LOGINKota Mandeung adalah kota paling selatan dari kerajaan Pasundan. Berbatasan dengan kadipaten Jamparing yang merupakan bagian dari kerajaan sebelah, yaitu kerajaan Madangkara. Hubungan kedua kerajaan sangat erat, baik dalam perdagangan, kemasyarakatan maupun dalam hubungan kenegaraan.
Prabu Siliwangi yang bertahta di kerajaan Pasundan, adalah seorang raja arif dan bijaksana. Di tangannya lah Pasundan menjadi kerajaan besar dan sejahtera. Penduduk aman dan bahagia. Di masa pemerintahannya jualah dunia persilatan maju pesat karena banyak pendekar-pendekar sakti bermunculan. Prabu Siliwangi sendiri adalah pendekar sakt mandraguna sehingga beliau sangat menggemari ilmu silat dan kanuragan. Perguruan-perguruan dan padepokan-padepokan silat dan kanuragan tumbuh dengan sangat pesat.
Tapi, dampak buruk yang timbul karena perkembangan dunia yang persilatan yang pesat ini adalah seringnya terjadi pergesakkan antar pendekar dunia persilatan. Meskipun pergesekkan itu tidak sampai mempengaruhi perikehidupan rakyat awam, pergesekkan ini mengakibatkan jatuhnya korban yang sangat besar yang diakibatkan oleh pertarungan dan persaingan di dunia persilatan.
Kota Mandeung adalah salah satu kota yang sering dikunjungi pendekar dunia persilatan. Selain indah dan ramai, kota ini merupakan banyak memiliki padepokan silat karena sangat dekat dengan Laut Selatan yang konon memiliki sifat keramat sehingga sering digunakan untuk bertapa atau berlatih.
Berhubung sampai di pagi hari, Sukma Harum menggunakan kesempatan itu untuk berjalan-jalan mengunjungi berbagai tempat terkenal di kota. Tampat yang paling disukainya tentu adalah rumah makan yang menyajikan makanan-makanan khas kota tersebut.
Makan siang sudah selesai. Kini waktunya bersantai.
Sukma Harum baru akan melangkah ke luar rumah makan ketika matanya tertumbuk pada sebuah keramaian di depan sana. Dari pengalamannya sehari-hari, ia tahu sedang ada pertarungan antar ahli silat. Segera ia bergegas ke sana agar tidak ketinggalan mendapatkan hiburan tontonan yang seru.
Hanya beberapa langkah keluar, dahinya berkenyit. Ia sepertinya sedang menyadari satu hal. “Eh?”
Syuuuut!!!
Ia melesat dengan sangat cepat. Gerakannya bagaikan setan yang tahu-tahu menghilang dari pandangan orang. Ilmu meringankan tubuh setinggi ini sangat jarang ditemukan tandingannya!
Tubuhnya melayang dengan ringan dan kini sudah berada di sebuah atap bangunan yang tinggi. Dari sana ia dapat menonton keramaian dengan jelas. Orang-orang sedang membuat kerumunan mengelilingi dua orang.
Meski ada 2 orang yang sudah pasang kuda-kuda dan segera siap bergebrak, perhatian Sukma Harum hanya tertuju pada salah seorang saja. Orang itu adalah seorang wanita muda. Dari cara berdiri dan berpakaiannya saja sudah ketahuan kalau gadis itu adalah orang dunia persilatan.
Sukma Harum sangat mengenalnya. Karena gadis itu adalah adik kandungnya sendiri.
Raden Ayu Amarajati Anggana Gandakusuma.
Julukannya tidak kalah cantik dengan namanya. “Si Pedang Pelangi”.
“Mara…, dengan siapa lagi kau mencari perkara,” batin Sukma Harum. Ia tertawa di dalam hati karena mengetahui betul sifat adiknya yang gampang sebal dengan orang lain.
Dilihatnya lawan yang dihadapi sang adik adalah seorang lelaki muda yang tampan namun berwajah angkuh. Pakaiannya mentereng. Sarung pedangnya bersepuh emas dan bertahtakan mutiara.
Ada pula 6 orang roboh yang di tanah. Tampaknya mereka hanya pingsan.
Sekali melihat, Sukma Harum dapat menduga bahwa lelaki muda ini tentu berasal dari kelurga kaya raya yang menyukai ilmu silat dan kanuragan. Ia menarik kesimpulan, tentunya laki-laki ini sebelumnya telah menggoda adiknya sehingga terjadi pertarungan ini. Ke 6 orang yang roboh itu tentunya adalah pengawal-pengawalnya.
Sukma Harum tidak merasa khawatir. Ia tahu kemampuan adik kesayangannya itu.
Pertarungan belum di mulai. Kedua orang petarung masih memasang kuda-kuda dan mempelajari lawan.
Tahu-tahu Sukma Harum terhenyak. Ada sesuatu yang mengagetkannya.
“Sesuatu” adalah seseorang yang duduk juga di atas atap di beberapa bangunan di depannya. Orang itu duduk saja dengan tenang. Rambutnya hitam gelap hampir menutupi wajahnya. Ia memakai jubah lusuh yang menutupi seluruh badannya seperti selimut di musim dingin.
Orang itu hanya duduk termenung, tidak perduli dengan keramaian di bawah sana.
Yang membuat Sukma Harum terhenyak adalah karena sebelumnya ia tidak menyadari bahwa ada orang duduk di sana. Bahwa kita ia melayang turun di atas atap, ia telah mengetahui segala sesuatu di daerah itu. Ia mengetahui bahwa banyak pendekar pula yang berada di atas atap bangunan yang ingin menyaksikan pertarungan ini.
Tapi “sesuatu” itu tadi lolos dari perhatiannya.
Di sepanjang petualangannya, orang yang mampu menyembunyikan diri dari perhatiannya tidaklah banyak. Mungkin hanya bisa dihitung oleh jari sebelah tangan.
Sriiiingggggg!
Terdengar suara pedang tercabut dari sarungnya.
Ternyata sang musuh yang telah mencabut pedangnya duluan.
Sedangkan sang adik masih tetap memasang kuda-kuda. Pedangnya masih tersoren dalam sarungnya di pundak gadis itu.
Melihat keadaan ini saja, Sukma Harum sudah dapat menduga siapa yang akan memenangkan pertarungan ini.
Laki-laki pesolek itu bergerak!
Langkahnya ringan dan cepat. Ilmu silatnya memiliki dasar yang sangat bagus.
Wuuuut! Wuuuuuut!
Sabetan pedangnya menimbulkan angin yang menderu. Raden Ayu Amarajati menghindar dengan sangat luwes. Gerakannya sangat sederhana. Tidak ada kembangan, tidak ada hiasan. Ia menghindar dengan begitu tipis. Serangan pedang hanya berjarak seujung rambut.
Dalam sekali gerak, si lelaki muda itu telah melakukan 5 serangan bertubi-tubi. Ilmu pedangnya tidak bisa dianggap remeh. Sangat cepat dan sangat mematikan.
Si Pedang Pelangi hanya menghindar sambil berkata dengan pertanyaan yang dingin, “Begitu saja ilmu pedangmu?”
Jika seorang perempuan cantik mengucapkan kata-kata yang dingin menusuk hati, maka seolah kecantikannya bertambah berkali lipat.
Namun hati si lelaki seolah tertusuk duri.
Hal ini membuat gerakanya sedikit terganggu. Kebanyakan pendekar dunia persilatan tidak akan mampu melihat celah itu. Tetapi Raden Ayu Amarajati bukanlah orang kebanyakan. Ibunya adalah pendekar wanita terhebat di dunia. Tentu saja ia mewarsi bakat ibunya.
Dalam celah itu, tangan Si Pedang Pelangi sudah bergerak. Jarinya menotol tangan musuhnya. Pedang itu terhempas ke tanah.
Craaaaangggg!
Pedang itu jatuh. Jatuh pula harga diri si lelaki pesolek. Ia jatuh terduduk. Hanya dengan sekali gebrak saja seorang perempuan telah menaklukkan ilmu pedang yang ia pelajari seumur hidupnya.
Si gadis cantik membalik badan seolah tidak perduli lagi dengan lelaki itu. Ia bahkan tidak berkata apa-apa.
Lalu lelaki muda itu mengambl keputusan. Ia telah kehilangan seluruh harga dirinya. Membuat satu kecurangan lagi toh tak akan merubah segalanya. Karena seluruhnya telah berakhir.
Ia lalu memungut pedangnya di tanah, dan lalu menusuk Si Pedang Pelangi dari belakang!
Raden Ayu Amarajati bukanlah pendatang baru dalam dunia persilatan. Tingkatannya sudah sangat tinggi. Ia pun sudah siap menerima serangan pedang itu.
Tahu-tahu pedang itu tertepis sebuah batu kerikil yang disentilkan seseorang jauh dari atas atap sana.
“Sebelum ini semua, aku telah menemukan banyak kejanggalan. Contoh, Jika Reksa Bauweda memang pelakunya sesuai gagasanku sebelumnya, kenapa ia membunuh kakaknya di rumah hutan Mandeung? Kenapa harus menunggu aku datang? Tujuannya adalah memfitnahku!”“Lalu, jika Sri Murti memang pelakunya, kenapa ia tidak membunuh adiknya juga? Padahal adiknya lah yang paling gampang dibunuh. ““Jika orang lain pelakunya, maka orang itu harus bisa terbang. Karena dengan cara begitulah, ia bisa menguras habis seluruh harta di gudang keluarga Damara tanpa jejak sedikitpun. Tanpa diketahui orang lain.”“Orang hanya bisa terbang dengan bantuan burung raksasa. Dan burung raksasa hanya mampu dikuasai Padepokan Rajawali Sakti.” “Aku memikirkan dengan keras siapa orang padepokan itu yang sanggup melakukannya. Lalu aku ingat Aji Satya pernah berkata bahwa ibunda pernah mampir ke sana. Aku menduga-duga, menciptakan gagasan. Apakah dendam karena ibu membunuh orang di sana? Ataukah ada kemungkinan lain? Satu-sat
“Kemudian aku datang ke Lembah Iblis. Bertemu Renjani, dari sini aku mendengar kisah tentang Bunga, dan Tanabasa. Lalu Renjani menipuku dengan mengaku sebagai telik sandi kerajaan yang sedang membangun pasukan. Padahal ia sendiri yang membangun pasukan gadis-gadis cantik. Pasukan ini bersebrangan dengan kelomoknya Tanabasa, sehingga Renjani memintaku menghancurkan Tanabasa.”“Tak diduga, Aji Satya sendiri pun mungkin ingin memusnahkan Tanabasa. Mungkin karena penjahat itu dan kelompoknya sudah mulai tidak berguna bagi dirinya. Malah nanti bisa membahayakan dirinya. Maka AJi Satya secara tidak langsung memanfaatkan diriku untuk menghancurkan Tanabasa.”“Di Lembah Iblis inilah, Sri Murti yang asli selama ini bersembunyi dengan menyamar menjadi Maya. Ia menjadi perwakilan Aji Satya dalam kelompok Tanabasa. Untuk menjaga diri, Aji Satya memberikan Bumbung Bratagini kepadanya. Aji Satya dan Maya merencanakan membantai semua anggota kelompok Tanabasa. Lalu memfitnah seolah-olah Candramawa p
Mungkin inilah rahasia yang membuat Dewi Kinanti tidak terkalahkan sebagai pendekar di masa mudanya. Ia tahu bagaimana menghancurkan harga diri lawan.Kini Aji Satya tidak lagi dapat memusatkan pikiran, pengerahan tenaganya menjadi berantakan.Seluruh impiannya, harapannya, kegagahannya, hilang begitu saja dipermalukan sebegitu keras, di hadapan orang sebegitu banyak.Lalu Kujang Arka Kencana bergerak.Kujang itu tidak pernah mengecewakan pemiliknya.****Hari kemarin adalah hari kemarin.Hari ini adalah hari ini.Hari ini, di atas anjungan yang indah, semua orang berkumpul menikmati anugrah keselamatan dan keberkahan langit. Sambil menikmati bakaran ikan, ayam, dan berbagai macam santapan lezat lainnya, mereka mendengarkan Sukma Harum bercerita.Bintang dan bulan bersinar dengan cerah.“Lebih baik kujelaskan dari awal ya, agar semua mengerti,” katanya.“Cerita di mulai mungkin lebih dari 20 tahun yang lalu. Saat ibunda masih remaja. Masih bertualang di dunia persilatan. Saat itu kala
Maya, atau Sri Murti Trianti mengangguk. “Sejak dulu aku memang takut kepada adikku. Jika bisa terlepas dari cengkeramannya, aku sungguh bersyukur.”“Ya. Tentu saja. Terlepas dari cengkeramannya, dan juga kau menguasai seluruh harta keluargamu.”Maya Tidak menjawab.Demi uang sepicis, kakak rela membunuh adik, anak rela membunuh orang tua. Apalagi demi harta yang sebegitu besarnya.“Sebelumnya tentu kau bertemu dengan Candramawa. Lalu kau menyadari bahwa ia adalah kakak angkatmu yang hilang. Tetapi ia hilang ingatan. Tidak mengenal dirimu. Karena khawatir, kau menceritakan ini kepada Aji Satya.”Maya tetap tidak menjawab.“Lalu timbul lah gagasan untuk mengadu aku dengan Candramawa. Dengan satu batu, dua burung dapat dibidik. JIka aku mati, puas lah dendam Aji Satya. Jika Candrmawa yang mati, orang yang merintangimu mendapatkan seluruh harta pun musnah sudah. Apalagi jika kami berdua yang mati.”“Hahahaahaha. Hahahahahahha,” tawa Aji Satya sangat puas.“Hari ini aku mati di sini pun t
Mendengar itu seolah ada petir menyengat ke dalam jiwa Aji Satya. Matanya menyala, wajahnya memerah.“Semenjak kau dulu menolak cintaku bahkan menertawakanku, aku masih baik-baik saja. Bahkan hidup dengan penuh kebahagiaan.”Semua orang dapat melihat bahwa lelaki tua itu tidaklah berbahagia. Bahkan ungkin sedetik saja di dalam hidupnya ia tidak pernah merasakan kebahagiaan.Karena sumber kebahagiaannya, cinta yang membuatnya hidup dan menjadi manusia, telah menolaknya. Bahkan mentertawakannya. Ada satu hari di dalam hidupnya, yang terasa begitu kelam. Seolah seluruh masa depannya hilang begitu saja dirampas oleh hari yang kelam itu. Hari di mana Dewi Kinanti menolak cintanya.Ia masih ingat benar. Saat itu Dewi Kinanti yang merupakan pendekar wanita paling hebat di jamannya, datang ke padepokan Rajawali Sakti. Saat itu ia sudah menjadi murid kepala. Ia pun tampan dan gagah saat itu. Banyak wanita menaksir kepadanya. Dewi Kinanti yang lincah namun anggun. Yang dengan berani datang m
Meskipun lawannya kini masih sanggup menghindar, tetapi sang lawan sendiri pun masih belum sanggup menyerang.Siapa yang unggul?Siapa yang pecundang?Tiada seorang pun yang sanggup menjawabnya.Tusukan tombak hitam yang ganas itu bergerak ribuan kali, ke ribuan arah, menuju ribuan tempat. Tetapi selalu dapat dihindari. Apakah jurus tombak itu kurang digdaya? Tetapi semua di bawah langit pun paham, jika tombak hitam itu menemukan sasarannya, sekali saja, maka dewa kematian lah yang akan datang berkunjung.Orang seperti Tombak Setan, sudah tidak punya apa-apa lagi. Tiada harapan, tiada impian, tiada kenangan, tiada pula kesenangan. Yang tersisa dalam dirinya hanyalah penderitaan bertubi-tubi yang ia sendiri tak pernah mengerti mengapa harus selalu terjadi kepada dirinya. Kau takkan dapat mengalahkan orang seperti ini. Karena jika ia bertarung, segala keputusasaan yang menumpuk di dalam jiwanya seolah berubah menjadi sebuah kekuatan besar yang tak terjelaskan. Oleh karena hidup begi







