Share

Bab 4 Pengetahuan Tentang Tiga Semesta

Sambil berjalan, Rama berbincang-bincang dengan Rahula. Ia masih penasaran dengan tempat ini. "Rahula, kalau boleh aku tahu, dimana letak tempat ini? Di bumi manusia ataukah … di alam halus?"

Ia bertanya seperti itu karena dirinya yakin, tidak mungkin ada tempat ajaib seperti itu di dunia, di belahan bumi manapun. Tidak di Indonesia, bahkan di seluruh dunia. Kecuali ... jika itu terletak di sebuah pulau di dunia bawah tanah atau, seperti ucapannya, di alam halus.

"Mmm ..." Justru Rahula yang tampak bingung. "Bumi? Maksud kamu tempat kamu berasal?" tanya dia.

"Benar. Tempat yang sedang kita pijak ini." jawab Rama mantap.

Rahula kemudian mengerti. "Maksudku planet bumi ... Apakah kamu menganggap kita sedang berada di planet bumi?" tanya dia lagi.

"Hmmm!" Rama kembali mengangguk mantap. 

Rahula kemudian menggelengkan kepala, "Tidak! Ini tempat … maksudku planet yang berbeda." 

"Maksud kamu, kita berada di planet lain?" tanya Rama penasaran. "Bagaimana mungkin?" Ia belum bisa percaya dengan apa yang didengarnya. 

"Kau masih ingat dengan pintu itu?" Rahula mengingatkannya pada pintu di bangunan mirip piramida tadi. "Kami menyebutnya portal lintas dimensi. Dengan pintu itu, kita dapat menuju ke tempat manapun di seluruh alam semesta, bahkan di tiga semesta."

Ternyata itu alasannya. Pantas saja, tak seorang pun di bumi mengetahui planet ajaib seperti ini. Tapi, sebentar! Tiga semesta? Apa maksud Rahula lagi? Setelah Rama mulai paham satu per satu apa yang dialaminya, ia kembali mendengar pernyataan yang mengusik rasa ingin tahunya.

"Kamu menyebut tentang tiga semesta. Apa lagi itu? Bisakah kamu menjelaskannya?" tanya Rama. 

Rahula tersenyum. Ia memahami keadaan Rama. Siapapun yang tiba di tempat baru, pasti akan memiliki rasa penasaran yang sama. "Tentu saja. Kuharap kau menyimaknya dengan baik."

Rahula lalu menjelaskan. "Tak seperti apa yang dipahami manusia, pada kenyataannya memang terdapat tiga semesta, yakni Mayapada, Madyapada, dan Arcapada."

Sebagai semesta, Mayapada memiliki galaksi dan kumpulan planet di dalamnya. Hanya saja, karena tercipta dari cahaya, setiap planet di Mayapada adalah planet yang hidup. Mereka dapat meregenerasi dirinya sendiri dengan kemampuan yang sangat menakjubkan. Mereka juga memiliki pikiran dan perasaan sebagaimana makhluk hidup lainnya. Karena sifat istimewa ini, mereka juga disebut sebagai Surgaloka atau tempat kenikmatan.

"Setiap Surgaloka kemudian memunculkan makhluk hidup dalam wujud yang paling sempurna. Mereka adalah para dewa. Para dewa kemudian akan menjadi penjaga dan pelindung planet-planet yang 'melahirkan' mereka."

Mendengar penjelasan itu, perlahan semuanya menjadi masuk akal bagi Rama. Sekarang ia mengerti kenapa planet yang ia pijak ini memiliki banyak hal ajaib. Satu hal yang tidak pernah ia kira. Jika Indrapada adalah surga, atau Surgaloka seperti kata Rahula, "Berarti aku dan kamu saat ini sedang berada di surga. Benar begitu, bukan?" tegas Rama. 

Di sebelahnya, Rahula terlihat menganggukkan kepala, menyetujui ucapannya. Ia kemudian ganti bertanya, "Menurutmu apa yang membuat manusia di Surgaloka menjadi sangat istimewa?"

Rama hanya mengangkat bahu. "Aku tidak terpikir tentang apa pun saat ini. Sebenarnya apa itu?" Rama tidak tertarik menjawabnya. Ia justru menunggu jawaban Rahula. 

"Hahaha …. Baiklah!" Rahula terlihat senang.

Menurutnya, manusia yang tinggal di Surgaloka akan menyerap energi planet ini. Sehingga sel-sel dalam tubuh mereka melakukan regenerasi tanpa batas. Oleh karena itu, mereka akan selalu terlihat awet muda. "Meski telah mencapai usia ratusan bahkan ribuan tahun, mereka akan terlihat seperti berusia tiga puluhan."

"Jadi itu rahasianya!" gumam Rama. Suaranya sangat lirih sehingga tak terdengar oleh Rahula. Rama kini tahu alasan kenapa orang akan bahagia selamanya di surga. Mereka akan awet muda, selamanya! Satu hal yang tentu tidak akan terjadi di dunia Madyapada.

Rama sangat puas mendengar penjelasan Rahula. Tapi kemudian ia merasa ada yang kurang. Ada yang belum ia jelaskan. "Lalu bagaimana dengan dua semesta lainnya?" tanya Rama. "Bagaimana keduanya muncul atau tercipta?"

"Dalam hal ini, Mayapada adalah asal-muasal dari dua semesta lainnya." jelas Rahula. 

Dahulu kala terjadi ledakan hebat di salah satu galaksi tanpa diketahui sebabnya. Dari ledakan itu muncul energi raksasa yang menyerap planet-planet di sekitarnya. Jika dibiarkan, energi tersebut akan menimbulkan banyak kerusakan. Tak ingin hal itu terjadi, para dewa kemudian menciptakan dimensi lain untuk memindahkannya. Setelah dipindahkan ke dalam dimensi ini, energi itu kembali meledak sehingga terbagi menjadi dua energi berbeda. 

"Energi yang lebih murni menjadi Madyapada sementara energi satunya berubah menjadi Arcapada." jelas Rahula. "Karena berasal dari energi Mayapada, kedua semesta ini kemudian juga berkembang dengan cara yang sama. Keduanya memunculkan galaksi dan planet-planet."

Meski begitu, Madyapada memiliki lebih banyak kemiripan dengan pendahulunya. Di planet-planetnya muncul makhluk hidup yang menyerupai dewa, yakni manusia. Sebagaimana para dewa menjaga Surgaloka, adalah tugas manusia untuk kemudian menjaga planet mereka.

"Semesta terakhir adalah Arcapada." lanjut Rahula. 

"Sebagai semesta paling gelap, terdapat berbagai jenis makhluk hidup disini. Tak seperti para dewa dan manusia, ukuran tubuh mereka berbeda-beda. Ada yang sangat besar dan ada juga yang sangat kecil. Makhluk-makhluk itu tidak dapat menjaga planet-planet mereka, malah saling berperang dan menghancurkan." 

"Itulah kenapa planet-planet di Arcapada disebut sebagai Nerakaloka, yakni tempat kesengsaraan." tutup dia.

Saat mereka tiba di sebuah jalan yang dipenuhi dengan pepohonan di kanan kirinya, Rahula terpikir akan sesuatu. "Rama, coba kau petik daunnya!" Rahula berkata sambil menunjuk salah satu pohon. 

"Untuk apa?" tanya Rama. Pohon itu dan bagian-bagiannya memang sangat indah. Tapi Rama tidak terbiasa memetik dedaunan atau apa pun hanya karena keindahan mereka. Karena hal itu justru dapat merusak tanaman.

Melihat Rama yang hanya diam, Rahula memahami sikapnya. Ia kemudian membujuknya. "Percayalah, tidak apa-apa." Rahula mencoba meyakinkannya. 

Setelah melihat ekspresi Rahula, Rama akhirnya mengalah. "Baiklah ...." Ia memilih daun merah muda yang menurutnya paling menarik. Kemudian memetiknya. Namun, belum sampai sedetik muncul daun baru dari tangkai bekas daun yang dipetik itu. Sementara daun merah muda di tangannya hilang secara perlahan menjadi seberkas cahaya.

Melihat ketakjuban di mata sahabatnya, Rahula berkata, "Begitulah. Tidak hanya dewa dan manusia, semua makhluk di Surgaloka akan senantiasa hidup."

Memang ajaib. Benar-benar ajaib. Rama belum bisa percaya dengan apa yang dilihat mata kepalanya. Selagi kehilangan kata-kata, ia kini percaya pada semua yang Rahula katakan.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status