Share

Liontin Cahaya

“Tolong ... selamatkan aku!” rintih seorang lelaki yang sudah tidak berdaya. Suaranya terdengar lemah tidak bertenaga. Ternyata dia adalah Erwin.

Dalam keadaan tergeletak, Erwin menatap kucing yang ada di sampingnya. Tatapannya layu, seakan tidak ada harapan hidup lagi untuknya.

“Andai kucing ini bisa menyelamatkanku, akan ku jaga dia seumur hidupku,” batin Erwin yang sudah pasrah dengan nyawanya.

Kedua bola mata Erwin masih menatap si kucing. Meski tidak mungkin kalau dia meminta tolong pada seekor kucing yang idak mengerti bahasa manusia. Namun, tidak ada mahluk selain kucing itu yang bisa dia mintai tolong. Dengan nada pasrah dan tanpa harap, bibirnya tergerak untuk mengatakan, “Tolong aku.”

Sesaat kemudian, mata Erwin terpejam, kesadarannya pun hilang. Kucing berbulu putih yang ada di sebelahnya hanya bisa terdiam dan ketakutan menyaksikan pemandangan di depan matanya. Dia sadar kalau dirinya saat ini hanyalah seekor kucing biasa.

“Orang ini ... kenapa bisa sampai terluka?” tanya si kucing yang kebingungan.

Si kucing putih mondar-mandir kebingungan di sebelah tubuh pria itu, memikirkan cara untuk menolongnya. Dirinya saat ini sebagai seekor kucing tidak mungkin bisa membawanya ke rumah sakit.

“Apa yang harus ku lakukan? Bagaimana caraku menolongmu?” tanya si kucing.

Tidak ada siapapun di sekitar tempat itu. Jika dibiarkan, orang itu pasti akan segera meninggal karena kehabisan darah.

“Apakah kalungku bisa menyelematkannya? Semoga saja ini bisa,” ucap si kucing.

Dia mencoba mendekati wajah Erwin, menatap dengan wajah penuh kasihan. Dia berharap kalungnya bisa menyelamatkan orang yang sedang sekarat di depannya. Salah satu kaki si kucing menyentuh wajah si pria yang berlumuran darah. Hasrat ingin menolong dari lubuk hatinya sangat kuat.

“Aku mohon, sembuhkan orang ini,” pinta si kucing.

Seketika itu juga, liontin kalung yang dikenakannya bersinar terang memancarkan cahaya putih yang berkilauan. Seiring dengan kejadian itu, kesadaran si kucing mulai pudar, matanya perlahan tertutup. Tidak berselang lama, tubuhnya tergeletak tak berdaya.

***

Entah berapa lama kucing itu tidak sadarkan diri, matanya perlahan mulai terbuka. Samar-samar pandangannya menatap ke sekeliling. Dia menyadari kalau dirinya berada di suatu ruangan. Tempatnya bersih, temboknya bercat putih, hanya ada lemari dan cermin yang menempel di dinding. Tubuhnya yang terasa lemas mencoba bangkit, tapi tenaganya masih kurang. Kehangatan dan kenyamanan yang dia rasakan juga membuatnya enggan untuk bangun. Rupanya dia sedang terbaring di atas kasur yang empuk. “Ah... enak sekali kasur lembut ini.”

“Tunggu sebentar. Dimana aku sekarang? Kamar siapa ini?” tanya si kucing dalam hati.

Ingatannya seperti hilang sementara. Pikirannya masih terasa kacau. Sejenak dia memejamkan matanya untuk menenangkan diri. Tak lama kemudian, matanya langsung terbuka seakan menyadari sesuatu. Dia menatap kaki-kakinya.

“Ah ... sial! Ternyata aku masih seekor kucing,” ucap si kucing dengan perasaan jengkel.

***

Sebenarnya, seminggu yang lalu, seorang gadis yang baru saja bangun dari tidurnya, dikejutkan saat mendapati dirinya berubah menjadi seekor kucing berbulu putih. Saat itu dia berpikir kalau dirinya sedang berhalusinasi atau sedang bermimpi karena malam sebelumnya dia mabuk berat karena terlalu banyak minum-minum.

“Apa ini sungguhan? Pasti ini cuma mimpi,” ucap si gadis sambil bolak-balik melihat bayangannya di cermin. Namun tidak ada yag berubah sama sekali.

Karena masih tidak percaya, dia mecoba keluar dari apartemennya. Dia berjalan menyusuri koridor dan bertemu seorang penjaga keamanan.

“Kenapa ada kucing di sini? Aku bisa kena marah kalau sampai ada yang melihat hewan berkeliaran di gedung ini,” ucap si penjaga keamanan sambil memungut kucing yang ditemuinya untuk dibawa keluar gedung karena di sana dilarang ada hewan peliharaan termasuk kucing.

“Lepaskan aku, Pak. Aku ini manusia,” ucap si gadis yang saat itu telah berwujud seekor kucing.

“Hus.. hus... Sana main di luar saja,” kata si penjaga ke amanan meyuruh kucing itu untuk pergi.

“Aku bukan kucing, Pak!” ucap si gadis dengan suara kucing mengeong.

Gadis itu mencoba mengingat-ingat dan menerka-nerka apa yang sebenarnya terjadi. Dia mengingat satu hal kalau dirinya telah menabrak seekor kucing putih saat perjalanan pulang dari pesta kelulusan bersama teman-temannya dari fakultas kedokteran. Lalu meninggalkan kucing yang terkapar di tengah jalan begitu saja karena dari dulu dia memang tidak suka dengan binatang.

“Mungkinkah ada hubungannya dengan kejadian itu? Apa ini kutukan?” tanya si gadis yang masih tidak percaya.

Dengan polosnya, gadis berwujud kucing itu mencoba kembali ke kamarnya lewat pintu depan gedung apartemen. Namun belum sempat dia melewati pitu, penjaga keamanan yang bertugas di sana langsug menggendongnya.

“Dasar kucing nakal! Sudah ku bilang tidak boleh ada hewan peliharaan di gedung ini,” ucap si penjaga keamanan.

Saat si penjaga keamanan ingin melempar kucing itu, seorang wanita bergaun hitam merebutnya sambil berkata, “Hei ... Jangan kasar-kasar dengan kucing!”

“Ambil saja kucing itu. Bawa pergi jauh-jauh!” pinta si penajaga keamanan.

Wanita yang merebut kucing itu, berambut hitam, panjang, dan lebat. Bibirnya merah merona. Badannya tinggi sekitar 170 cm, terlihat lebih tiggi karena dai mengenakan high heel. Wajahnya cantik dengan kulitnya yang putih bersih. Sorot matanya sangat tajam dan tegas.

“Kamu aman bersamaku, kucing manis,” ucap wanita itu.

Dengan anggungnya dia menggendong kucing yang baru saja dia rebut. Lalu dia duduk di sebuah kursi taman tidak jauh dari gedung apartemen tadi.

Sambil mengelus-elus si kucing, dia mulai berkata, “Ini adalah hukuman untukmu karena kamu tidak pernah peduli dengan nyawa binatang. Kalau kamu ingin terbebas dari kutukan ini, carilah seorang lelaki yang memiliki bekas cakaran kucing di lengan kirinya. Bantulah pekerjaannya yang seorang detektif. Nantinya kamu akan kembali menjadi manusia jika kalian berhasil melaksanakan sepuluh misi.”

Si gadis yang masih kebingungan hanya bisa mendengarkan dan menatapnya. Lalu dalam hati dia berkata, “Ternyata benar aku dikutuk menjadi kucing.”

“Kamu tidak perlu bingung kemana harus mencari lelaki itu, takdir akan mempertemukan kalian berdua, terimalah kalung ini,” ucap si wanita bergaun hitam sambil mengenakan sebuah kalung berliontin permata putih pada si kucing.

“Kalung ini akan melindungimu di saat kamu terancam bahaya,” ucap wanita itu sambil meletakkan si kucing di bangku taman. Wanita itu lalu melangkah pergi mengingngalkan si kucing.

“Tunggu dulu! Siapa kamu? Kenapa mengutukku menjadi kucing,” teriak si kucing.

Saat igin mengejarnya, kucing itu melihat temannya yang biasa bermain ke apartemennya. Dia tidak menghiraukan temannya karena ingin mengejar wanita yang baru saja berbicara dengannya. Namun, entah kemana wanita itu pergi, sosoknya sudah luput dari pandangan si kucing. Alih-alih mencoba mencari keberadaan wanita itu, si kucing berlari menghampiri temannya.

“Rose!!! ini aku! Aku Renata, aku temanmu,” ucap si kucing. Namun sayangnya suaranya hanya terdengar “meow ... meow ... meow” di telinga manusia biasa.

Rose yang tidak tahu kalau kucing yang mendekatinya adalah Renata, langsung menjerit ketakutan karena dia alergi terhadap kucing, “Ihhh... hus... hus... pergi sana!”

Penjaga keamanan yang mendengar jeritan itu langsung menghampiri dan mengusir si kucing agar pergi sejauh mungkin.

Selama tujuh hari dia pontang-panting berkeliaran di kota mencari lelaki yang diceritakan si wanita bergaun hitam. Dia tidak bisa kembali ke apartemennya dan juga tidak ada tempat lain yang bisa dia tuju di kota itu.

***

“Sekarang aku ingat semuanya. Aku bertemu wanita aneh. Lalu dia menyuruhku mencari lelaki dengan bekas cakaran kucing di tangannya dan bla bla bla. Setelah itu aku bertemu seorang pria yang sekarat. Iya ... iya ... aku bertemu orang itu. Sekarang dimana dia? Apa dia sudah mati?”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status