Share

Bab 6

Penulis: Norman Tjio
last update Terakhir Diperbarui: 2024-07-12 11:22:00

“Jadi begitulah. Ia keluar rumah sambil memaki-maki,” kisah Sukma Harum. Rupanya ia sedang menceritakan pengalamannya tadi mampir ke rumah Oey Kim Seng kepada ke 5 orang dayang pengawalnya yang cantik-cantik.

Anjani, Anjati, dan Anjasih, adalah 3 orang saudara kandung. Sedangkan Aristi dan Andini adalah 2 orang lainnya yang berasal dari perguruan berbeda.

Anjani yang paling tua. Umurnya sekitar 22 tahun. Tugas utamanya adalah mengatur segala urusan di atas kapal. Ia pun bertanggung jawab pada semua kebutuhan majikannya. Selain ilmu silatnya paling tinggi, ia juga ahli siasat. Ia adalah pemimpin 5 dayang pengawal ini.

Anjati, umur 20 tahun, adalah nahkoda kapal yang paling handal. Di usianya yang masih sangat muda, ia pernah berkunjung ke berbagai tempat di nusantara.

Anjasih, berumur 18 tahun. Ia adalah koki paling handal. Apa yang disentuhnya akan menjadi sangat enak. Walaupun hanya dengan bumbu garam atau sekedar merica.

Aristi, 21 tahun. Ia yang paling luas pengetahuannya mengenai banyak hal. Mulai dari dunia persilatan, sejarah, dan lain-lain. Sukma Harum menyebutnya sebagai perpustakaan berjalan. Ia juga yang paling cantik  di antara ke 5 pengawalnya. Selain itu, ia pintar pula memainkan musik dan menulis sajak.

Andini, 20 tahun, adalah ahli pengobatan. Ia mahir dalam mengobati luka dalam, luka bacok, racun, dan lain-lain.

Kini semua pengawal setianya itu sedang tiduran semua bersamanya di atas dipan yang nyaman itu.

“Kenapa Raden harus pergi datang kepadanya?” tanya Anjasih, si koki handal. Ia yang paling cerewet dan paling suka mengobrol.

“Ada pertanyaan yang harus kuajukan kepadanya,” jawab Sukma Harum.

“Bukankah segala pertanyaan di muka bumi ini dapat Raden tanyakan pada kak Aristi?” tanya Anjasih lagi.

Sukma Harum hanya menjawab pendek, “Betul.”

Malah Anjani yang menyahut, “Raden datang ke sana sebenarnya bukanlah untuk mengajukan pertanyaan, melainkan hanya karena kangen saja sudah lama tidak bertemu, bukan?”

“Memang Anjani yang paling mengerti perasaanku,” kata Sukma Harum sambil menyentuh ujung hidung nona itu.

“Raden kangen padanya tapi tidak mau mengakui. Sudah datang jauh-jauh, malah tidak bertemu. Ketika pulang malah dimaki-maki pula. Bukannya marah atau tersinggung, sampai di rumah malah wajah berseri-seri. Seumur hidup aku tidak bakalan mengerti hubungan persahabatan seperti ini,” gerutu Anjasih.

Kembali Anjani menyahut, “Hubungan yang dalam antara dua orang sahabat karib, memang kadang sulit dimengerti. Yang bisa kupahami, adalah alasan kenapa ia memaki-maki raden.”

“Jelaskan,” tukas Sukma Harum.

“Ia sengaja memaki-maki raden di depan gerbang, agar semua orang mengira kalian masih bermusuhan. Sepertinya ia menduga ada mata-mata yang mengawasi rumahnya.”

“Ah, bagus sekali.”

“Oooo, jadi begitu,” kata para pengawal lain hampir bersamaan.

“Orang yang memusuhiku memang banyak. Akan lebih aman jika orang lain tidak mau kenal denganku,” ujar Sukma Harum sambil tertawa masam.

“Tetapi raden pulang dengan wajah berseri-seri. Tentu bukan itu pikiran yang timbul di hati raden,” kata Anjani.

Sukma Harum menatapnya dengan wajah yang puas, “Menurutmu?”

“Oey Kim Seng sendiri memiliki banyak musuh pula. Justru ia memaki-maki Raden agar musuh-musuhnya tidak menjadi musuhmu.”

“Hebat! Aku sendiri membutuhkan waktu beberapa saat untuk dapat memahami maksud tindakannya itu.”

“Kak Anjani memang hebat!” sahut yang lain memuji pula.

Malam semakin beranjak kelam. Di atas sungai, kecil kecil nan mewah itu meluncur dengan luwesnya. Layarnya terkembang dengan gagah, menyongsong angin yang membawanya menyusuri dunia. Bintang-bintang tertutup di balik awan yang gelap.

“Aku mengantuk. Kalian kembalilah ke kamar masing-masing.”

“Kami ingin di sini menemani raden.”

Lelaki itu tertawa. Meskipun mereka adalah dayanglnya, ia sudah menganggap mereka seperti adik-adiknya sendiri. “Terserah kalian saja. Aristi, mainkan serulingmu.”

Aristi segera mengambil seruling yang selalu ia sisipkan di balik bajunya. “Raden ingin lagu apa?”

“Lagu apa saja. Pokoknya yang bisa mengiringi aku pulas.”

Nada-nada indah lalu terdengar. Mengalun lembut selembut gemericik air sungai yang menderai. Sukma Harum telah terbuai dengan mimpi.

“Cepat sekali raden tertidur,” kata Anjati entah kepada siapa.

“Ia memang seperti itu. Semakin besar masalah yang akan dihadapainya, maka semakin pulas juga ia tidur. Karena ia tahu ia harus mengumpulkan tenaga dan memusatkan segenap pikirannya,” kata Anjani.

Kelima orang itu menatap wajah majikan mereka yang telah tertidur pula situ dengan penuh kasih sayang. Jika mereka harus menyerahkan segenap jiwa raga untuk lelaki ini, mereka tidak akan ragu melakukannya.

Hanya mereka yang benar-benar mencintai, menghormati, dan mengasihi bawahannya lah yang akan mendapat cinta, rasa hormat dan kesetiaan seperti ini.

***

Pagi menjelang.

Sukma Harum malah sudah bangun. Nindita telah bersandar di sebuah deraga kecil. Di lihatnya Anjani masih terjaga di sana. “Kau sudah bangun atau malah belum tidur?”

Anjani hanya tersenyum. Katanya, “Semua keperluan Raden sudah siap. Jika Raden berangkat saya akan segera tidur.”

“Segala keperluanku bisa kukerjakan sendiri. Kau tidak perlu serepot ini.”

“Ini sudah kewajiban dan tugas saya, raden,” kata Anjani penuh hormat. Lanjutnya, “Jika Raden ingin mandi, sudah ada air panas di ruang pribadi Raden. Sarapan akan segera matang sebentar lagi.”

Sukma Harum berdiri dan mengusap kepala Anjani. “Terima kasih.” Ia lalu pergi ke kamar pribadinya di geladak ke dua dalam kapal. Kamar itu berukuran sedang dan tertata rapi. Anehnya, berbeda dengan bagian anjungan (ruang kemudi) yang sangat mewah dengan segala perhiasan dan kelengkapannya, kamar pribadinya malah terkesan sangat sederhana. Hanya ada satu dipan kecil yang hanya muat untuk satu orang, serta meja kecil di samping dipan untuk meletakan makanan atau benda-benda kecil. Juga ada lemari kayu jati yang berisi pakaian-pakaiannya.

Dari seluruh ruangan yang ada di dalam kapal, justru kamarnya sendiri yang paling sederhana. Jauh lebih sederhana daripada kamar dayang-dayangnya.

Di bagian belakang kamar ada ruangan untuk membersihkan diri dan jamban kecil yang sangat bersih dan wangi. Sukma Harum segera masuk ke ruangan ini dan mandi air hangat yang sudah disiapkan dayangnya.  Selesai mandi ia menata diri dengan perlahan. Ia sangat menyukai hal ini. Beberapa orang sahabatnya berkata ia suka bersolek. Ia tidak perduli. Baginya, tampil dengan pakaian dan dandanan yang baik akan memberikannya rasa percaya diri dan pembawaan yang sempurna di hadapan orang lain.

Ia telah melalui pengalaman yang panjang untuk sampai kepada kesimpulan ini.

Tak berapa lama setelah selesai bersolek, pintu kamarnya diketuk salah satu dayang. “Sarapan sudah siap, raden. Apa raden ingin makan di kamar atau di ruang makan?”

“Di ruang makan saja. Aku segera ke sana.”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Petualangan Sukma Harum: Darah Sang Raja   Bab 82

    “Sebelum ini semua, aku telah menemukan banyak kejanggalan. Contoh, Jika Reksa Bauweda memang pelakunya sesuai gagasanku sebelumnya, kenapa ia membunuh kakaknya di rumah hutan Mandeung? Kenapa harus menunggu aku datang? Tujuannya adalah memfitnahku!”“Lalu, jika Sri Murti memang pelakunya, kenapa ia tidak membunuh adiknya juga? Padahal adiknya lah yang paling gampang dibunuh. ““Jika orang lain pelakunya, maka orang itu harus bisa terbang. Karena dengan cara begitulah, ia bisa menguras habis seluruh harta di gudang keluarga Damara tanpa jejak sedikitpun. Tanpa diketahui orang lain.”“Orang hanya bisa terbang dengan bantuan burung raksasa. Dan burung raksasa hanya mampu dikuasai Padepokan Rajawali Sakti.” “Aku memikirkan dengan keras siapa orang padepokan itu yang sanggup melakukannya. Lalu aku ingat Aji Satya pernah berkata bahwa ibunda pernah mampir ke sana. Aku menduga-duga, menciptakan gagasan. Apakah dendam karena ibu membunuh orang di sana? Ataukah ada kemungkinan lain? Satu-sat

  • Petualangan Sukma Harum: Darah Sang Raja   Bab 81

    “Kemudian aku datang ke Lembah Iblis. Bertemu Renjani, dari sini aku mendengar kisah tentang Bunga, dan Tanabasa. Lalu Renjani menipuku dengan mengaku sebagai telik sandi kerajaan yang sedang membangun pasukan. Padahal ia sendiri yang membangun pasukan gadis-gadis cantik. Pasukan ini bersebrangan dengan kelomoknya Tanabasa, sehingga Renjani memintaku menghancurkan Tanabasa.”“Tak diduga, Aji Satya sendiri pun mungkin ingin memusnahkan Tanabasa. Mungkin karena penjahat itu dan kelompoknya sudah mulai tidak berguna bagi dirinya. Malah nanti bisa membahayakan dirinya. Maka AJi Satya secara tidak langsung memanfaatkan diriku untuk menghancurkan Tanabasa.”“Di Lembah Iblis inilah, Sri Murti yang asli selama ini bersembunyi dengan menyamar menjadi Maya. Ia menjadi perwakilan Aji Satya dalam kelompok Tanabasa. Untuk menjaga diri, Aji Satya memberikan Bumbung Bratagini kepadanya. Aji Satya dan Maya merencanakan membantai semua anggota kelompok Tanabasa. Lalu memfitnah seolah-olah Candramawa p

  • Petualangan Sukma Harum: Darah Sang Raja   Bab 80

    Mungkin inilah rahasia yang membuat Dewi Kinanti tidak terkalahkan sebagai pendekar di masa mudanya. Ia tahu bagaimana menghancurkan harga diri lawan.Kini Aji Satya tidak lagi dapat memusatkan pikiran, pengerahan tenaganya menjadi berantakan.Seluruh impiannya, harapannya, kegagahannya, hilang begitu saja dipermalukan sebegitu keras, di hadapan orang sebegitu banyak.Lalu Kujang Arka Kencana bergerak.Kujang itu tidak pernah mengecewakan pemiliknya.****Hari kemarin adalah hari kemarin.Hari ini adalah hari ini.Hari ini, di atas anjungan yang indah, semua orang berkumpul menikmati anugrah keselamatan dan keberkahan langit. Sambil menikmati bakaran ikan, ayam, dan berbagai macam santapan lezat lainnya, mereka mendengarkan Sukma Harum bercerita.Bintang dan bulan bersinar dengan cerah.“Lebih baik kujelaskan dari awal ya, agar semua mengerti,” katanya.“Cerita di mulai mungkin lebih dari 20 tahun yang lalu. Saat ibunda masih remaja. Masih bertualang di dunia persilatan. Saat itu kala

  • Petualangan Sukma Harum: Darah Sang Raja   Bab 79

    Maya, atau Sri Murti Trianti mengangguk. “Sejak dulu aku memang takut kepada adikku. Jika bisa terlepas dari cengkeramannya, aku sungguh bersyukur.”“Ya. Tentu saja. Terlepas dari cengkeramannya, dan juga kau menguasai seluruh harta keluargamu.”Maya Tidak menjawab.Demi uang sepicis, kakak rela membunuh adik, anak rela membunuh orang tua. Apalagi demi harta yang sebegitu besarnya.“Sebelumnya tentu kau bertemu dengan Candramawa. Lalu kau menyadari bahwa ia adalah kakak angkatmu yang hilang. Tetapi ia hilang ingatan. Tidak mengenal dirimu. Karena khawatir, kau menceritakan ini kepada Aji Satya.”Maya tetap tidak menjawab.“Lalu timbul lah gagasan untuk mengadu aku dengan Candramawa. Dengan satu batu, dua burung dapat dibidik. JIka aku mati, puas lah dendam Aji Satya. Jika Candrmawa yang mati, orang yang merintangimu mendapatkan seluruh harta pun musnah sudah. Apalagi jika kami berdua yang mati.”“Hahahaahaha. Hahahahahahha,” tawa Aji Satya sangat puas.“Hari ini aku mati di sini pun t

  • Petualangan Sukma Harum: Darah Sang Raja   Bab 78

    Mendengar itu seolah ada petir menyengat ke dalam jiwa Aji Satya. Matanya menyala, wajahnya memerah.“Semenjak kau dulu menolak cintaku bahkan menertawakanku, aku masih baik-baik saja. Bahkan hidup dengan penuh kebahagiaan.”Semua orang dapat melihat bahwa lelaki tua itu tidaklah berbahagia. Bahkan ungkin sedetik saja di dalam hidupnya ia tidak pernah merasakan kebahagiaan.Karena sumber kebahagiaannya, cinta yang membuatnya hidup dan menjadi manusia, telah menolaknya. Bahkan mentertawakannya. Ada satu hari di dalam hidupnya, yang terasa begitu kelam. Seolah seluruh masa depannya hilang begitu saja dirampas oleh hari yang kelam itu. Hari di mana Dewi Kinanti menolak cintanya.Ia masih ingat benar. Saat itu Dewi Kinanti yang merupakan pendekar wanita paling hebat di jamannya, datang ke padepokan Rajawali Sakti. Saat itu ia sudah menjadi murid kepala. Ia pun tampan dan gagah saat itu. Banyak wanita menaksir kepadanya. Dewi Kinanti yang lincah namun anggun. Yang dengan berani datang m

  • Petualangan Sukma Harum: Darah Sang Raja   Bab 77

    Meskipun lawannya kini masih sanggup menghindar, tetapi sang lawan sendiri pun masih belum sanggup menyerang.Siapa yang unggul?Siapa yang pecundang?Tiada seorang pun yang sanggup menjawabnya.Tusukan tombak hitam yang ganas itu bergerak ribuan kali, ke ribuan arah, menuju ribuan tempat. Tetapi selalu dapat dihindari. Apakah jurus tombak itu kurang digdaya? Tetapi semua di bawah langit pun paham, jika tombak hitam itu menemukan sasarannya, sekali saja, maka dewa kematian lah yang akan datang berkunjung.Orang seperti Tombak Setan, sudah tidak punya apa-apa lagi. Tiada harapan, tiada impian, tiada kenangan, tiada pula kesenangan. Yang tersisa dalam dirinya hanyalah penderitaan bertubi-tubi yang ia sendiri tak pernah mengerti mengapa harus selalu terjadi kepada dirinya. Kau takkan dapat mengalahkan orang seperti ini. Karena jika ia bertarung, segala keputusasaan yang menumpuk di dalam jiwanya seolah berubah menjadi sebuah kekuatan besar yang tak terjelaskan. Oleh karena hidup begi

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status