Share

Bab 5 Harga untuk Sebuah Permintaan

Setelah berjalan cukup jauh, keduanya tiba di halaman istana Indrapada. Dari tempatnya berada, Rama dapat menilai istana itu adalah bangunan paling indah yang pernah ia kunjungi selama hidupnya. Sayangnya matahari mulai terbenam. Ia tidak dapat menikmati pemandangan dengan lebih leluasa karena suasana yang semakin gelap. 

Ketika pandangannya tertuju ke dalam istana, Rama melihat sesuatu yang bergerak dan memancarkan cahaya. Ia penasaran karena itu tidak seperti cahaya obor atau lilin. Cahaya ini sangat terang bahkan lebih terang dari lampu di bumi. Setelah menginjakkan kakinya melewati pintu, barulah ia tahu asal cahaya itu.

Secara reflek tiba-tiba Rama berhenti di tempatnya. Ia sangat terkejut dengan apa yang ia lihat. Dengan mata kepalanya sendiri, ia menyaksikan sosok paling sempurna yang tadi diceritakan Rahula. Tak hanya satu, ia bahkan bertemu dengan tiga dewa sekaligus. Mereka sama-sama mengeluarkan cahaya.

Di pihak lain, sadar bahwa tamu mereka baru pertama kali melihat pemandangan seperti itu, ketiga dewa itu kemudian memadamkan cahaya pada tubuhnya. "Selamat datang di Indrapada, Rama. Aku Indra, dan mereka adalah Surya dan Cakra." Sosok yang berdiri paling kiri memperkenalkan diri. 

Rama tidak menyangka akan mendapat sambutan seperti itu. Sebagaimana Rahula, mereka juga sangat ramah meski berstatus sebagai dewa. Wajah mereka memperlihatkan aura tulus dan bersahabat.

"Terima kasih, Dewa." ucap Rama sambil menganggukkan tubuhnya. 

"Baiklah, ayo kita ke aula!" Dewa Indra kemudian membawa mereka ke sebuah ruangan di bagian depan.

Ruangan ini terlihat sangat luas. Di tengah-tengahnya terdapat meja bundar berwarna putih yang berbahan marmer. Pada tiap sisi meja terdapat kursi dengan bahan dan warna yang sama. Berjumlah dua belas buah. Rama dapat memastikan bahwa itu adalah marmer terindah yang pernah ia lihat sampai saat ini.

Matahari telah tenggelam di tempat persembunyiannya sehingga ruangan yang mereka tempati menjadi gelap. Saat itulah Dewa Indra meletakkan telapak tangan kanannya di atas meja. Seketika dinding ruangan yang juga berlapis marmer itu bersinar. Ruangan ini menjadi sangat terang seperti dilengkapi dengan sistem pencahayaan yang sangat baik.

"Kami cukup terkejut …" Dewa Indra membuka percakapan. "Karena untuk pertama kalinya seorang manusia mampu mencapai Surgaloka tanpa melalui reinkarnasi." Ia tersenyum kepada Rama. Wajahnya menyiratkan rasa kagum. 

Lain halnya dengan Rama. Ia hanya diam karena tidak mengerti maksud ucapan Dewa Indra. Oleh karena itu, ia bertanya. "Apakah setiap orang yang datang ke tempat ini adalah orang yang telah mati?"

"Tentu saja. Setelah meninggalkan tubuh jasmaninya, jiwa yang murni akan mencapai Mayapada." Dewa Indra kemudian menjelaskan proses reinkarnasi.

Beberapa saat setelah seseorang menghembuskan nafas terakhirnya, jiwanya akan terlahir kembali di Madyapada. Entah itu di planetnya sendiri atau di planet lain. Namun, apabila telah menjadi murni, jiwa itu akan berpindah ke Surgaloka di Mayapada. Sebaliknya, jiwa yang jahat dan enggan memperbaiki diri akan mendapatkan hukuman dengan cara terlahir kembali di Nerakaloka.

"Setelah menyesali perbuatannya, barulah jiwa itu akan kembali ke semesta yang lebih tinggi." pungkasnya. 

Mendengar penjelasan Dewa Indra, kini Rama juga merasakan hal yang sama. Ia tampak sangat terkejut. "Lalu bagaimana denganku?" tanya dia. "Apakah aku juga ... ?" Rama tidak meneruskan kata-katanya.

"Hmmm." Dewa Indra mengangguk. Hanya itu jawabannya. Bagi para dewa, hidup dan mati adalah dua pengalaman yang sama. Mereka yang telah mati pada akhirnya akan hidup kembali, di tempat dan kesempatan yang berbeda. 

Hanya saja, tidak demikian halnya bagi manusia. Kebanyakan dari mereka sangat takut dengan pengalaman kedua. Bukan hanya bagi orang-orang yang ditinggalkan, jiwa yang baru saja meninggalkan tubuhnya pun merasakan kesedihan yang sangat dalam. Itulah kenapa Dewa Indra merasa tidak enak menjelaskannya kepada Rama.

Memang itu yang kini dirasakan Rama. Meski wajahnya terlihat biasa saja, hatinya sedang bersedih. Ia menyesali kesalahan yang telah diperbuatnya. Seandainya saat itu ia tahu akibatnya, Rama tidak akan memasuki bangunan di sebelah Ruang Koleksi Khusus. 

Setelah beberapa saat tidak ada suara, sebuah pertanyaan keluar dari mulut Rama. "Dewa, apakah aku punya kesempatan untuk kembali ke bumi?" tanya Rama. 

Pertanyaan itu membuat mereka heran. "Apa kau tidak menyukai Mayapada sehingga lebih memilih untuk dilahirkan kembali di tempat asalmu?" Dewa Indra balik bertanya untuk memastikan. 

"Tidak, bukan itu maksudku. Aku sangat bahagia disini. Aku hanya ingin mengunjungi bumi sekali saja, jika itu boleh." 

"Apakah menurutmu orang yang mati bisa hidup lagi?" Dewa Cakra kini juga turut bersuara. Ucapannya memang terdengar seperti pertanyaan. Meski begitu, Rama memahami maksudnya. Jawabannya adalah tidak. Tentu itu tak mungkin.

"Lalu untuk apa kamu kembali ke bumi?" Kini Dewa Surya yang bertanya. Ia ingin tahu tujuan Rama.

"Aku hanya ingin menemui orang tuaku. Itu saja." jawab Rama lugas.

Para dewa tidak bertanya lagi. Bagi mereka tujuan Rama tidak terdengar berbeda dari orang-orang lainnya. Siapa pun yang baru saja merasakan maut pasti akan memiliki keinginan yang sama, menemui orang-orang yang mereka cintai.

Ketika kemudian Rama memutuskan untuk belajar menerima hal itu, Dewa Indra memberikan jawaban yang mengejutkan.

"Mungkin saja." ucapnya. Ia lalu menjelaskan caranya. 

"Dilahirkan kembali sebagai seorang bayi atau memasuki tubuh orang mati. Pilihan pertama adalah yang paling mudah. Namun melihat tujuanmu, aku tidak akan menyarankannya." 

Sementara itu, meski menyarankan pilihan kedua, Dewa Indra menjelaskan tantangannya. "Kita memerlukan jasad yang memiliki tingkat kecocokan cukup tinggi denganmu." lanjutnya. Melihat jiwa Rama yang sangat murni, kemungkinan itu sangat kecil, meski tidak mustahil. 

"Hanya saja kami tidak pergi ke Madyapada, kecuali untuk sebuah misi. Jika kamu bersedia melakukan misi tertentu, kami akan membantumu." pungkasnya. 

"Ya, aku bersedia." jawab Rama tegas, meski belum mengetahui misi apa yang harus ia jalankan. "Namun bolehkah aku tahu misi apa yang harus kulakukan?" Rama tahu, dirinya tidak boleh gegabah. Ia perlu tahu apa yang harus ia lakukan.

"Aku akan menjelaskannya nanti. Saat ini kamu harus menguasai energi intimu terlebih dahulu." jawab Dewa Indra. 

Rama hendak bertanya saat ia mendengar istilah energi inti yang tak diketahuinya. Namun sebelum sempat melakukannya, Dewa Surya telah bangkit dari kursinya dan mendekati Rama. "Pakailah ini!" ucapnya sambil menyodorkan tangan kanannya. 

Sepintas lalu tak ada apa pun di telapak tangan Dewa Surya. Namun jika diperhatikan lebih cermat, itu adalah sepotong kain. Tidak hanya transparan, namun juga sangat halus.

"Terima kasih, Dewa."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status