Share

Bab 7

Author: Norman Tjio
last update Last Updated: 2024-07-12 11:23:45

Kota Mandeung adalah kota paling selatan dari kerajaan Pasundan. Berbatasan dengan kadipaten Jamparing yang merupakan bagian dari kerajaan sebelah, yaitu kerajaan Madangkara. Hubungan kedua kerajaan sangat erat, baik dalam perdagangan, kemasyarakatan maupun dalam hubungan kenegaraan.

Prabu Siliwangi yang bertahta di kerajaan Pasundan, adalah seorang raja arif dan bijaksana. Di tangannya lah Pasundan menjadi kerajaan besar dan sejahtera. Penduduk aman dan bahagia. Di masa pemerintahannya jualah dunia persilatan maju pesat karena banyak pendekar-pendekar sakti bermunculan. Prabu Siliwangi sendiri adalah pendekar sakt mandraguna sehingga beliau sangat menggemari ilmu silat dan kanuragan. Perguruan-perguruan dan padepokan-padepokan silat dan kanuragan tumbuh dengan sangat pesat.

Tapi, dampak buruk yang timbul karena perkembangan dunia yang persilatan yang pesat ini adalah seringnya terjadi pergesakkan antar pendekar dunia persilatan. Meskipun pergesekkan itu tidak sampai mempengaruhi perikehidupan rakyat awam, pergesekkan ini mengakibatkan jatuhnya korban yang sangat besar yang diakibatkan oleh pertarungan dan persaingan di dunia persilatan.

Kota Mandeung adalah salah satu kota yang sering dikunjungi pendekar dunia persilatan. Selain indah dan ramai, kota ini merupakan banyak memiliki padepokan silat karena sangat dekat dengan Laut Selatan yang konon memiliki sifat keramat sehingga sering digunakan untuk bertapa atau berlatih.

Berhubung sampai di pagi hari, Sukma Harum menggunakan kesempatan itu untuk berjalan-jalan mengunjungi berbagai tempat terkenal di kota. Tampat yang paling disukainya tentu adalah rumah makan yang menyajikan makanan-makanan khas kota tersebut.

Makan siang sudah selesai. Kini waktunya bersantai.

Sukma Harum baru akan melangkah ke luar rumah makan ketika matanya tertumbuk pada sebuah keramaian di depan sana. Dari pengalamannya sehari-hari, ia tahu sedang ada pertarungan antar ahli silat. Segera ia bergegas ke sana agar tidak ketinggalan mendapatkan hiburan tontonan yang seru.

Hanya beberapa langkah keluar, dahinya berkenyit. Ia sepertinya sedang menyadari satu hal. “Eh?”

Syuuuut!!!

Ia melesat dengan sangat cepat. Gerakannya bagaikan setan yang tahu-tahu menghilang dari pandangan orang. Ilmu meringankan tubuh setinggi ini sangat jarang ditemukan tandingannya!

Tubuhnya melayang dengan ringan dan kini sudah berada di sebuah atap bangunan yang tinggi. Dari sana ia dapat menonton keramaian dengan jelas. Orang-orang sedang membuat kerumunan mengelilingi dua orang.

Meski ada 2 orang yang sudah pasang kuda-kuda dan segera siap bergebrak, perhatian  Sukma Harum hanya tertuju pada salah seorang saja. Orang itu adalah seorang wanita muda. Dari cara berdiri dan berpakaiannya saja sudah ketahuan kalau gadis itu adalah orang dunia persilatan.

Sukma Harum sangat mengenalnya. Karena gadis itu adalah adik kandungnya sendiri.

Raden Ayu Amarajati Anggana Gandakusuma.

Julukannya tidak kalah cantik dengan namanya. “Si Pedang Pelangi”.

“Mara…, dengan siapa lagi kau mencari perkara,” batin Sukma Harum. Ia tertawa di dalam hati karena mengetahui betul sifat adiknya yang gampang sebal dengan orang lain.

Dilihatnya lawan yang dihadapi sang adik adalah seorang lelaki muda yang tampan namun berwajah angkuh. Pakaiannya mentereng.  Sarung pedangnya bersepuh emas dan bertahtakan mutiara.

Ada pula 6 orang roboh yang di tanah. Tampaknya mereka hanya pingsan.

Sekali melihat, Sukma Harum dapat menduga bahwa lelaki muda ini tentu berasal dari kelurga kaya raya yang menyukai ilmu silat dan kanuragan. Ia menarik kesimpulan, tentunya laki-laki ini sebelumnya telah menggoda adiknya sehingga terjadi pertarungan ini. Ke 6 orang yang roboh itu tentunya adalah pengawal-pengawalnya.

Sukma Harum tidak merasa khawatir. Ia tahu kemampuan adik kesayangannya itu.

Pertarungan belum di mulai. Kedua orang petarung masih memasang kuda-kuda dan mempelajari lawan.

Tahu-tahu Sukma Harum terhenyak. Ada sesuatu yang mengagetkannya.

“Sesuatu” adalah seseorang yang duduk juga di atas atap di beberapa bangunan di depannya. Orang itu duduk saja dengan tenang. Rambutnya hitam gelap hampir menutupi wajahnya. Ia memakai jubah lusuh yang menutupi seluruh badannya seperti selimut di musim dingin.

Orang itu hanya duduk termenung, tidak perduli dengan keramaian di bawah sana.

Yang membuat Sukma Harum terhenyak adalah karena sebelumnya ia tidak menyadari bahwa ada orang duduk di sana. Bahwa kita ia melayang turun di atas atap, ia telah mengetahui segala sesuatu di daerah itu. Ia mengetahui bahwa banyak pendekar pula yang berada di atas atap bangunan yang ingin menyaksikan pertarungan ini.

Tapi “sesuatu” itu tadi lolos dari perhatiannya.

Di sepanjang petualangannya, orang yang mampu menyembunyikan diri dari perhatiannya tidaklah banyak. Mungkin hanya bisa dihitung oleh jari sebelah tangan.

Sriiiingggggg!

Terdengar suara pedang tercabut dari sarungnya.

Ternyata sang musuh yang telah mencabut pedangnya duluan.

Sedangkan sang adik masih tetap memasang kuda-kuda. Pedangnya masih tersoren dalam sarungnya di pundak gadis itu.

Melihat keadaan ini saja, Sukma Harum sudah dapat menduga siapa yang akan memenangkan pertarungan ini.

Laki-laki pesolek itu bergerak!

Langkahnya ringan dan cepat. Ilmu silatnya memiliki dasar yang sangat bagus.

Wuuuut! Wuuuuuut!

Sabetan pedangnya menimbulkan angin yang menderu. Raden Ayu Amarajati menghindar dengan sangat luwes. Gerakannya sangat sederhana. Tidak ada kembangan, tidak ada hiasan. Ia menghindar dengan begitu tipis. Serangan pedang hanya berjarak seujung rambut.

Dalam sekali gerak, si lelaki muda itu telah melakukan 5 serangan bertubi-tubi. Ilmu pedangnya tidak bisa dianggap remeh. Sangat cepat dan sangat mematikan.

Si Pedang Pelangi hanya menghindar sambil berkata dengan pertanyaan yang dingin, “Begitu saja ilmu pedangmu?”

Jika seorang perempuan cantik mengucapkan kata-kata yang dingin menusuk hati, maka seolah kecantikannya bertambah berkali lipat.

Namun hati si lelaki seolah tertusuk duri.

Hal ini membuat gerakanya sedikit terganggu. Kebanyakan pendekar dunia persilatan tidak akan mampu melihat celah itu. Tetapi Raden Ayu Amarajati bukanlah orang kebanyakan. Ibunya adalah pendekar wanita terhebat di dunia. Tentu saja ia mewarsi bakat ibunya.

Dalam celah itu, tangan Si Pedang Pelangi sudah bergerak. Jarinya menotol tangan musuhnya. Pedang itu terhempas ke tanah.

Craaaaangggg!

Pedang itu jatuh. Jatuh pula harga diri si lelaki pesolek. Ia jatuh terduduk. Hanya dengan sekali gebrak saja seorang perempuan telah menaklukkan ilmu pedang yang ia pelajari seumur hidupnya.

Si gadis cantik membalik badan seolah tidak perduli lagi dengan lelaki itu. Ia bahkan tidak berkata apa-apa.

Lalu lelaki muda itu mengambl keputusan. Ia telah kehilangan seluruh harga dirinya. Membuat satu kecurangan lagi toh tak akan merubah segalanya. Karena seluruhnya telah berakhir.

Ia lalu memungut pedangnya di tanah, dan lalu menusuk Si Pedang Pelangi dari belakang!

Raden Ayu Amarajati bukanlah pendatang baru dalam dunia persilatan. Tingkatannya sudah sangat tinggi. Ia pun sudah siap menerima serangan pedang itu.

Tahu-tahu pedang itu tertepis sebuah batu kerikil yang disentilkan seseorang jauh dari atas atap sana.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Petualangan Sukma Harum: Darah Sang Raja   Bab 20

    tadi. Raka menahan nafas. Kesalahan kecil saja bisa membuatnya terhempas ke dalam jurang dan disambut oleh ratusan perangkap tajam dan beracun.Masih ada 5 titik yang ditujunya. Masih ada banyak senjata rahasia dan perangkap yang harus dihindarinya. Semuanya dilewatinya satu persatu dengan aman. Titik terakhir adalah sebuah pohon di ujung sana. Ia harus bisa sampai ke atas pohon itu dengan satu lompatan. Karena jika tidak, ia akan ditelan perangkap-perangkap ganas yang tersembunyi di balik rerumputan dan semak-semak di bawah sana.Raka menarik nafas dalam-dalam. Lompatan ini sangat jauh. Ia belum pernah melakukannya. Tetapi ia harus mencoba, karena inilah satu-satunya jalan. Dan selama ini, ia tidak pernah kecewa dengan ilmu meringankan tubuhnya.Swuuuuussshhh.Sebenarnya tidak ada orang yang mampu mendengar gerakannya. Hanya angin di sekitarnya sendiri yang dapat mampu “mendengar” gerakannya!Lompatan itu dilakukannya dengan sederhana. Tidak ada keindahan, tidak ada gerakan yang lema

  • Petualangan Sukma Harum: Darah Sang Raja   Bab 19

    Jika kau pernah melihat Kujang itu disambitkan, maka kau pun akan berpikiran terbuka.“Melihat bahwa Mahaguru kami menerima tuan pun dengan tangan terbuka, maka kami telah mengambil keputusan bahwa aturan ini tidak dapat diterapkan.”Dengan keputusan ini, sang bhiksu seolah mengatakan bahwa meskipun Sukma Harum telah memasuki daerah terlarang, maka ia tidak dapat dijatuhi hukuman, karena pemiik daerah terlarang itu sendiri telah menerimanya dengan tangan terbuka.“Kabar yang terdengar bahwa Bhiksu kepala Padepokan Rajawali Sakti adalah orang yang sangat bijaksana, ternyata bukanlah kabar angin. Hari ini sudah hamba buktikan sendiri,” tukas Sukma Harum.“Ingat, tuan. Satu purnama. Setelah itu kami akan mencari tuan,” kata-kata sang bhiksu penuh ancaman.Sukma Harum hanya mengangguk. Ia lalu menjura dan meminta diri.Semua mata masih memandangnya dengan tajam saat ia berjalan keluar dengan santai melalui pintu gerbang depan. Tahu-tahu Sukma Harum mengeluarkan suitan panjang yang keras s

  • Petualangan Sukma Harum: Darah Sang Raja   Bab 18

    Bahkan ketka seorang laki-laki sudah menjadi begitu tua, kenangan tentang cinta masa lalu akan tetap membara di hatinya.Menjadi bhiksu bukanlah menjadi manusia sempurna tanpa nafsu. Menjadi bhiksu adalah menjadi manusia yang mampu menjaga kesucian hatinya, menjaga diri dari nafsu dan amarah. Dari gejolak jiwa dan hati manusia yang tak pernah dapat lurus sepenuhnya.Kembang Gunung Lawu.Itulah nama julukan wanita itu di masa lalu. Kembang itu sekarang tentu telah menua. Telah layu, bahkan mungkin telah getas dan mengering. Hancur menjadi debu. Tetapi kembang itu pernah merekah dan mengharumi hidupnya. Bagi seorang laki-laki, kenangan yang harum saja sudah cukup baginya untuk melanjutkan hidup dengan lebih baik.Sudah lebih dari cukup.Sukma Harum dapat melihat perubahan rona wajah bhiksu agung itu. Ia pun dapat merasakan getaran perasaan mahaguru itu.Hanya laki-laki yang pernah terluka yang dapat memahami perasaan lelaki yang terluka pula.Akhirnya Sukma Harum tidak berani mengangkat

  • Petualangan Sukma Harum: Darah Sang Raja   Bab 17

    ini bukanlah sebuah serangan secara serampangan melainkan merupakan gerakan tingkat tinggi yang sangat terlatih. Sukma Harum menghindar dengan satu langkah ringan. Begitu kakinya menginjak tanah, segera tubuhnya melenting tinggi ke atas pula. Kini tubuhnya berada di atas Cakrawala.Burung itu membalikkan tubuhnya dengan sangat gesit. Kini punggungnya menghadap ke tanah, dan cakarnya berada di atas, menyambar bayangan Sukma Harum yang seolah terbang pula. Serangan cakar itu sangat cepat dan sangat berbahaya. Tidak sembarang manusia yang bisa menghindari serangan seperti itu.Tetapi tentu saja Sukma Harum bisa menghindarinya, karena ia bukan sembarang manusia.Dengan sebuah gerakan kecil, ia memutar tubuhnya sehingga cakar-cakar itu lewat begitu saja di hadapannya. Begitu cakar itu melewati kepalanya, tangannya bergerak cepat memegang batang kaki burung raksasa itu. Dengan meminjam tenaga sambaran batang kaki itu, Sukma Harum melesat ke arah kepala sang burung. Lalu sekali tangannya be

  • Petualangan Sukma Harum: Darah Sang Raja   Bab 16

    “Aku belum tahu siapa nama asli ananda,” kata bhiksu tua itu dengan senyumnya yang hangat.“Nama asli nanda adalah Rakantara Gandakusuma,” jawab Sukma Harum.“Ayahmu dari keluarga Gandakusuma yang terkenal itu?”Sukma Harum hanya mengangguk dengan sungkan.“Kakek buyutmu yang mulia adalah orang yang sangat berjasa bagi Pajajaran. Menyebut nama beliau saja sungguh bibir ini masih belum pantas.”Sukma Harum tidak tahu harus menjawab apa.“Nanda tampan, kaya raya, cerdas, dan punya ilmu silat dan kanuragan yang sangat tinggi. Banyak orang memimpikan memiliki hal ini. Tapi tahukah ananda bahwa memiliki anugrah sedemikian besar, kadang membuat hidup tak seindah bayangan orang?” “Nanda sangat memahami perkataan yang agung,” jawab Sukma Harum.“Semakin besar hikmat yang diberikan langit kepadamu, maka semakin besar pula cobaan dan ujian yang akan nanda dapatkan.”Suasana gunung sangat hening. Langit sudah mulai gelap. Hanya terdengar suara angin yang bergemerisik menembus alang-alang. Pepoh

  • Petualangan Sukma Harum: Darah Sang Raja   Bab 15

    Sukma Harum tidak mau ambil pusing. Ia tetap berdiri di depan pintu dan tidak masuk ke dalam ruangan.“Masuk,” suara itu sangat pelan seperti orang berbisik. Nadanya berat namun halus. Sukma Harum melangkah masuk.Orang yang tengah bersemedhi itu sudah membuka mata memandang dirinya. Pandangannya pun halus. Tetapi sorotnya seperti mampu menembus jiwa orang sampai ke dasar-dasarnya.“Punten, mahaguru yang agung. Hamba terpaksa harus melarikan diri kemari. Hamba bersalah,” kata Sukma Harum sambil menjura mengangkat tangan.Orang tua itu mungkin usianya sudah berusia lebih dari 100 tahun. Ia bertelanjang dada dan hanya mengenakan kain putih yang tipis menutupi bagian bawah tubuhnya. Ia memandang Sukma Harum dari atas ke bawah. Mengamati pemuda itu dari luar sampai dalam.“Dengan ilmu setinggi yang kau miliki, sepantasnya orang-orang di luar sana yang harusnya melarikan diri dari engkau, anak muda.”Sukma Harum hanya tersenyum masam. Orang tua itu melanjutkan, “Kau rela melanggar kesucian

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status