Share

BAB 5

"Apa kamu David?" tanya Rita meletakkan jari telunjuk di bawah bibirnya.  

"Umm ... iya, Tante," jawab David. Dengan tangan masih bergelantungan di gagang pintu. 

"Ikut tante, yuk! Mama kamu menyuruh tante untuk menjemputmu,” ajak Rita. 

David merasa kebingungan saat ada wanita yang tak dikenal, mengajaknya. 

"Ayah bagaimana? Tadi Ayah keluar katanya mau membelikan aku makanan, Tante,” tanya David.

“Mungkinkah pria yang dia temui sebelumnya adalah yah dari anak ini?” pikir Rita dalam batin bertanya.

"Oh, gitu. Ayah juga ada bersama Ibu kamu, kebetulan tadi Ayahmu ketika di jalan bertemu sama tante dan Ibumu, dan Tante disuruh menjemputmu karena mereka lagi membicarakan sesuatu dan tidak bisa diganggu." Rita berbicara dengan tenang agar ucapan bohongnya tidak ketahuan. Perlahan dia memegang lembut tangan David. 

"Gitu, ya." David mengetuk bibirnya dengan jari telunjuk. 

"Mau ikut, nggak? Nanti makanannya habis, loh," rayu Rita kepada David. 

"Iiih, nggak mau. Tunggu David sebentar, Tante! David mau membereskan buku dulu,” rengek David karena ia begitu polos. 

"Udah, nggak usah, nanti Ayah dan Ibumu terlalu lama menunggunya,” tegas Rita. Menarik tangan David.  

"Iya, deh, Tante." Tanpa kecurigaan David hanya menuruti apa kata Rita. Lalu menutup pintu rumahnya mengikuti Rita berjalan. Lalu Rita segera menggenggam tangan anak tersebut. 

Sampai akhirnya di dalam taksi, David asyik menatap jalanan dari luar jendela. Hal itu pun dimanfaatkan Rita untuk membius David dengan sebuah sapu tangan yang sudah diberi obat bius. Hingga akhirnya, David tak sadarkan diri. 

 

Harry baru saja kembali setelah dirinya sudah membeli makanan untuk anaknya. Namun, melihat bahwa David tidak ada lagi di dalam rumah. Hanya menyisakan buku yang masih berhamburan di lantai. 

"David, David!” teriak Harry. 

"Anak ayah ke mana? Jangan main petak umpet malam-malam begini.” Harry masih berteriak sambil mencari anaknya. 

"David ….?" Harry mulai panik. 

"Nak jangan bersembunyi seperti itu, cepatlah!” serunya mulai dengan nada cemas. 

Harry yang mencari David di sekitar rumah tidak menemukan hasil. Dirinya panik dan putus asa. Dan, ketika sampai di gang rumahnya, seseorang memanggilnya dengan keras. 

"Pak Harry kenapa teriak-teriak?" tanya seorang Ibu yang merupakan tetangganya sendiri kebetulan melintas melewatinya. 

"Saya mencari David, Bu,” jawab Harry. 

"Loh, tadi saya lihat dia berjalan sama seorang perempuan dan naik taksi.” Jawaban Ibu tersebut, mengejutkan Harry. 

"Perempuan?" tanya lelaki itu. 

"Iya, dari jauh saya melihat seperti David dan seorang wanita, saya pikir itu Yulianna," jawabnya.  

“Mungkinkah itu Yulianna?” Batin Harry bertanya. 

"Terima kasih, Bu .…" Harry bergegas meninggalkan tetangganya setelah mengucapkan terima kasih lalu melanjutkan pencarian. Kemudian, merogoh saku mengambil ponsel jadul dan segera menghubungi Yulianna, istrinya. 

***

Saat ini, di dalam salah satu kamar hotel yang mewah, Yulianna dirundung ketakutan sebab ada sebuah bayangan yang menyelinap masuk ke kamarnya. Bayangan itu pun sering kali muncul, hilang, begitu seterusnya. 

Merasa mungkin Yulianna salah melihat dan hanya pikirannya saja, dia pun mengusir ketakutan itu dan memutuskan untuk menonton TV saja sambil menikmati semua makanan yang terdapat di kulkas serta beberapa bir. 

Tengah asyik menonton, ponselnya berdering, mengetahui bahwa Harry suaminya menelepon, dia segera mengangkatnya. 

 [Ya, kenapa kau menghubungiku?] tanya Yulianna. 

 [Apa David bersamamu?] Harry balik bertanya dari seberang sana. 

[Tidak] jawab Yulianna singkat.

[Aku dengar ada wanita yang membawanya barusan] ujar Harry. Pikirnya, Yulianna akan mengetahui. 

[Oh, mungkin dia yang mengambilnya] Yulianna terkesan santai, mengatakan kesalahannya. 

[Apa maksudmu, Yulianna?] Firasat Harry sudah tidak enak. 

[Aku menjualnya!] Yulianna langsung mengatakan. 

[Bicara apa kau? Bagaimana mungkin kau tega melakukan itu?]  tanya Harry. Betapa terkejutnya mendengar pengakuan sang istri. 

[Aku membuat anak itu agar bermanfaat buat aku sebagai ibu yang sudah membesarkannya] Sudah melakukan hal buruk, Yulianna masih sempat bertekak dengan suaminya. 

[Kau sudah tidak waras, Yulianna!] Tentu saja Harry merasa kesal. Sudah tak tahu lagi di mana otak Yulianna, bisa melakukan hal sekejam itu.  

[Ke mana mereka membawa David, cepat katakan!] tekan Harry. 

[Mana aku tahu, kau cari saja sendiri!] Yulianna berkata ketus. 

Bola mata Yulianna berputar dan segera mengakhiri panggilan tersebut. Tanpa menjawab pertanyaan suaminya. "Lelaki bodoh, dasar tidak berguna!" Yulianna mengumpat Harry. 

Yulianna yang masih menggerutu, tanpa sadar ada yang sedang mengintainya. Melihat waktu sudah pas, kedua lelaki itu mendekat dan tiba-tiba sebuah tusukan jarum suntik menembus kulit leher Yulianna.  

Dirinya terkejut, dengan rasa sakit mencoba berbalik badan dan kini melihat dua orang berjas hitam terasa familier. "Sedang apa kalian dan kenapa bisa masuk seenaknya di kamarku?" tanya Yulianna sambil menahan rasa sakit. Memegang lehernya. Teringat ada bayangan tadi, mungkin dua lelaki inilah pelakunya. 

"Tenanglah, kami berdua hanya menjalankan tugas," jawab salah seorang berjas hitam tersebut.  

"Tugas?" Yulianna mengernyitkan alis. Merasa bingung. 

"Ya, tugasnya sederhana." Lelaki itu malah memberikan jawaban yang membuat Yulianna tambah bingung. 

“Katakan yang jelas apa maksud kalian!” sungut Yulianna. Urat lehernya sampai tertarik karena keluar emosinya. 

"Bersenang-senang denganmu, tentu saja," ucap mereka dengan lirikan meremehkan. Diiringi dengan senyum licik. 

"Apa maksud pembicaraan kalian?" Yulianna merasa tak paham. 

Dua lelaki itu berjalan mendekat, refleks Yulianna mundur ke belakang. Melihat tatapan mereka, Yulianna yakin mereka ada niat buruk. 

"Apa kalian sudah gila? Pergi sana! Kalau tidak, aku akan menghubungi polisi! ancamnya. 

Ketika hendak menghubungi polisi, dengan cepat salah satu pengawal itu meraih ponsel yang berada di tangan Yulianna dan membantingkannya ke lantai hingga hancur berantakan. Yulianna pun tersentak dan kemudian berlari menuju pintu untuk keluar menyelamatkan diri. Akan tetapi, salah satu pengawal dengan cepat menangkap tubuh Yulianna.

Yulianna mencoba melawan dengan memberikan pukulan, tetapi ditangkis oleh pengawal itu. Pukulan Yulianna sangat lambat dan tidak bertenaga, jadi mudah saja bagi Hon menangkis serangan itu. 

"Lepaskan!" teriak Yulianna berusaha melepaskan pergelangan tangannya yang sudah berada di genggaman laki-laki bertubuh kekar itu.  

Melihat ada sebuah vas bunga, Yulianna pun meraih dan melemparkannya ke arah Hon memakai satu tangannya yang bebas. Namun, masih dengan mudah juga Hon mengelak. Hon kini meraih kedua tangan Yulianna dan digenggamnya erat-erat. 

Yulianna masih mencoba melancarkan aksi perlawanan dengan sebuah tendangan tepat ke selangkangan Hon. Hampir saja mengenai Hon karena lelaki itu refleks menghindar dan hanya mengenai pahanya. 

“Kau terus saja memberontak, ya!” umpat Hon. 

Merasa geram, Hon melayangkan sebuah tamparan hingga akhirnya Yulianna terjatuh. 

Sebuah tamparan keras yang telah mendarat di pipi Yulianna, kini membuat sebuah memar dan pendarahan di sudut bibirnya. 

Yulianna yang mengusap darah tersebut sambil menangis. Meringis bersedih dirinya meminta ampun karena tidak berdaya menghadapi dua pria berbadan kekar sedang mengintimidasi dirinya. 

"Aku mohon lepaskan aku, apa pun yang kalian inginkan, aku akan menurutinya," pinta Yulianna di antara ketakutan. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status