Keesokan harinya Renata kembali datang ke kampus lebih pagi, kali ini dia membawa bekal makanan yang Mba Iyus siapkan sesuai instruksi maminya yang mengikuti sang suami tugas di luar pulau Jawa, meninggalkan anak semata wayang mereka dibawah pengawasan orang-orang kepercayaan kedua orangtua Renata.
“Re, kita ke kantin yuk, kata Nadia dia udah nunggu kita.” Yoke langsung menarik tangan Renata begitu melihat kemunculan sang sohib.
“Gue dibawain bekal sama Mba Iyus, ini juga disuruh mami... katanya harus jaga kesehatan dan salah satunya dengan mengkonsumsi makanan rumah yang sehat”
“Mami lo kan jauh di Makasar, ga bakal ngeliat, lagian emang lo ga pengen denger gosip baru di kampus kita? Ratu gosip udah nungguin kita di kantin buat ngasih tau berita terupdate”
Dengan malas renata menyeret kakinya mengikuti langkah Yoke, dan benar saja, disana sudah ada Nadia yang sedang menyantap semangkok mi ayam. Mereka berdua pun mendekat ke arah dimana Nadia duduk.
“Perut lo ga papa tuh pagi-pagi makan mi ayam kuah sambel gitu?” tanya Yoke yang geleng-geleng kepala melihat warna merah di mangkok mi ayam Nadia.
“Abis kalo ga pedes ga afdol rasanya” jawab Nadia disela-sela napasnya yang terengah karena kepedesan.
“Tapi kira-kira dong lo, ini masih pagi beib” Yoke terkesan menasehati teman barunya tersebut, namun tanganya meraih sendok dari tangan Nadia dan mulai ikut menyuapkan mi ayam super pedas tersebut ke mulutnya dengan posisi yang masih berdiri.
“Udah biasa gue mah, eh lo berdua ngapain berdiri? Duduk sini ga usah malu-malu, anggep aja kantin kita sendiri”
Renata dan Yoke hanya memutar kedua mata mereka, namun tak urung menuruti perkataan Nadia untuk duduk. Dan Nadia memulai menceritakan gosip yang sedang viral diantara teman-teman kampusnya.
“Jadi kabarnya kemarin itu ada anak baru yang kedapatan sedang ngomong sendirian di lorong dekat toilet, pas jam istirahat”
“Maksudnya gimana? Kesurupan? Ihh serem.” Yoke langsung merapatkan duduknya ke dekat Renata.
“Masa sih? Cewe apa cowo?” kali ini Renata yang bertanya.
“Kabarnya sih cewe, mahasiswi baru”
“Iih serem amat tu cewe bisa kesurupan gitu”
“Mungkin bukan kesurupan beib, tapi rada... ngerti kan?” Nadia menjelaskan perkataanya dengan gerakan telunjuk menyilang di dahinya, dan mereka bertiga pun kompak tertawa.
Saat itu ada sekelompok mahasiswi yang juga masuk ke kantin, dan mereka langsung melirik ke arah Renata dan berbisik satu sama lain, awalnya Renata acuh dengan sikap mereka, namun setelah beberapa orang kembali masuk ke kantin dengan sikap yang sama, akhirnya Renata menjadi penasaran.
“Mereka kenapa sih? Ko gue ngerasa mereka lagi ngomongin gue ya?” bisiknya pada Nadia dan Yoke.
Ternyata baik Nadia maupun Yoke juga memperhatikan sikap orang-orang tersebut pada Renata, “Tenang aja, aku pasti akan cari tau informasi terkini dengan cepat.” Nadia dengan sikap bak pahlawan menepuk-nepuk bahu Renata.
Baru saja Renata akan membuka mulutnya, namun ponsel Nadia berbunyi dan menampilkan notifikasi pesan masuk. Nadia dengan cepat membuka ponselnya dan melihat isi pesan yang ditujukan untuknya. Seketika itu juga dia terdiam sambil melirik ke arah Renata dan Yoke. Kini Nadia mengerti mengapa orang-orang tersebut melirik dan berbisik-bisik setelah melihat Renata.
“Nad, kenapa lo? Ko tiba-tiba diem aneh gitu? Kaya donal bebek kelolodan cabe rawit.” Yoke menepuk pundak Nadia dan memiringkan kepalany sedikit hendak mengintip layar ponsel Nadia.
Dengan gerakan perlahan dan ragu-ragu akhirnya Nadia memperlihatkan file video yang dikirim seseorang ke nomornya.
“Ini video editan ya?” tanya Renata menatap Nadia meminta persetujuan.
“Editan dari mana? Itu video authentic, no kw kw, lagian ga ada kerjaan kali orang ngedit video lo”
“Tapi gue yakin ko ini kejadianya pas gue lagi ngobrol sama Seno, masa Senonya di hapus sih?”
“Seno yang kata lo kating kita itu? Yang anak teknik? Semester tujuh?” Yoke yang juga penasaran ikutan bertanya pada Renata dan langsung mendapatkan anggukan kepala sebagai jawabanya.
“Semester tujuh? Berarti sama kaya kakak gue dong, siapa tadi namanya?”
“Seno Wijaya, mahasiswa fakultas teknik”
Dengan cepat Nadia mengetikan pesan untuk dikirim ke kakaknya yang juga kuliah di kampus yang sama dengan mereka. Renata kembali melihat isi video yang sudah dikirim Nadia ke ponselnya, memang terlihat natural sekali videonya, seolah memang itu video asli hasil rekaman amatir dari ponsel.
Nadia memperlihatkan jawaban yang dia terima dari kakaknya. [“Dikampus kita ga ada yang namanya Seno Wijaya, kalo ga percaya cek aja ke bagian administrasi kampus”]
Sejenak Renata terdiam membaca pesan tersebut, karena dia amat yakin Seno yang ditemuinya adalah mahasiswa kampus mereka, saat itu Seno juga memakai jaket almamater kampus mereka, kemudian dia tersentak ketika teringat akan pesan Dylan, bahwa tak ada yang mengetahui tentang Seno selain mereka berdua. kini Renata berniat mencari Dylan untuk menanyakan maksud dari ucapanya hari itu. Renata pun berpamitan pada kedua temanya dengan alasan mau masuk kelas. Beruntungnya Yoke dan Nadia mengambil jurusan yang berbeda dengan Renata jadi mereka tidak mencurigai kebohonganya.
Renata menyusuri koridor kampus, mencari sosok Dylan. Masih terngiang dalam benaknya pesan dari kakaknya Nadia yang mengatakan bahwa tak ada mahasiswa bernama Seno Wijaya di kampus mereka, juga perkataan Dylan yang mengatakan bahwa hanya Renata dan Dylan sajalah yang mengetahui sosok seorang Seno, juga tentang video dirinya yang sedang berbicara sendiri.
Langkah kaki Renata sampai pada lorong tempat dia pertama kali bertemu dengan Seno, hawa dingin kembali menyerangnya, tempat itu memang selalu sepi, mungkin karena posisinya yang berada di ujung gedung, sangat jarang dikunjungi oleh mahasiswa kecuali mereka yang ingin ke toilet.
“Kamu lagi cari siapa?”
Renata hampir terlonjak kaget dengan kemunculan Seno yang tiba-tiba, dan kali ini wajah Seno tidak terlihat biasa, dia menatap tajam kearah Renata dengan mata kelamnya. Kali ini Renata hanya diam, tak ingin menjawab apapun karena dia tak mau lagi di cap sebagai mahasiswi aneh ataupun gila karena kedapatan bicara sendiri. Dia berusaha menepis kehadiran Seno di dekatnya dengan berpura-pura tak melihatnya.
“Kau tak pandai bersandiwara Renata, sikap pura-puramu itu dapat dengan mudah terbaca oleh orang lain” kembali Seno berusaha mengajak Renata berbicara, bahkan kali ini dia langsung mencegat langkah Renata dengan berdiri di depanya. Renata langsung menggeser posisi tubuhnya kesamping dan tetap berjalan menatap lurus ke depan.
Tiba-tiba saja ada angin kencang yang langsung menerpa wajah Renata hingga membuat rambutnya berantakan, Renata sangat terkejut dibuatnya. Namun bukan Renata namanya jika seperti itu saja membuatnya ketakutan, Renata bukanlah gadis penakut, justru hal tersebut malah membuatnya yakin akan satu hal, dan itu membuatnya mantap melangkah pergi dari sana.
Renata terbengong sendiri mendengar perkataan Sena, sedangkan Sena tersenyum-senyum menatap wajah Renata dan membayangkan mereka tinggal bersama.“Sebentar deh Sena, kamu kan baru aja kuliah disini, kenapa mau pindah?”“Ya ga papa sih, abis ternyata disini membosankan suasananya, apalagi kalau nanti ga ada kamu, bisa kebayang kan sekeriting apa otakku nanti?”Renata tertawa renyah mendengar kelakar Sena, “Ada-ada aja kamu Sena”“Kalian berdua lagi ngomongin apaan sih?” Yoke tiba-tiba saja sudah berdiri di belakang Renata dan ikut duduk disisinya.“Hei Yoke, kamu tambah manis aja hari ini”“Aduh Sena, ga usah ngegombalin gue deh, kaga mempan tau ga?! Kemaren gue abis mutusin cowo gue, gara-gara gombalan dia udah basi, udah expired”“Ya ampun Ke, lo sadis banget sih”“Iihh abisnya dia ga kreatif ngerayu cewe Re, bikin bosen”“Ke, lo dalam sebulan ini udah berapa kali ganti pacar?”“Ehm... lupa gue, abis rata-rata mereka pada jahat, cuma pe ha pe doang”Renata hanya geleng-geleng kepala
“Jadi... maksud saya datang kesini adalah untuk melamar Dek Camelia, untuk menjadi istri saya dan juga mamanya Dylan, dan saya juga bersedia menjadi ayah bagi Rama dan Leon,” ucap Bramantyo sambil menyodorkan kotak beludru warna biru yang di dalamnya berisi cincin berlian.Camelia terkesiap mendengar lamaran yang diucapkan oleh Bramantyo. Dia memang sudah bisa menebak rasa yang belum diungkapkan oleh laki-laki yang usianya hampir kepala lima itu. Bahkan hari kemarin saat mereka pulang setelah main seharian di mall, Camelia sebenarnya terus menghindari percakapan dengan Bramantyo, karena dia sudah bisa membaca dan menebak arah dari kalimat laki-laki yang pernah menjadi atasan mendiang suaminya itu.Dylan yang mengantar ayahnya untuk melamar Camelia hanya menganggukan kepala dan tersenyum saat Bramantyo melanjutkan kalimatnay yang mengatakan bahwa anaknya pun sudah memberikan restu dan menerima jika Camelia mau menjadi istrinya.Camelia menjadi serba salah, disatu sisi dia tak ingin ke
Bramantyo mengajak Camelia dan kedua anak balita itu untuk keluar dan jalan-jalan ke mall, meskipun awalnya Camelia menolak, namun karena melihat wajah Rama dan Leon yang melompat senang dengan tawaran dari Bramantyo, akhirnya dia pun mengalah dan menuruti keinginan ketiga pria berbeda usia tersebut.Mereka juga mengajak kedua pengasuh Rama dan Leon untuk ikut serta. Jadilah mereka bertujuh dengan supir pribadi Bramantyo, berangkat menuju mall di pusat kota Jakarta.“Papa Bram, nanti di mall kita boleh jajan es krim ga?” Leon bertanya dengan menatap wajah Bramantyo penuh harap, dan langsung tersenyum serta melompat bahagia karena mendapat persetujuan dari Bramantyo dan juga Camelia.“Aku juga mau”“Iya Rama, nanti kita beli es krim yang banyak dan kita bisa makan bersama-sama”“Yeeyyy, terimakasih Papa Bram”“Sama-sama sayang”Camelia yang melihat interaksi kedua bocah itu dnegan Bramantyo hanya bisa tersenyum haru, dia berpikir andaikan saja dulu Damar bisa sehangat itu sikapnya pada
Renata akhirnya memutuskan untuk berjalan menuju kantin demi menemui Yoke dan Nadia. Keduanya memang masih berada di kantin karena menunggu Renata sambil juga menunggu kelas mereka selanjutnya.“Disebelah sini Re” Yoke dengan suara cemprengnya yang khas memanggil Renata yang baru saja tiba di kantin.Renata mengambil tempat duduk dan bergabung dengan Nadia dan Yoke.“Ternyata Kak Dylan kenal dengan Sena, tadi aku lihat mereka ngobrol seolah sudah saling mengenal lama”“Iya Re, kami sudah tau itu, tadi sewaktu kamu di kelas, kami sudah bertemu dengan Kak Dylan, dan menceritakan tentang sosok mahasiswa yang wajahnya mirip dengan Seno”Renata menoleh dan menatap Nadia. “Jadi kalian menceritakan perihal Sena ke Kak Dylan?”“Iya Re, terus Kak Dylan bilang Sena itu adik sepupu jauh Seno, papanya Sena itu sepupuan sama papanya Seno” Yoke menjelaskan apa yang di dengarnya dari Dylan dengan antusias.Renata mengangguk-anggukan kepalanya, kini dia baru mengerti. “Oh.. Jadi Sena itu masih ada ik
Flashback onPagi ini Renata mengantarkan kedua orangtuanya sampai ke bandara, hari ini mereka harus kembali karena cuti yang diambil ayahnya sudah habis.“Re, kalau ada apa-apa cepat kabari mommy, terus kamu jangan telat makan ya”“Iya mom, Re akan selalu ingat nasehat mommy”“Re, jangan terima tamu lagi kalau malam-malam, batas akhir bertamu itu jam sepuluh, ingat itu!”“Iya papi, Re akan terapkan aturan itu ke semua temen-temen Re”Setelah memberikan wejangan panjang lebar pada anak semata wayang mereka, tibalah kini waktunya mereka untuk berpisah, karena nomor penerbangan pesawat ayah dan ibu Renata sudah dipanggil.Renata pun sekali lagi berpelukan dengan kedua orangtuanya, dan melepaskan mereka untuk kembali ke Kalimantan.Setelah dari bandara, Renata langsung pergi ke kampusnya karena dia ada jadwal kuliah siang ini.“Re, di sebelah sini” Teriakan Yoke langsung menyambutnya kala Renata baru saja turun dari mobil yang baru saja diparkirkanya. Dilihatnya Yoke dan Nadia melambaik
Dylan menatap ayahnya dengan pandangan horor. Namun Bramantyo mengangguk dengan mantap. Kali ini giliran Dylan yang menarik napas dalam serta menggelengkan kepalanya.“Untung aku tidak jadi menikah dengan Yasmine, apa jadinya nanti jika papa menikah dengan Kak Lia, berarti papa jadi kakak iparku dong”“Eh, enak aja kamu nikah sama Yasmine. Papa tidak setuju, asal kamu tau ya Lan, sebenarnya Yasmine itu selalu mengancam papa bahwa dia akan menyebarkan informasi pada media jika anak yang di kandungnya itu adalah anakmu, dan kamu tidak mau bertanggung jawab, itulah sebabnya papa setuju dengan usulan Damar untuk mengirim Yasmine ke luar negeri, agar dia tutup mulut, tetapi setelah tinggal disana, Yasmine selalu meminta uang ke papa dalam jumlah besar”“Oh.. itu.. ehm, jadi itu sebenarnya... Yasmine pun sedang diancam pah, dan dia harus mengirimkan uang dalam jumlah besar, tapi papa tidak usah khawatir, uang papa masih ada kok, utuh”“Maksud kamu apa Lan?”Dylan pun kemudian menceritakan p