Pesona Suami Wasiatku / 8. Surat Magang dari Takdir

Share

8. Surat Magang dari Takdir

Author: Suci Komala
last update Last Updated: 2025-10-23 15:11:06

Tiga hari setelah malam pertama “tanpa rasa” itu, kehidupan Mei Lin kembali normal. Atau … seharusnya normal. Kalau saja “normal” itu tidak berarti menjalani kuliah sambil diam-diam menikah dengan CEO perusahaan raksasa. Saat ini pun ia kembali menempati asrama dekat kampusnya, karena perlengkapan kuliah tentu saja ada di sana.

"Aku masih mahasiswi, tapi statusku udah kayak tante-tante kaya," gumamnya sambil menatap cincin di jarinya.

"Astaga, Mei Lin, jangan sampai teman kampusmu tahu. Nanti kau jadi legenda," lanjutnya.

Ia menatap bayangannya di cermin asrama. Wajahnya polos, rambut dikuncir dua, ransel pink di punggung, siapa pun tidak akan menyangka gadis ini sudah bersuami.

"Yup," katanya mantap. "Kembali jadi mahasiswi normal. Lupakan Yichen. Fokus ke kampus. Fokus ke nilai!"

Akan tetapi, tentu saja semesta tidak sebaik itu.

---

Kampus sore itu ramai. Para mahasiswa berkumpul di papan pengumuman fakultas bisnis, menunggu dosen pembimbing membagikan surat magang.

"Aduh, semoga aku dapat tempat magang yang santai aja. Jangan di perusahaan gede, pusing!" ungkap Mei Lin.

"Aku juga, Lin! Katanya kalau dapet Zhang Group, itu kayak ujian neraka."

Mei Lin tertegun. "Zhang Group?"

Sahabatnya, Qian Qian, menatapnya.

"Iya. Perusahaan itu milik CEO muda paling galak sedunia. Katanya kalau karyawan telat lima menit, bisa dihapus dari sistem payroll."

"Ahaha ... lebay banget sih," Mei Lin mencoba tertawa, tetapi jantungnya mendadak berdetak cepat.

"Kau kenapa, Lin? Wajahmu pucat."

"Ehm … aku cuma … alergi kata ‘Zhang’."

"Aneh banget alerginya."

Tak lama, dosen pembimbing datang membawa map besar.

"Baik, anak-anak. Ini surat penempatan magang kalian. Nama dan perusahaannya sudah tercantum."

Satu per satu mahasiswa maju mengambil amplop. Mei Lin menunggu gilirannya dengan jantung deg-degan.

"Tenang! Paling juga toko bunga atau minimarket startup. Tuhan tidak sejahat itu." Batin Mey Lin.

"Mei Lin!"

Mei Lin maju dan menerima amplopnya.

Langkahnya berat. Tangannya gemetar saat membuka kertas di dalamnya. Matanya membaca pelan.

Lalu ...

"Penempatan Magang: Zhang Group Headquarters."

Sunyi.

Otaknya berhenti.

Jantungnya lupa cara kerja.

"HAHAHA....” tawa kecilnya terdengar kering.

"Kenapa ketawa, Lin?" tanya Qian Qian bingung.

"Tidak apa-apa, aku cuma … merasa … Tuhan itu punya humor yang … terlalu berani."

"Lin, kau baik-baik aja?"

"Nggak. Aku baru saja dapat tiket satu arah ke neraka bersetelan jas."

---

Malam harinya Mei Lin sudah kembali ke rumah Zhang Yichen. Ia berada di ruang keluarga, berdiri, sambil menatap amplop itu seperti surat kutukan. Di depannya, Zhang Yichen duduk di sofa sambil membaca dokumen seperti biasa.

"Aku ... dapat magang."

"Selamat," respon Zhang Yichen datar tanpa menoleh.

"Di ... Zhang Group."

"Aku tahu."

Mei Lin membeku. "Kau tahu?!"

"Aku sudah lihat daftar penempatan universitasmu."

"Kau lihat?! Dan kau nggak bilang apa-apa?!"

"Untuk apa? Kau akan tahu hari ini juga."

"Kau sadar nggak, ini gila?! Aku bakal magang di perusahaan suamiku sendiri!"

"Kau magang di perusahaanku, bukan sebagai istriku."

"Tapi kalau orang tahu?"

"Tidak akan ada yang tahu."

"Dan kalau aku keceplosan?"

"Jangan keceplosan!"

"Tuan Zhang, aku manusia, bukan robot seperti kau!"

Zhang Yichen akhirnya menatapnya, ekspresi datar dengan sedikit kelelahan. "Tenang saja. Aku tidak akan memperlakukanmu berbeda. Kau akan jadi karyawan biasa."

"Karyawan biasa yang punya cincin yang sama kayak CEO-nya," desis Mei Lin pelan.

"Kau bisa melepasnya saat kerja."

"Tapi kalau aku lupa?"

"Aku akan mengingatkan."

"Kau dingin banget sih!"

"Profesional."

Mei Lin menatapnya, lalu menjatuhkan diri ke sofa dengan dramatis. "Kenapa semesta begini banget sama aku? Dari sekian banyak perusahaan di Tiongkok, kenapa harus yang ini?"

Zhang Yichen menatap Mei Lin. "Mungkin ... takdir sedang iseng."

"Takdir bisa lebih sopan nggak, sih?!"

"Tidak kalau menyangkut kita."

Mei Lin menatap suaminya, terdiam.

Nada suaranya berbeda kali ini, datar, tetapi terdengar seperti ada senyum samar di dalamnya. Dan entah kenapa, hatinya jadi berdebar. Lagi.

"Kau yakin aku bisa?" tanyanya pelan.

"Aku yakin."

"Kenapa?"

"Karena kau tidak pernah diam. Biasanya orang yang berisik itu yang paling hidup."

Mei Lin mematung beberapa detik.

Lalu, senyum kecil muncul di bibirnya. "Kau tahu nggak, Tuan Zhang?"

"Hm?"

"Kadang, kau ngomongnya kayak kutipan motivasi, tapi versi dingin."

"Itu pujian?"

"Entahlah. Anggap saja."

Zhang Yichen berdiri. "Besok pagi jam delapan. Jangan terlambat."

"Oke, Bos!"

"Dan jangan panggil aku begitu di rumah."

"Baik, Su ... ah, maksudnya, Yichen."

Zhang Yichen melangkah pergi, sementara Mei Lin masih memandangi surat magangnya dengan wajah pasrah.

"Zhang Group …. Sepertinya hidupku bakal seru banget … atau hancur total?"

Mei Lin menarik napas panjang. Membayangkannya saja ia tidak sanggup.

Waktu semakin larut, gadis itu cepat-cepat meninggalkan ruang keluarga menuju kamar Zhang Yichen. Apalagi selain meminta untuk mengantarkannya kembali ke asrama. Ya, Mei Lin memutuskan untuk tinggal sementara di asrama selama magang, karena selain dekat dengan perusahaan Zhang Grup Holdings, mungkin dengan cara itu publik tidak akan tahu tentang status mereka.

Walaupun demikian, Zhang Yichen membebaskan Mei Lin untuk pulang kapan saja.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pesona Suami Wasiatku   15. Hari Libur dan Pertanyaan Keluarga

    Minggu pagi di kota Haicheng terpantau cerah. Untuk pertama kalinya setelah seminggu penuh jadwal kantor dan rapat gila-gilaan, Mei Lin akhirnya bisa tidur tanpa alarm.Namun ternyata ... Ting! Ting!Suara notifikasi.Tangannya meraba mencari keberadaan ponselnya. Matanya setengah terbuka saat melihat satu nama yang tertera. "Ibu? Ada apa, sih?" gerutunya. "Hari ini makan siang di rumah keluarga Zhang. Ingat ya, ditunggu!" Isi pesannya. Mei Lin menggeliat sambil menguap dengan kedua mata yang ia coba buka 100%."Oh, tidak! Liburanku berubah jadi pertemuan politik."Mei Lin bergegas bangun dan memberitahu Zhang Yichen agar turut bersiap. ---Beberapa jam kemudian, mobil hitam Zhang Yichen berhenti di depan rumah utama keluarga Zhang. Nampak pula mobil milik ibu Mei Lin. Mei Lin yang mengenakan dress pastel sederhana tampak anggun, tetapi wajahnya jelas tegang."Kenapa kau kelihatan seperti mau ikut ujian nasional?" tanya Zhang Yichen dengan dahi berkerut. "Karena orang tuaku dan

  • Pesona Suami Wasiatku   14. Antara Laporan, Latte, dan Kesucian Bibir

    Pagi itu Mei Lin dan Zhang Yichen berangkat ke kantor bersama. Agar karyawan tidak curiga, Mei Lin memilih turun di tikungan jalan. "Kau yakin?" tanya Zhang Yichen. Mei Lin menatap suaminya. "Sejujurnya, sih, malas. Aku udah cantik, udah rapi, dan wangi harus kembali berkeringat karena jalan kaki!""Kalau begitu tidak usah turun. Kita lan--""Eh, tidak, tidak!" Mei Lin mengibaskan tangan cepat. "Aku turun saja! Aku tidak mau ada rumor aneh di kantor!"Mei Lin bersiap membuka pintu. Sebelum turun, ia memastikan jika tidak ada karyawan Zhang Grup di sekitar. "Oke, aman!" cicitnya yakin. Mei Lin turun, mobil Zhang Yichen pun melanjutkan perjalanan. Gadis itu hanya bisa menarik napas panjang, pasrah.Sepuluh menit. Mei Lin sudah tiba di lobi dan bergegas menuju lantai 31.Keluar dari lift, Mei Lin disuguhkan dengan aktivitas seperti biasanya. Ada yang baru datang, ada yang membersihkan meja kerja, dan suara printer yang seolah-olah memberi ketukan semangat. "Selamat pagi dunia! Pasti

  • Pesona Suami Wasiatku   13. Setelah Kantor, Masakan Bencana

    Langit Haicheng mulai gelap. Lampu-lampu kota memantul di jendela besar rumah Zhang Yichen. Suara mesin mobil berhenti di garasi, dan beberapa detik kemudian ... "Aku pulang!"Teriakan ceria itu menggema sebelum pintu rumah benar-benar terbuka. Mei Lin muncul dengan rambut sedikit acak, membawa dua tas belanja di tangan, wajah penuh semangat yang sangat tidak cocok dengan ekspresi suaminya yang baru pulang kerja.Zhang Yichen berdiri di bibir pintu, jas masih rapi, dasi belum sempat dilepas. Pria itu sempat berpikir jika Mei Lin meminta izin pulang lebih awal dan minta diantar sopir untuk pulang ke asrama. Nyatanya ... "Kenapa kau tampak seperti baru menaklukkan dunia?""Karena aku beli bahan masakan untuk makan malam!"Mei Lin tersenyum lebar. Bahkan gigi putihnya yang berjejer rapi mampu menyilaukan mata. "Kau … masak?""Tentu saja!""Apakah aku harus memanggil ambulans dulu?""Zhang Yichen! Aku ini bukan ancaman nasional, tahu!"---Dapur rumah kini penuh aroma yang ... sulit d

  • Pesona Suami Wasiatku   12. Sekretaris Baru, Masalah Baru

    Pagi di lantai 31 terasa lebih sibuk dari biasanya. Karyawan berlalu-lalang dengan langkah cepat, semua fokus. Kecuali satu orang yang masih berjuang hidup dengan printer."Astaga, kenapa ini kertasnya nyangkut terus?! Aku cuma mau cetak jadwal meeting, bukan bikin drama!"Mei Lin berjongkok di depan mesin printer seperti sedang menghadapi monster kuno.Sementara di ruangan kaca besar tak jauh dari situ, Zhang Yichen memperhatikan diam-diam dari balik kaca bening kantornya.Ekspresinya tetap datar, tetapi dagunya sedikit bertumpu di tangan.Chen, berdiri di sampingnya dengan raut muka antara kasihan dan bingung."Tuan Zhang … apa saya perlu bantu Nona Mei?""Tidak perlu. Biarkan dia beradaptasi.""Tapi dia sudah … menatap printer itu selama sepuluh menit.""Artinya dia berusaha.""Atau hampir menyerah," gumam Chen pelan.Tak lama, printer berbunyi klik!Dan ... BLAM!Tumpukan kertas menyembur keluar, berserakan ke lantai seperti hujan salju putih."YA AMPUN! AKU MENANG! Tapi … kenapa

  • Pesona Suami Wasiatku   11. Sekretaris Bos Dingin

    Hari Rabu pagi di Zhang Group. Kantor masih sibuk seperti biasa. Karyawan berlarian dengan berkas, printer meraung, dan Mei Lin ... masih kebingungan karena panggilan mendadak ke lantai 31. "Tuan Zhang ingin kau ke ruangannya sekarang," kata asisten Han Wei. "Hah? Aku'kan di marketing? Aku bahkan belum selesai input data!" "Perintah langsung." "Dia nggak bilang aku bikin kesalahan, kan?" "Tidak, tapi nada suaranya ... serius." "Oh Tuhan, aku mau dipecat tiga hari setelah magang." --- Sesampainya di lantai 31, lantai paling dingin dan mencekam di seluruh gedung. Mei Lin melangkah dengan hati-hati. Ruang kerja Zhang Yichen luas, bersih, dan terlalu sunyi. Pria itu duduk di balik meja besar dengan setelan hitam sempurna, wajah fokus pada layar laptop. "Tuan Zhang?" panggil Mei Lin pelan. "Masuk!" "Aku … dipanggil?" "Duduk!" Mei Lin duduk perlahan, menatap pria itu dengan gugup. Setiap detik terasa seperti wawancara masuk neraka. "Kau tahu kenapa aku memanggilmu?" tanya

  • Pesona Suami Wasiatku   10. Antara Bos dan Istri

    Hari kedua magang.Divisi marketing, lantai 30.Mei Lin sudah duduk manis dan bersiap menunggu arahan. Ia bersumpah, tidak ada hal yang lebih menegangkan dari bekerja di perusahaan suaminya sendiri, kecuali harus berpura-pura tidak mengenalnya di depan 300 karyawan lain."Oke, Mei Lin. Kau cuma karyawan magang. Kau bukan istrinya. Jangan manggil dia 'Sayang'. Jangan manggil dia 'Suami'. Jangan tatap terlalu lama. Jangan ...,”"Nona Mei?""YA?! Eh, maksudku, ya, Pak!"Pria yang berdiri di hadapannya bukan Zhang Yichen, melainkan Han Wei --manajer muda divisi marketing, 27 tahun, berwajah ramah dan senyum menular."Kau tegang banget, ya. Santai aja, ini cuma kerja, bukan audisi Miss Universe," katanya sambil tertawa kecil.Mei Lin menatapnya, masih kikuk. "Maaf, aku cuma ... ehm ... grogi. Ini pertama kalinya aku magang di perusahaan besar.""Kalau begitu, anggap saja ini latihan. Aku pembimbing magangmu mulai hari ini.""Kau yang akan membimbingku?""Ya, kenapa?""Nggak, nggak apa-ap

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status