Share

Bab 4

Penulis: Norman Tjio
last update Terakhir Diperbarui: 2024-07-12 11:18:19

Sukma Harum terus melangkah. Mungkin ia khawatir, jika ia berhenti melangkah, kenangan indah itu akan mengejarnya.

Tahu-tahu kini ia telah berada di depan sebuah rumah besar tak jauh dari pasar utama kota Jamparing. Semua orang di kota itu tahu milik siapa gerangan rumah nan megah dan indah itu. Baru akan mengetuk gerbang besinya yang kokoh, tahu-tahu jendela kecil di samping gerbang itu terbuka. Seorang penjaga gerbang mengeluarkan kepalanya sambil tersenyum penuh hormat, “Oh, raden yang datang? Mari silahkan masuk. Tunggu saya bukakan gerbangnya.”

Gerbang itu terbuka. Sukma Harum melangkah ke dalam. Ia diantar oleh salah seorang penjaga rumah sampai masuk ke ruang tamu bangunan itu.

“Silahkan tunggu sebentar, saya akan memanggil nyonya.”

Sukma Harum mengangguk dengan ramah membalas sikap ramah penjaga rumah itu.

Mereka telah tahu ia datang untuk “Nyonya” dan bukan untuk “Tuan” pemilik rumah. Karena mereka pun telah tahu, ia sudah lama tidak berbicara dengan sang “tuan”.

“Eh, raden yang datang?” terdengar suara sang nyonya. Mendengar suaranya saja, seorang lelaki dapat terbuai dan terlena.

Kini orangnya pun sudah muncul. Nyonya Oey, istri dari Oey Kim Seng. Lelaki yang memiliki rumah semegah ini, tentu saja akan memiliki istri yang cantik bagai bidadari khayangan. Hal ini sudah menjadi sejenis hukum alam.

Nyonya Oey memang cantik sekali.

Sampai-sampai kadang Sukma Harum merasa berdosa hanya karena memandangi wajahnya saja.

“Dari wangimu yang tercium sampai dapur belakang, aku sudah dapat menduga siapa yang datang,” tukas nyonya Oey dengan ramah.

Sukma Harum terseyum ramah, “Apa kabar, cici (kakak)? Sehat terus sepertinya. Eh, kau nampak kurusan? Jangan lah terlalu sibuk bekerja.”

“Eh aku kurusan? Masak sih?” Perempuan mana saja tentu suka jika dibilang kurusan. Katanya, “Ada keperluan apa raden mencariku? Loh mari silahkan duduk. Sampai lupa. Raden ingin minum apa? Mau degan dingin? Kebetulan kami baru memanen kelapa muda.”

“Oh, boleh. Terima kasih,” selamanya Sukma Harum tidak pernah menampik jika orang menawarinya mekanan enak.

Tak lama pelayan pun datang membawa kelapa muda yang telah dipotong bagian atasnya dan beberapa nampan kudapan. Sukma Harum mengucapkan terima kasih kepada pelayan itu dengan sopan.

Nyonya Oey melihat keramahan itu dan berkata, “Sejak dahulu, raden selalu memperlakukan orang lain dengan sopan. Bahkan terhadap orang yang tingkatannya jauh dibawah raden.”

Sebenarnya Sukma Harum ingin menanggapi perkataan itu, tetapi ia memilih tersenyum saja.

“Sesungguhnya, ada keperluan apa raden mencariku?” tanya nyonya Oey. Ia mengerti bahwa orang setenar dan sesibuk Sukma Harum, tidak mungkin hanya ingin datang bertamu dan mengobrol. Ia pun tahu, tamunya itu sama sekali tidak suka berbasa-basi.

“Saya mencari suamimu, cici. Apakah koh-Seng (kakak Seng) bersedia bertemu denganku?”

“Eh?” nyonya itu terbelalak keheranan. Bahkan mulutnya sampai menganga. Lalu rasa heran itu berubah menjadi raut wajah yang bahagia. “Akhirnya!” katanya.

“Mohon ditunggu, raden. Akan kutanyakan kepadanya,” nyonya itu bergegas menemui suaminya seperti tak sabar mengabarkan “berita” gembira ini.

Sukma Harum menunggu dengan tenang. Sebenarnya ia sudah dapat menduga apa jawaban dari Oey Kim Seng.

Saat nyonya Oey kembali ke ruangan tamu dengan wajah yang kurang enak, Sukma Harum tertawa di dalam hati karena mengetahui bahwa dugaannya ternyata benar.

“Ia tidak mau,” kata nyonya Oey. “Tetapi ia berkata, jika raden membutuhkan pertolongannya, silahkan katakan melalui aku.”

Sukma Harum tertawa.

Nyonya Oey bingung antara ikut tertawa atau sebal. Katanya, “Sebenarnya apa yang terjadi antara raden berdua? Kalian sudah bersahabat sejak kecil, tapi kemudian tidak mau bertegur sapa satu sama lain. Namun jika salah satu membutuhkan pertolongan, yang lain akan saling membantu. Tapi selamanya tidak mau bertemu muka. Aku sebenarnya heran….,”

Terdengar suara dari dalam, “Itu karena si kecoak itu terlalu kepala batu.” Rupanya suara Oey Kim Seng sendiri.

Sukma Harum terbahak. Katanya membalas, “Meskipun aku kepala batu, setidaknya bukan batu jamban seperti engkau.”

Terdengar tawa Oey Kim Seng pula. Lalu katanya, “Istriku, bawa dia ke kamar kita. Di sana orang lain tidak bisa mendengarkan obrolan kalian.”

Jika orang lain berada di tempat ini, tentu akan sangat keheranan melihat kejadian ini. Dua sahabat yang tidak mau saling bertemu, tapi masih mau saling membantu. Bahkan salah satunya menyuruh istirnya untuk membawa sahabatnya ke dalam kamar, karena di sana tidak ada orang yang dapat mendengar obrolan mereka.

Kamar suami istri adalah sebuah tempat yang sangat sakral. Tidak sembarang orang boleh masuk ke ruangan ini. Tapi Oey Kim Seng malah justru menyuruh istrinya membawa laki-laki lain ke dalamnya.

Tak lama Sukma Harum dan nyonya Oey sudah berada di dalam kamar. Nyonya Oey bahkan sudah menutup dan mengunci rapat-rapat semua jendela dan pintu.

Sukma Harum hanya menggeleng dengan wajah heran. Katanya, “Ia sangat percaya kepada nyonya. Rela membiarkan istrinya yang cantik berduaan dengan lelaki sepertiku.”

“Ya. Nama harum raden sebagai lelaki yang selalu dikejar dan dikelelingi wanita cantik sudah tersebar ke seluruh dunia,” sahut si nyonya tertawa lebar.

“Rasa percayanya kepada cici (kakak) sangat besar. Aku salut kepada kalian berdua. Memang hanya rasa saling percayalah yang dapat mempertahankan rumah tangga.”

“Raden keliru.”

“Eh?”

“Ia selalu cemburu kepadaku dan jarang sekali percaya kepadaku. Rasa percayanya yang besar itu bukan kepadaku, melainkan kepada raden.”

Sukma Harum tercenung.

“Sebenarnya apa yang menumbuhkan rasa percaya sebesar itu di antara kalian?” tanya nyonya Oey.

Sukma Harum berpkir sebentar, lalu berkata, “Mungkin karena kami sama-sama mengerti bahwa jika salah satu membutuhkan nyawa yang lain, ia cukup meminta saja. Maka nyawa itu akan diberikan dengan cuma-cuma dan dengan senang hati.”

“Lalu kenapa raden berdua tidak saling menyapa?”

Sukma Harum tersenyum kecil. “Memberikan nyawa dan saling menyapa adalah 2 hal yang berbeda.”

Nyonya Oey tertawa. Ia tahu bahwa ia tidak salah memilih suami. Seseorang memang dinilai dari sahabat-sahabat yang dimilikinya.

“Sedang sibuk apa suamimu akhir-akhir ini? Nampaknya ia tidak pernah keluar ruang kerjanya,” tanya Sukma Harum.

“Ia sedang menulis kitab.”

“Kitab?”

“Ya. Kitab tentang 100 Senjata Paling Digdaya di masa ini?”

“Hmmm. Menarik.”

“Aku sempat melirik sedikit apa yang dituliskannya. Tapi justru itu bagian yang paling penting.”

“Bagaimana?”

“Aku jadi tahu 5 senjata paling digdaya di urutan paling atas dalam kitabnya. Tapi janji jangan raden beritahukan kepada siapapun sebelum kitab ini diterbitkan”

“Oh. Baiklah”

“Yang nomer 5 adalah Pedang Jinggalita milik adik kandung raden sendiri, Raden Ayu Amarajati. Yang ke-4 adalah Gendewa Bumi milik Patih Surya Laksana. Yang ke-3 adalah

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Petualangan Sukma Harum: Darah Sang Raja   Bab 82

    “Sebelum ini semua, aku telah menemukan banyak kejanggalan. Contoh, Jika Reksa Bauweda memang pelakunya sesuai gagasanku sebelumnya, kenapa ia membunuh kakaknya di rumah hutan Mandeung? Kenapa harus menunggu aku datang? Tujuannya adalah memfitnahku!”“Lalu, jika Sri Murti memang pelakunya, kenapa ia tidak membunuh adiknya juga? Padahal adiknya lah yang paling gampang dibunuh. ““Jika orang lain pelakunya, maka orang itu harus bisa terbang. Karena dengan cara begitulah, ia bisa menguras habis seluruh harta di gudang keluarga Damara tanpa jejak sedikitpun. Tanpa diketahui orang lain.”“Orang hanya bisa terbang dengan bantuan burung raksasa. Dan burung raksasa hanya mampu dikuasai Padepokan Rajawali Sakti.” “Aku memikirkan dengan keras siapa orang padepokan itu yang sanggup melakukannya. Lalu aku ingat Aji Satya pernah berkata bahwa ibunda pernah mampir ke sana. Aku menduga-duga, menciptakan gagasan. Apakah dendam karena ibu membunuh orang di sana? Ataukah ada kemungkinan lain? Satu-sat

  • Petualangan Sukma Harum: Darah Sang Raja   Bab 81

    “Kemudian aku datang ke Lembah Iblis. Bertemu Renjani, dari sini aku mendengar kisah tentang Bunga, dan Tanabasa. Lalu Renjani menipuku dengan mengaku sebagai telik sandi kerajaan yang sedang membangun pasukan. Padahal ia sendiri yang membangun pasukan gadis-gadis cantik. Pasukan ini bersebrangan dengan kelomoknya Tanabasa, sehingga Renjani memintaku menghancurkan Tanabasa.”“Tak diduga, Aji Satya sendiri pun mungkin ingin memusnahkan Tanabasa. Mungkin karena penjahat itu dan kelompoknya sudah mulai tidak berguna bagi dirinya. Malah nanti bisa membahayakan dirinya. Maka AJi Satya secara tidak langsung memanfaatkan diriku untuk menghancurkan Tanabasa.”“Di Lembah Iblis inilah, Sri Murti yang asli selama ini bersembunyi dengan menyamar menjadi Maya. Ia menjadi perwakilan Aji Satya dalam kelompok Tanabasa. Untuk menjaga diri, Aji Satya memberikan Bumbung Bratagini kepadanya. Aji Satya dan Maya merencanakan membantai semua anggota kelompok Tanabasa. Lalu memfitnah seolah-olah Candramawa p

  • Petualangan Sukma Harum: Darah Sang Raja   Bab 80

    Mungkin inilah rahasia yang membuat Dewi Kinanti tidak terkalahkan sebagai pendekar di masa mudanya. Ia tahu bagaimana menghancurkan harga diri lawan.Kini Aji Satya tidak lagi dapat memusatkan pikiran, pengerahan tenaganya menjadi berantakan.Seluruh impiannya, harapannya, kegagahannya, hilang begitu saja dipermalukan sebegitu keras, di hadapan orang sebegitu banyak.Lalu Kujang Arka Kencana bergerak.Kujang itu tidak pernah mengecewakan pemiliknya.****Hari kemarin adalah hari kemarin.Hari ini adalah hari ini.Hari ini, di atas anjungan yang indah, semua orang berkumpul menikmati anugrah keselamatan dan keberkahan langit. Sambil menikmati bakaran ikan, ayam, dan berbagai macam santapan lezat lainnya, mereka mendengarkan Sukma Harum bercerita.Bintang dan bulan bersinar dengan cerah.“Lebih baik kujelaskan dari awal ya, agar semua mengerti,” katanya.“Cerita di mulai mungkin lebih dari 20 tahun yang lalu. Saat ibunda masih remaja. Masih bertualang di dunia persilatan. Saat itu kala

  • Petualangan Sukma Harum: Darah Sang Raja   Bab 79

    Maya, atau Sri Murti Trianti mengangguk. “Sejak dulu aku memang takut kepada adikku. Jika bisa terlepas dari cengkeramannya, aku sungguh bersyukur.”“Ya. Tentu saja. Terlepas dari cengkeramannya, dan juga kau menguasai seluruh harta keluargamu.”Maya Tidak menjawab.Demi uang sepicis, kakak rela membunuh adik, anak rela membunuh orang tua. Apalagi demi harta yang sebegitu besarnya.“Sebelumnya tentu kau bertemu dengan Candramawa. Lalu kau menyadari bahwa ia adalah kakak angkatmu yang hilang. Tetapi ia hilang ingatan. Tidak mengenal dirimu. Karena khawatir, kau menceritakan ini kepada Aji Satya.”Maya tetap tidak menjawab.“Lalu timbul lah gagasan untuk mengadu aku dengan Candramawa. Dengan satu batu, dua burung dapat dibidik. JIka aku mati, puas lah dendam Aji Satya. Jika Candrmawa yang mati, orang yang merintangimu mendapatkan seluruh harta pun musnah sudah. Apalagi jika kami berdua yang mati.”“Hahahaahaha. Hahahahahahha,” tawa Aji Satya sangat puas.“Hari ini aku mati di sini pun t

  • Petualangan Sukma Harum: Darah Sang Raja   Bab 78

    Mendengar itu seolah ada petir menyengat ke dalam jiwa Aji Satya. Matanya menyala, wajahnya memerah.“Semenjak kau dulu menolak cintaku bahkan menertawakanku, aku masih baik-baik saja. Bahkan hidup dengan penuh kebahagiaan.”Semua orang dapat melihat bahwa lelaki tua itu tidaklah berbahagia. Bahkan ungkin sedetik saja di dalam hidupnya ia tidak pernah merasakan kebahagiaan.Karena sumber kebahagiaannya, cinta yang membuatnya hidup dan menjadi manusia, telah menolaknya. Bahkan mentertawakannya. Ada satu hari di dalam hidupnya, yang terasa begitu kelam. Seolah seluruh masa depannya hilang begitu saja dirampas oleh hari yang kelam itu. Hari di mana Dewi Kinanti menolak cintanya.Ia masih ingat benar. Saat itu Dewi Kinanti yang merupakan pendekar wanita paling hebat di jamannya, datang ke padepokan Rajawali Sakti. Saat itu ia sudah menjadi murid kepala. Ia pun tampan dan gagah saat itu. Banyak wanita menaksir kepadanya. Dewi Kinanti yang lincah namun anggun. Yang dengan berani datang m

  • Petualangan Sukma Harum: Darah Sang Raja   Bab 77

    Meskipun lawannya kini masih sanggup menghindar, tetapi sang lawan sendiri pun masih belum sanggup menyerang.Siapa yang unggul?Siapa yang pecundang?Tiada seorang pun yang sanggup menjawabnya.Tusukan tombak hitam yang ganas itu bergerak ribuan kali, ke ribuan arah, menuju ribuan tempat. Tetapi selalu dapat dihindari. Apakah jurus tombak itu kurang digdaya? Tetapi semua di bawah langit pun paham, jika tombak hitam itu menemukan sasarannya, sekali saja, maka dewa kematian lah yang akan datang berkunjung.Orang seperti Tombak Setan, sudah tidak punya apa-apa lagi. Tiada harapan, tiada impian, tiada kenangan, tiada pula kesenangan. Yang tersisa dalam dirinya hanyalah penderitaan bertubi-tubi yang ia sendiri tak pernah mengerti mengapa harus selalu terjadi kepada dirinya. Kau takkan dapat mengalahkan orang seperti ini. Karena jika ia bertarung, segala keputusasaan yang menumpuk di dalam jiwanya seolah berubah menjadi sebuah kekuatan besar yang tak terjelaskan. Oleh karena hidup begi

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status