Home / Horor / Pesugihan Kandang Bubrah / 131. Ritual Pengorbanan Dimulai

Share

131. Ritual Pengorbanan Dimulai

Author: Ndraa Archer
last update Last Updated: 2025-01-17 19:42:12

Di dalam hatinya, Lila merasa terombang-ambing antara cinta dan amarah. Ia ingin menyelamatkan Arif, suami yang dulu ia cintai, namun ia juga tak bisa menahan rasa sakit dan kecewa atas keputusan-keputusan yang telah membawanya ke titik ini. Ia mulai bertanya-tanya apakah segala sesuatu yang mereka jalani, semua kebahagiaan mereka hanyalah ilusi yang dibangun di atas dosa dan pengorbanan.

Lila duduk di samping Arif yang terbaring lemah, matanya menatap suaminya dengan penuh kecemasan.

"Arif..." suara Lila terhenti, terisak pelan. "Apa yang sudah kita lakukan? Kenapa kita harus terjerumus sejauh ini? Kenapa kamu memilih jalan ini?"

Arif tidak menjawab. Wajahnya pucat, tubuhnya semakin lemah. Hanya ada keheningan yang semakin menebal di antara mereka. Lila merasa seolah berada di persimpangan jalan yang gelap dan tak ada arah. Setiap pilihan yang ia pikirkan terasa salah. Namun, ia tidak bisa mundur sekarang.

 

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Pesugihan Kandang Bubrah   132. Lila Mencari Pertolongan

    Arif menutup matanya, berusaha mengusir suara-suara itu, namun semakin keras ia mencoba menenangkan pikirannya, semakin besar kekuatan yang menariknya ke dalam dunia gaib. Ia merasakan tangan roh-roh itu menyentuhnya, menariknya lebih dalam ke dalam dunia yang tidak nyata, dunia yang hanya dipenuhi dengan kegelapan dan keputusasaan."Arif..." bisik suara lain, lebih lembut dan penuh penyesalan. Itu adalah suara Lila, wajahnya muncul dalam benak Arif, tampak cemas dan penuh dengan cinta. "Kau masih bisa kembali, Arif. Jangan biarkan dirimu tenggelam sepenuhnya. Kami butuh kau. Anak kita butuh kau."Namun, suara itu segera lenyap, digantikan dengan jeritan roh-roh yang mengelilinginya, yang semakin kuat dan semakin nyata. Arif terperangkap, antara dunia yang nyata dan dunia yang penuh dengan bayangan gelap. Ia merasa terpisah dari dirinya sendiri, tubuhnya terasa berat dan tak lagi sepenuhnya miliknya. Ia semakin terjebak dalam dunia yang penu

    Last Updated : 2025-01-18
  • Pesugihan Kandang Bubrah   133. Pengorbanan Terakhir Lila    

    Dukun itu memandangnya dengan tatapan penuh empati, lalu memberinya sebuah kantong kecil berisi jimat dan ramuan cair dalam botol kaca kecil. “Ini untuk melindungi dirimu dan anakmu. Tapi ingat, jika kau mengganggu keseimbangan pesugihan, kutukan itu bisa berubah menjadi lebih buruk. Dan kau harus bersiap menghadapi kemarahan para roh.”Lila menggenggam kantong itu erat-erat, berterima kasih sebelum bergegas kembali ke rumah. Namun, di tengah jalan, pikirannya dipenuhi kekhawatiran. Bisakah ia benar-benar menyelamatkan Arif? Atau akankah semua ini menjadi sia-sia?Di sisi lain, warga desa yang dipimpin oleh Pak Mardi, seorang tokoh masyarakat yang dihormati, mulai berkumpul di balai desa. Suasana tegang. Warga mulai menyuarakan kemarahan mereka terhadap keluarga Mahoni.“Kita sudah cukup bersabar!” teriak salah satu warga. “Berapa banyak nyawa yang harus melayang karena mereka?”“Kematian Afifah adalah bukti bahwa keluarga Mahoni membawa petaka!” seru yang lain.Pak Mardi mencoba menen

    Last Updated : 2025-01-20
  • Pesugihan Kandang Bubrah   134. Keputusan Lila

    Dengan tekad yang bulat, Lila mendekati Arif dan berlutut di depannya. “Aku tidak akan menyerahkanmu pada warga desa, Arif,” katanya pelan, matanya penuh air mata.Arif menggeleng lemah. “Lila, ini satu-satunya cara. Mereka butuh jawaban, dan aku yang harus bertanggung jawab.”“Tidak,” potong Lila. “Jika aku harus memilih antara kau dan Jatinegara, aku akan memilih untuk mengakhiri semua ini dengan caraku sendiri.”Arif menatapnya dengan bingung. “Apa maksudmu?”“Aku akan mengorbankan diriku,” jawab Lila dengan suara tegas. “Ritual pesugihan ini dimulai oleh keluargamu, dan aku akan mengakhirinya. Jika aku menyerahkan diriku, roh-roh itu mungkin akan puas dan membebaskan kita semua.”“Tidak, Lila! Aku tidak akan membiarkanmu melakukannya!” Arif mencoba bangkit, tetapi tubuhnya terlalu lemah.“Aku tidak punya pilihan lain, Arif,” kata Lila sambil menyeka air matanya. “Ini untuk Jatinegara, untuk masa depannya.”Lila mengeluarkan kantong jimat dan ramuan yang diberikan dukun, menyiapkan

    Last Updated : 2025-01-21
  • Pesugihan Kandang Bubrah   135. Perdebatan Arif dan Lila

    Namun, saat ia mencoba mendekat, kekuatan gaib yang tidak ia mengerti menarik tubuhnya masuk ke dalam lingkaran ritual. Lila merasa tubuhnya menjadi ringan, seperti melayang, dan bayangan-bayangan gelap mulai melingkari dirinya.Lila menatap Arif dengan mata yang dipenuhi air mata. “Apa yang kau lakukan, Arif? Kenapa aku juga terlibat?” tanyanya dengan suara bergetar.Arif menoleh ke arahnya, untuk pertama kalinya menunjukkan ekspresi terkejut. Namun, sebelum ia sempat menjawab, bayangan gelap itu semakin erat mengikat Lila, membuatnya berteriak kesakitan.“Lila, aku... aku tidak menginginkannya terjadi!” teriak Arif.Tetapi semuanya terlambat. Ritual itu telah mencapai titik klimaksnya, dan kekuatan gelap yang dipanggil oleh Arif kini menuntut lebih dari yang ia tawarkan.Kilatan cahaya merah menyilaukan memenuhi ruangan, disertai dengan suara jeritan yang tidak manusiawi. Saat semuanya berakhir, hanya tersisa keheningan yang menakutkan.Lila jatuh terkulai di lantai, sementara Arif b

    Last Updated : 2025-01-21
  • Pesugihan Kandang Bubrah   136. “Arif, tolong hentikan! Mereka akan mengambil kita semua!”

    Namun, saat ia mencoba mendekat, kekuatan gaib yang tidak ia mengerti menarik tubuhnya masuk ke dalam lingkaran ritual. Lila merasa tubuhnya menjadi ringan, seperti melayang, dan bayangan-bayangan gelap mulai melingkari dirinya.Lila menatap Arif dengan mata yang dipenuhi air mata. “Apa yang kau lakukan, Arif? Kenapa aku juga terlibat?” tanyanya dengan suara bergetar.Arif menoleh ke arahnya, untuk pertama kalinya menunjukkan ekspresi terkejut. Namun, sebelum ia sempat menjawab, bayangan gelap itu semakin erat mengikat Lila, membuatnya berteriak kesakitan.“Lila, aku... aku tidak menginginkannya terjadi!” teriak Arif.Tetapi semuanya terlambat. Ritual itu telah mencapai titik klimaksnya, dan kekuatan gelap yang dipanggil oleh Arif kini menuntut lebih dari yang ia tawarkan.Kilatan cahaya merah menyilaukan memenuhi ruangan, disertai dengan suara jeritan yang tidak manusiawi. Saat semuanya berakhir, hanya tersisa keheningan yang menakutkan.Lila jatuh terkulai di lantai, sementara Arif b

    Last Updated : 2025-01-22
  • Pesugihan Kandang Bubrah   137. Kehancuran yang Tidak Terhindarkan  

    Pusaran energi itu semakin kuat, dan dalam sekejap, tubuh Arif menghilang bersama roh-roh tersebut. Cahaya lingkaran ritual padam, meninggalkan ruangan dalam kegelapan total.Lila merangkak menuju tempat di mana Arif terakhir kali berdiri, tangannya menyentuh lantai dingin yang kosong. Air matanya mengalir deras saat ia menyadari bahwa Arif telah pergi, terperangkap dalam dunia gaib untuk selamanya.Namun, sebelum ia bisa memproses semuanya, sebuah suara menggelegar terdengar dari kegelapan. “Ini belum berakhir. Kalian masih bagian dari perjanjian.”Lila menoleh dengan mata penuh ketakutan, menyadari bahwa kutukan itu belum sepenuhnya selesai.Rumah Mahoni yang besar kini sunyi, seperti diselimuti aura mencekam yang tak terlihat. Lila duduk di lantai, tubuhnya gemetar di tengah sisa-sisa ritual yang baru saja menghancurkan keluarganya. Lingkaran di lantai telah pudar, hanya meninggalkan bekas samar, tetapi udara di sekitarnya masih terasa berat dan dingin.Jatinegara, yang sejak tadi

    Last Updated : 2025-01-22
  • Pesugihan Kandang Bubrah    138. Sosok Mbah Mijan dan Tawaran yang Mengerikan  

    Malam itu, suasana terasa begitu mencekam. Udara di sekitar rumah Mahoni terasa berat, penuh dengan bisikan-bisikan gaib yang tidak bisa ditangkap oleh telinga manusia biasa. Lila berdiri di ambang pintu, tubuhnya bergetar. Di kejauhan, ia melihat kerumunan warga desa dengan obor dan senjata, mendekat perlahan, tetapi pasti.Di belakangnya, Jatinegara, anak laki-lakinya, meringkuk di sudut ruangan dengan wajah pucat. Bocah itu memeluk lututnya, menangis tanpa suara. Lila berjongkok di hadapannya, mencoba menenangkan."Jatinegara, dengarkan Ibu." Suara Lila bergetar, tapi penuh ketegasan. "Apa pun yang terjadi, kamu harus tetap tenang. Ibu tidak akan membiarkan mereka menyakitimu.""Iya, Bu..." Jatinegara memandang ibunya dengan mata yang basah.Lila menarik napas dalam-dalam, menahan air matanya agar tidak tumpah. Ia menggenggam bahu putranya dengan erat, mencoba menyalurkan keberanian yang nyaris hilang.Ketukan keras tiba-tiba terdengar di pintu, membuat keduanya terlonjak. Lila men

    Last Updated : 2025-01-23
  • Pesugihan Kandang Bubrah    139. Penyerangan Warga Desa

    ”Mereka sudah sampai,” gumam Lila ketakutan. Sedangkan Mbah Mijan seketika menghilang bersama dengan suara warga yang mendekat.Suara kayu pintu yang didobrak bergema di dalam rumah Mahoni. Warga desa menyerbu masuk dengan amarah yang meluap, membawa obor, golok, dan kayu yang mereka ayunkan ke segala arah. Suasana berubah menjadi kekacauan dalam hitungan detik. Perabotan di ruang tamu hancur berantakan, dan simbol-simbol ritual yang ada di rumah itu menjadi sasaran pertama.“Ini bukti! Mereka melakukan pesugihan!” teriak salah satu warga sambil menunjuk lingkaran ritual di tengah ruangan.“Akhiri keluarga ini! Mereka telah menghancurkan hidup kita!” seru yang lain, membakar amarah massa lebih jauh.Lila berdiri mematung, memeluk Jatinegara yang kini menangis ketakutan di pelukannya. Mbah Mijan entah bagaimana menghilang di tengah kekacauan itu, meninggalkan Lila dan Jatinegara menghadapi amukan massa seorang diri.“Dengarkan aku!” Lila berteriak, mencoba menjangkau akal sehat warga. “

    Last Updated : 2025-01-23

Latest chapter

  • Pesugihan Kandang Bubrah   Terima kasih ya, Teman-teman....

    Terima kasih ya, Teman-teman...Nggak kerasa, ya? Kita udah bareng-bareng dari Bab 1 sampai Bab 262. Cerita Arif Mahoni dan dunia mistis Kandang Bubrah udah nemenin kita selama berbulan-bulan (atau bahkan tahunan? hahaha maksud aku akhir tahun2024-2025 seolah tahunan). Rasanya nano-nano banget nulis cerita ini kadang aku tuh merinding, kadang nangis sendiri, kadang pengin nyubit karakter buatan sendiri.Tapi yang bikin aku terus semangat nulis sampai tamat itu kalian. Iya, kalian yang tiap update langsung baca. Yang rela ngulang bab-bab sebelumnya, yang rajin komentar, yang kirim DM /WA langsung penuh semangat, bahkan yang suka nyebutin adegan favorit, tau ngak? kalian tuh the real MVP. Tanpa kalian, cerita ini mungkin nggak akan pernah selesai.Shout-out khusus buat pembaca aktif dan penggemar setia yang dari awal udah jadi saksi hidupnya Arif. Kalian tahu siapa kalian, kan? Yang suka bikin teori, yang marah kalau tokohnya nyebelin, yang minta ending macem-macem, sampai yang suka ngan

  • Pesugihan Kandang Bubrah   262. Menjelang Senja

    Senja datang perlahan seperti kabut tipis yang menyelimuti perbukitan di kejauhan. Cahaya jingga merambat di dinding rumah, memantulkan warna emas pada bingkai foto dan kaca jendela yang berembun. Di beranda, Lila duduk ditemani secangkir wedang jahe dan suara angin lembut yang menyisir pohon kenanga.Hari itu, seluruh warga desa berkumpul di balai untuk doa bersama. Jatinegara diminta untuk menyampaikan sepatah dua patah kata sebagai perwakilan generasi muda. Lila tak ikut, tubuhnya sudah terlalu letih. Tapi ia tidak sendiri. Ia ditemani segala kenangan yang selama ini disimpannya dalam diam.Ia menatap foto Arif yang kini terbingkai lebih kokoh dari sebelumnya. Dalam hati, ia berbicara, seperti berbicara pada seseorang yang duduk di sampingnya."Aku nggak tahu berapa lama lagi waktu akan memberiku ruang, Rif. Tapi aku nggak takut. Aku sudah lihat kamu dalam mimpiku. Aku pernah tinggal bersama bayang-bayangmu. Dan sekarang, aku tinggal di dunia yang kita bentuk bersama... meski kau l

  • Pesugihan Kandang Bubrah   261. Surat yang Tak Pernah Terkirim

    "Kepada Dimas...Jika kau memang pernah ada, terima kasih sudah menemani aku di dunia yang tak nyata itu. Mungkin kau hanya bayangan, bentukan dari rasa sepi dan kehilangan. Tapi dalam mimpi itu, aku merasa dicintai, aku merasa dilindungi, dan aku merasa masih punya masa depan.Kau hadir ketika aku paling rapuh, dan kau tinggal hingga aku kembali kuat. Itu lebih dari cukup.Hari ini, aku menatap hidupku apa adanya. Tak ada Dimas. Yang ada hanyalah Arif, suamiku yang telah lama tiada. Dan Jatinegara, anak kami yang kini berdiri kokoh meski tumbuh tanpa pelukan ayahnya.Aku tidak lagi bertanya kenapa hidup tak seperti dalam mimpiku. Aku hanya bersyukur, karena pernah punya keberanian untuk mencintai—meski hanya dalam tidur panjangku."Lila berhenti menulis. Air mata mengalir perlahan di pipinya. Tapi ia tersenyum. Ada sesuatu yang lega dalam dirinya. Seperti beban yang lama mengendap akhirnya luruh bersama hujan pagi itu.Ia melipat surat itu perlahan, lalu meletakkannya di dalam kotak

  • Pesugihan Kandang Bubrah   260. Antara Kenangan dan Kenyataan

    Mungkin memang tidak ada Dimas. Tapi ada Arif, yang dulu pernah ia cintai, yang memberinya Jatinegara. Ada dirinya yang kuat. Ada kenangan yang meskipun hanya mimpi, terasa nyata hingga akhir hayat.Hari itu, udara di Desa Misahan membawa aroma kenanga dan tanah basah. Lila duduk di kursi rotan di beranda rumah, selimut menutupi kakinya yang mulai sulit digerakkan. Di sampingnya, secangkir teh melati mengepul pelan. Suasana begitu hening, namun tidak sunyi. Heningnya menenangkan, seperti bisikan yang sudah akrab didengar selama puluhan tahun.Jatinegara sibuk menyapu halaman. Tubuhnya tinggi tegap, langkahnya mantap. Beberapa kali ia melirik ke arah ibunya, memastikan Lila baik-baik saja. Sesekali, ia melempar senyum. Lila membalasnya dengan anggukan kecil.“Bu, nanti siang aku masak sop ya,” seru Jatinegara dari kejauhan.“Jangan lupa kasih seledri,” jawab Lila pelan, suaranya mulai bergetar, tapi masih hangat.Jatinegara tertawa. “Iya, Bu. Aku ingat.”Lila menatap langit. Awan putih

  • Pesugihan Kandang Bubrah   259. Tangan yang Menyatu

    Dalam perjalanan pulang, Lila dan Dimas mampir ke kebun warga. Beberapa anak muda sedang bangun rumah kaca kecil dari bilah bambu dan plastik bening."Lagi nyoba tanam tomat, Bu," kata salah satu dari mereka. "Sama cabai dikit-dikit."Lila jongkok, memperhatikan tanah yang baru dicangkul."Bagus. Rawat baik-baik ya. Ini bukan cuma kebun. Ini cara kita berdamai."Dimas membantu memasang atap plastik, ikut mengikat tali rafia. Saat selesai, mereka duduk di bawah pohon, menikmati air kelapa muda yang baru dipetik."Rasanya beda, ya," gumam Lila sambil menatap langit. "Bukan karena hutannya udah nggak ada, tapi karena sekarang, kita udah bisa narik napas tanpa takut."Dimas mengangguk. "Dan kita nggak sendiri lagi."Ia menggenggam tangan Lila. Di sekitar mereka, suara tawa, palu, dan cangkul menyatu jadi musik baru desa itu.Malamnya, Lila mencatat di buku hariannya:“Hari ini aku lihat wajah-wajah yang dulu takut, sekarang tersenyum. Lengan-lengan yang dulu hanya memeluk ketakutan, sekar

  • Pesugihan Kandang Bubrah   258. Selimut Pagi

    Dimas duduk di sebelahnya. "Kamu ingat waktu dulu kita duduk seperti ini tapi sambil memegangi jimat dan pisau garam?"Lila tertawa pelan. "Dan merapal doa setiap kali angin bertiup terlalu kencang. Sekarang, angin hanya angin."Setelah sarapan, mereka mengajak Jatinegara ke ladang milik warga yang mulai dikelola bersama. Dulu tanah itu tak tersentuh karena diyakini ‘tidak bersih’, tapi kini warga mulai menanam jagung, cabai, dan kacang panjang di sana.“Tanah ini dulu menyerap banyak darah dan rahasia,” kata Pak Suroto, warga tertua di desa. “Tapi anak-anak sekarang akan menyiramnya dengan air dan tawa. Itu cukup. Lebih dari cukup.”Lila membantu menanam bibit, sementara Dimas menggali parit kecil bersama pemuda desa. Jatinegara asyik bermain tanah dengan anak-anak lain.“Dulu aku ingin pergi dari sini,” kata Lila sambil menepuk tanah. “Sekarang, aku ingin menua di sini.”Dimas memandangnya dengan mata hangat. “Kita akan menua di sini. Bersama.”Sore hari, langit mulai berwarna jingg

  • Pesugihan Kandang Bubrah   257. Langit yang Terbuka

    "Apa yang harus kami lakukan?" tanya Lila.Bu Retno menggenggam tangan Lila erat."Kalian harus kembali ke tempat asal semua ini. Hutan Misahan. Di sanalah jejak terakhir Arif terkubur. Dan mungkin... hanya di sanalah kalian bisa benar-benar membebaskan diri dari bayangannya."Malam pun tiba.Lila duduk di samping tempat tidur Jatinegara, menatap wajah anaknya yang kini tampak lebih dewasa dari usianya."Besok, Ayah dan Ibu harus pergi sebentar," bisiknya."Ke mana?" tanya Jatinegara mengantuk."Ke tempat yang dulu pernah kita tinggalkan. Tapi kali ini, untuk menutup semuanya."Jatinegara menggenggam jari ibunya. "Jangan lama-lama, ya. Aku tunggu di sini."Lila mencium kening anaknya. "Kami janji akan kembali."Dan di luar rumah, pohon mangga bergoyang pelan. Angin malam membawa bisikan samar:"Tutup yang terbuka dan lepaskan yang tertinggal."Langkah Lila sudah semakin dekat. Dia sudah tidak sanggup menghadapi segala kejadian itu.Esok hari, mereka akan kembali ke hutan.Pagi itu, si

  • Pesugihan Kandang Bubrah   256. Bisikan Terakhir

    Malam itu, mereka berdua duduk di teras, menatap bintang sambil berbicara pelan."Kamu pikir ini... sisa dari dunia yang dulu?" tanya Lila, nada suaranya penuh kekhawatiran."Mungkin," jawab Dimas. "Atau mungkin, ini bentuk baru. Bentuk dari semua luka, ketakutan, dan harapan yang pernah kita alami."Lila memeluk dirinya sendiri, merasa sedikit dingin."Aku cuma takut," katanya. "Takut kalau kita belum benar-benar bebas."Dimas meraih tangan Lila, menggenggamnya erat."Apa pun yang terjadi, kita hadapi bersama. Kita sudah lewati kegelapan. Kita bisa lewati apa pun," katanya, penuh keyakinan.Lila tersenyum tipis. "Aku percaya itu."Angin malam berhembus lembut, membawa aroma tanah basah dan bunga kenanga. Di kejauhan, suara serangga malam berdengung pelan, seperti irama alam yang mengiringi percakapan mereka.Beberapa hari kemudian, saat Lila membawa Jatinegara bermain di taman kecil mereka, anak itu menunjuk ke arah tunas mangga yang kini tumbuh setinggi pinggang orang dewasa. Daunny

  • Pesugihan Kandang Bubrah   255. Tanda-Tanda Kehidupan Baru

    Namun, dalam keheningan malam, ada kalanya Lila terbangun. Bukan karena ketakutan, melainkan karena rindu. Rindu akan kenangan yang perlahan memudar—ulang tahun pertama Jatinegara, suara tawa Arif di halaman, percakapan-percakapan kecil yang dulu terasa biasa tapi kini sangat berarti.Setiap kali rindu itu datang, Lila akan duduk di beranda, menatap bintang, dan berbicara dalam hati."Terima kasih, Rif. Karena cinta dan keberanianmu, kami bisa bertahan."Di dalam rumah, Jatinegara dan Dimas tidur tenang, di bawah atap yang kini benar-benar menjadi rumah, bukan lagi tempat berteduh dari kegelapan.Dan di taman kecil itu, di tempat biji mangga ditanam, sebuah tunas kecil mulai muncul, menghijau di bawah sinar matahari.Tanda kehidupan baru.Tanda bahwa di balik setiap luka, selalu ada harapan yang tumbuh.Mereka telah kehilangan banyak. Tapi mereka juga telah menemukan sesuatu yang jauh lebih berharga:Kehidupan, cinta, dan keberanian untuk melangkah maju, meski jalan itu pernah dipenuh

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status