Share

Bab 5. Terkuaknya Kisah

Renata membiarkan rambutnya acak-acakan, dia tak ingin membereskanya dengan masuk ke toilet, lebih baik dia rapihkan dengan jari dan pergi dari tempat itu untuk masuk ke kelasnya. Tak dihiraukanya Seno yang terus memanggil-manggil namanya.

Namun tetap saja Renata tak dapat memfokuskan dirinya untuk mengikuti pelajaran yang disampaikan sang dosen. Dia terus memikirkan segala kemungkinan tentang Seno, tapi juga dengan cepat menyangkal pemikiranya sendiri, begitu seterusnya yang Renata pikirkan, hingga kemudian ada bunyi beep berasal dari ponselnya.

[“Re, ada yang mau gue ceritain, pulang kuliah lo bisa ga dateng ke rumah gue?”]

Renata membaca pesan singkat dari Nadia, untunglah tak lama kemudian dosen mengakhiri kelasnya dan berlalu meninggalkan para mahasiswanya yang sedang bersiap pindah ke kelas selanjutnya, ada juga yang bersiap pulang. Seperti halnya Renata, ini adalah kelas terakhirnya untuk hari ini, dia membereskan buku-bukunya dan mendial nomor Nadia tanpa beranjak dari tempatnya semula, dia langsung menanyakan apa yang ada di benaknya begitu terdengar kata hallo dari seberang sana. “Mau ngomongin apaan? Kenapa harus ke rumah lo segala?”

[“Orang kalo nelpon tuh ngucap salam dulu, jangan maen semprot aja”]

“Ehh iya.. Assalamu’alaikum ukhti”

[“Wa’alaikumsalam, ada apa gerangan paduka ratu menelpon hamba yang syantik ini?”]

“Ada juga gue yang nanya, lo mau ngomongin apaan? Ngapain pake nunggu selesai kuliah dulu? Kenapa ga sekarang aja?”

[“Sabar shay... lo mau tau soal Seno kan? gue cuma bisa kasih jawabanya di rumah, bukan di area kampus”]

“Kenapa begitu?”

[“Nanti juga lo akan tau, kelas lo selesai jam berapa? Gue sama Yoke udah lagi siap-siap mau pulang nih”]

“Sama, gue juga baru aja kelar kelas terakhir, ya udah ketemu di parkiran ya”

Renata menutup telpon dan menyadari bahwa kini di ruangan itu dia tertinggal sendirian, ruang kelas itu sendiri berada di lantai 8, itu adalah ruang kelas Pak Damar, dosen yang mengajar ilmu sosial budaya. Renata bergidik ngeri menyadari dia seorang diri di lantai atas bangunan kampusnya. Dilihatnya dari balkon kelasnya itu dibawahnya adalah jalan raya besar yang padat kendaraan. Perasaan Renata jadi tak karu-karuan melihat pemandangan dibawahnya. Buru-buru dia keluar dari kelas tersebut dan langsung menuju lift untuk turun.

***

Ketiga gadis remaja sedang berkumpul di ruang tamu, mereka adalah Renata, Yoke dan Nadia selaku tuan rumahnya. Rumah Nadia ternyata tak jauh dari rumah Yoke, hanya berjarak sekitar 15 menitan, pantas saja mereka berdua jadi cepat akrab ditambah lagi mereka kuliah mengambil jurusan yang sama, yaitu fakultas ekonomi jadi wajar saja kalau mereka kemana-mana selalu berdua.

“Kakak lo masih lama ga pulangnya Nad?” tanya Renata sudah tak sabar ingin mendengar cerita apa yang ingin disampaikan oleh Nadia padanya.

“Sabar Re, tadi Kak Wendi bilang udah di depan jalan sana, tinggal belok doang”

“Beloknya kemana? Ko dari tadi ga sampe-sampe?” kali ini Yoke ikutan memprotes Nadia.

Mereka bertiga sedang menunggu Wendi, kakaknya Nadia. Karena hanya Wendi yang bisa menceritakan hal yang dijanjikan Nadia pada Renata tadi, setidaknya begitu menurut Nadia. Tak berapa lama terdengar seseorang mengucap salam, yang langsung dijawab oleh ketiganya.

“Nah tuh, Kak Wendi udah pulang” ucap Nadia.

“Hai, lama ya nunggunya?” Wendi langsung menyapa teman-teman adiknya dengan ramah, setelah berbasa basi dan berkenalan dengan Renata, Wendi berpamitan untuk ke kamarnya dulu karena ingin mengambil sesuatu yang akan di perlihatkan pada Renata.

“Sebenarnya ada apa sih kalian pengen aku kesini? Ko kaya misterius gitu?”

“Tenang ya Re, biar Kak Wendi yang jawab dan jelasin”

Wendi berdehem kecil setelah mendengar namanya disebut oleh Yoke, membuat ketiga remaja putri itu menoleh kearahnya. Wendi kembali bergabung dengan membawa sebuah album foto.

“Lihat deh Re, ini ada beberapa foto semasa perkenalan kampus angkatanku dulu, aku juga pernah berfoto sama Dylan dan Seno, coba kamu perhatiin deh, Seno ini bukan yang kamu kenal?” Wendi menarik kursi single untuk duduk berhadapan dengan Renata dan memperlihatkan foto-foto yang dibawanya.

Renata meraih foto yang disodorkan oleh Wendi, dan melihat ada 3 orang dalam foto tersebut, yaitu Wendi, Dylan dan juga Seno. “Iya kak, ini dia Seno yang sering ketemu aku, jadi kalian satu angkatan?”

“Bukan hanya satu angkatan di kampus, tapi kami bertiga juga satu SMA dulu saat sekolah, bahkan satu kelas”

“Ohh... begitu, lah terus apa urusanya dengan membawaku kesini?”

Wendi mendadak menggenggam tangan Renata, “Re... Seno itu udah meninggal 3 tahun lalu, dia meninggal karena bunuh diri.”

“Ngga mungkin, itu bohong kan?” suara Renata seakan tercekat di tenggorokan, dia mulai mengingat kembali pertemuan pertamanya dengan Seno di pagi hari saat kampus masih sepi, hingga kecurigaanya sendiri yang selalu disangkalnya.

“Itu kenyataanya Re, coba lo liat lagi foto yang tadi di kasih Kak Wendi, benerkan orangnya yang itu?” kali ini Yoke ikut berusaha meyakinkan Renata.

“Kalo memang Seno udah meninggal, terus yang gue temuin itu siapa? Yang ngobrol sama gue itu siapa? Ga mungkin hantu kan?”

Tak ada yang menjawab pertanyaan Renata kali ini, semuanya terdiam dan hanya saling pandang satu sama lain.

“Re, setelah kejadian 3 tahun lalu itu ga pernah ada kejadian seperti yang kamu alami, Seno ga pernah menampakan dirinya pada siapapun, itu sebabnya kakak juga kaget pas denger cerita dari Yoke tentang kamu yang selalu bercerita soal Seno anak semester 7 jurusan tehnik, tapi kakak juga harus meastikan sendiri apakah itu Seno teman kami atau bukan yang kamu maksud.” Akhirnya Wendi bersuara dan berusaha menenangkan Renata.

“Apa Kak Wendi yakin Seno udah meninggal karena bunuh diri ka?”

“Jadi gini Re, soal kejadian yang sebenarnya kakak juga kurang tau pasti, karena kan kakak beda jurusan dengan Seno maupun Dylan, kakak ambil ekonomi sedangkan mereka berdua ambil tehnik sipil.” Wendi berhenti sesaat untuk menarik napas dan menatap Renata lebih dalam, baru kemudian dia melanjutkan kalimatnya.

“Soal kematian Seno sendiri sebenarnya banyak versi, ada yang bilang kecelakaan ada yang bilang bunuh diri, tapi internal kami yang teman dekat Seno sih lebih percaya ke versi bunuh diri.”

“Ko bisa begitu kak? Emang ga lapor polisi buat diusut? Kenapa kita dulu ga pernah denger soal kejadian ini?”

“Pihak kampus sepertinya sengaja merahasiakan ini dari dunia luar, karena untuk menjaga nama baik kampus kita, dan setelah kejadian Seno ditemukan tewas itu tak ada lagi orang yang berani nyebut-nyebut nama Seno terutama di lingkungan kampus hingga sekarang”

“Jadi selama ini gue ngobrol sama hantunya Seno ya? Pantesan banyak yang bilang gue sering ngomong sendirian, jadi ternyata yang ngeliat Seno cuma gue sendiri ya?” gumam Renata pelan seperti hanya ditujukan untuk dirinya sendiri.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status