Share

6. Hanya satu pembeli

Author: Donat Mblondo
last update Last Updated: 2024-01-24 16:14:33

Beberapa saat lalu ketika Jamelah sedang menjalankan perintah.

"Sepertinya aku telah menemukan orang yang cocok untuk menjadi guruku, Tante," ucap Junaedi kepada Susi sembari menatap kagum gadis berkacamata bulat itu.

"Dari mana kamu mendapatkan pembatu sehebat itu?" tanya Susi juga tampak kagum melihatnya.

"Aku tidak tau. Dia tiba-tiba datang mencari pekerjaan."

"Bagaimana dengan asal usulnya?"

"Oh, aku ingat, dia pernah bilang, bahwa dirinya adalah anak dari seorang jawara kampung. Dia cukup kuat. Jadi, tidak masalah melakukan suatu pekerjaan yang berat," jelas Junaedi.

"Hmm. Ini masuk akal." Susi menatap gadis itu dengan mata menyelidik.

Ketika mereka melihat Jamelah sudah berhasil membereskan dua orang itu, mereka pun datang berbondong-bondong. Junaedi membuka penutup kepala dua orang itu dan membalikkan tubuh mereka agar terlentang.

"Mereka bukan dari Keluarga Wijaya!" kata Junaedi.

"Lalu, siapa mereka?" tanya Susi. Dan tidak ada seorang pun yang mengenali mereka.

Junaedi melihat mulut dua orang itu mengeluarkan busa putih. Dia mengamati dengan seksama, lalu mengecek denyut nadi dan pernapasan mereka.

"Mereka sudah tewas!" ucap Junaedi kepada yang lain.

Junaedi mengira bahwa mereka tewas karena menelan racun. Seseorang pasti telah memberikan racun pada mereka dengan waktu yang telah ditentukan. Jika mereka tidak bisa menjalankan tugas untuk mendapatkan penawarnya dalam waktu itu, maka mereka akan mati secara mendadak sekalipun.

"Ayo pulang dan beristirahat!" ajak Susi sembari mendorong kursi roda Sutejo menuju rumah. Dia memerintahkan dua bodyguardnya untuk membereskan mayat-mayat itu.

Tidak ada yang bisa dimintai keterangan karena kedua orang itu telah mati.

Mereka melanjutkan perjalanan pulang, menempuh dua ratus meter dengan berjalan kaki. Setelah sampai rumah, mereka disambut oleh wajah kecut Ambar.

"Ya ampun, Juned. Apa yang terjadi denganmu?" ujar Ambar sok perhatian.

Junaedi segera berpaling tak peduli. Dia melangkahkan kakinya menuju kamar. Saat melewati Ambar, lelaki itu berkata di sisi telinganya, "kau, carilah kamar lain untuk tidur!" Kemudian, Junaedi masuk ke kamar dan mengunci pintu.

Sementara itu, saat Jamelah duduk santai sedang asik menikmati makanan favoritnya di dapur, tiba-tiba sebuah pesan hadir di ponsel jadulnya.

[Hey, Jamelah! Tidur cepat! Besok pagi, ajari aku bela diri!] Pesan singkat dari Junaedi tanpa basa-basi.

[Hah? Apakah Anda serius, Pak?] balas Jamelah yang ternyata ini menjadi pesan terakhir tanpa balasan.

Keesokan harinya, tepat pukul lima pagi, Junaedi sudah menunggu di halaman rumah.

"Astaga, ini masih sangat pagi, Pak!" protes Jamelah dengan wajah cemberut.

"Ssst! Mumpung Ambar masih tidur! Satu jam saja, oke. Aku akan tambah gajimu dua kali lipat."

"Huh! Dua kali lipat, plus tiga porsi batagor! Bagaimana?" balas gadis itu menawar.

Junaedi mengernyitkan dahi dengan sedikit tawa. "Baiklah! Plus tiga porsi batagor!" ujarnya setuju.

Jamelah pun membantu Junaedi berlatih. Mulai dari stamina, tenaga, kekuatan fisik, dan lainnya. Pria itu memiliki stamina yang cukup bagus sebagai seorang lelaki. Mereka juga mencoba berlatih adu tanding. Satu jam berlalu dengan cepat dengan hasil yang cukup memuaskan.

Setelah itu, mereka istirahat di sofa ruang tengah, bersama Susi yang kebetulan sudah berada di sana sejak mereka latihan. Tiba-tiba, Susi mendapat telepon dari suaminya.

"Cepat kembali ke perusahaan! Direktur sangat membutuhkanmu!"

Susi yang tadinya berniat menginap di rumah Junaedi selama tiga hari lagi, kini harus membatalkan rencananya dan bergegas kembali ke Perusahaan.

"Biarkan aku yang merawat Kakek Buyut di sini. Tante bisa berkunjung ke rumahku kapan saja," ujar Junaedi melihat Susi tampak tergesa-gesa.

"Tolong jaga Kakek ya, Junaedi!" ucap Susi, lalu pergi berpamitan.

__________

Waktu siang pun tiba. Junaedi sedikit gugup karena ini pertama kalinya ia bekerja di tubuh yang berbeda. Akhirnya dia sampai dan menginjakkan kakinya di depan sebuah rumah makan, yang merupakan salah satu peninggalan dari bisnis ayahnya. Dia melangkah masuk dan segera menuju ruang ganti untuk memakai seragam pelayan.

"Selamat datang pelayan baru!" sambut Joko Sutejo dengan nada mengejek. Susi memberikan kepercayaan kepadanya sebagai seorang manajer untuk mengelola rumah makan tersebut.

Rumah makan itu terdiri beberapa pegawai diantaranya, satu Manager, satu kepala koki, dua koki pembantu, satu penjaga kasir dan dua pelayan. Namun, karena semakin hari semakin sepi pengunjung, Rumah Makan Wah Pi-Lok ini memecat satu pelayan dan satu koki pembantu, sedangkan penjaga kasir mengundurkan diri dengan mencuri beberapa uang karena tidak mendapatkan gaji. Kini hanya tersisa satu manager mendapat pekerjaan doble di meja kasir. Satu kepala koki, satu koki pembantu, dan satu pelayan. Pelayan itu adalah Junaedi.

Junaedi sama sekali tak peduli dengan sambutan yang diberikan Joko. Dia langsung antusias bekerja sebagaimana kewajibannya. Setiap ada pengunjung yang melewati pintu masuk, Junaedi selalu menyapa dengan ramah.

"Mas, tolong seporsi cilok kuah pakai kecap aja ya, dibungkus!" teriak seorang wanita paruh baya memanggil Junaedi.

Junaedi segera menghampiri wanita itu dengan membawa sebuah catatan. "Oh, baik, Ibu! Apakah ada tambahan lain? Mungkin nasi, lontong, atau kerupuk bulat?"

"Kerupuknya dua boleh deh!"

"Siap, Ibu! Sudah? Atau mau air mineralnya sekalian?"

"Sudah."

"Baik! Mohon ditunggu ya ...." Junaedi bergegas membawa catatan kepada para koki agar menyiapkan pesanan.

Namun, saat Junaedi menyerahkan catatan itu, si kepala koki melempar catatan tersebut ke wajahnya. "Kumpulkan dulu minimal tiga pesanan! Baru kau datang ke sini!" ucapnya membentak Junaedi.

Junaedi kembali menegakkan kepala. Bola matanya menajam seperti binatang buas yang siap menerkam. Dia maju dan menarik kerah baju sang kepala koki ke hadapannya. Si kepala koki ini cukup kekar, tapi sangat kurus.

"Oh, jadi begini cara kalian bekerja? Pantas saja pelanggan semakin sepi! Sangat tidak profesional!" teriak Junaedi lebih keras dari bentakan sang kepala koki, hingga memuncratkan ludah-ludah di mulutnya.

Buak!

Si kepala koki menendang perut Junaedi dengan lututnya. Kemudian memukul punggung dengan sikunya, hingga membuat Junaedi jatuh tersungkur.

"Mana sih, Mas, pesenannya? Kok lama banget." Wanita paruh baya itu mengikuti Junaedi sampai ke dapur tempat meracik.

Betapa kagetnya wanita itu menjumpai Junaedi telah tersungkur di lantai. Dia segera lari keluar ketakutan tanpa memperdulikan pesanannya lagi.

Junaedi bangkit seraya berkata, "apakah kamu puas setelah membuat pembeli kabur?"

"Ckck. Hanya satu pembeli!" jawabnya enteng.

"Hanya satu pembeli kau bilang?"

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Galih Adi
sangat bagus
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Pewaris Bodoh Mengguncang Dunia   50. Kemenangan

    "Ikut dengan kami, atau kami akan membunuh wanita ini!" ucap salah satu dari mereka yang membius Jamelah.Junaedi menggertak. "Sedikit saja kalian berani melukainya, aku akan membunuh kalian!""Hahaha!" Dua pria berpakaian serba hitam itu tertawa. "Pahami situasimu!" ujar salah satu dari mereka sembari mendorong kasar Junaedi. Mereka menuntunnya ke sebuah mobil Jeep hijau tua dengan tangan terikat. Mobil itu melaju cepat menuju ke sebuah tempat asing yang jarang sekali dijarah oleh orang-orang. Yaitu hutan kapuk. Tempat yang terkenal sangat angker, sehingga tidak ada seorang pun yang berani memasukinya di malam hari.Ternyata di dalam hutan tersebut terdapat rumah tua yang cukup megah. Pria berpakaian hitam itu menyeret Junaedi dari mobil memasuki rumah tua tersebut."Rumah ini ..." sekilas, Junaedi mengingat, bahwa rumah itu adalah tempat di mana ia pertama kali terbangun dari kematian, di sebuah peti kayu yang gelap dan pengap.Nyut ...Tiba-tiba timbul rasa nyeri di dada mengingat

  • Pewaris Bodoh Mengguncang Dunia   49. Menjelang pagi

    Babak keempat pun usai dan lima peserta tereliminasi. Sisa lima peserta, yaitu Junaedi, Marsodi, Ade Wijaya, dan dua peserta lainnya. Setelah penyelidiakn, dua orang peserta yang lainnya itu terbukti melakukan kecurangan sehingga harus diiskualifikasi.Kecurangan mereka salah satunya adalah menuangkan tepung kanji pada adonan Marina saat babak kedua berlalngsung. Dan pada babak ketiga, menyembunyikan bahan utama kompetisi yaitu jengkol, dan hanya menyisakan jengkol-jengkol yang berlubang dan terdapat banyak ulat.Kini, pertandingan dengan sisa tiga peserta akan menjadi pertandingan terakhir di babak kelima sekaligus menentukan juara di antara mereka. Hal ini dikarenakan untuk menyingkat waktu. Sang direktur telah memahami situasi sekitar, dia menduga bahwa pertandingan kali ini akan terjadi kekacauan besar.Setelah sarapan, Junaedi dan Jamelah berniat pergi ke taman asrama untuk menikmati suasana udara yang sejuk. Namun, secara kebetulan, mereka menjumpai Marsodi dan istrinya yang tam

  • Pewaris Bodoh Mengguncang Dunia   48. Babak keempat

    Salah satu pekerja di asrama yang bertanggung jawab dalam urusan alat-alat perdapuran, termasuk kompor dan gas. Baru saja membeli beberapa gas elpiji 3 kg untuk stok darurat di kantin.Namun tanpa disadari, ternyata gas-gas tersebut bocor. Bau asap gas menggempul menusuk hidung. Beberapa orang, segera mengecek gas gas tersebut dan membawanya ke tempat terbuka.Di tengah gemuruh kesibukan itu, Junaedi tanpa sengajaelihat ekspresi Ade Wijaya menampakkan senyum seringai seolah-olah, dia mengetahui sesuatu. Tiba-tiba ...Booom!Seseorang sengaja menggunakan percikan api untuk memicu ledakan gas, sehingga terjadilah ledakan demi ledakan. Tiga gas bocor yang masih tersisa dalam aula, meledak seketika membuat lima orang pekerja tewas, tiga orang luka parah, dan tujuh orang luka ringan.Tukijo selaku pemilik asrama telah mendapat informasi dari orang yang selalu mengawasi di balik layar CCTV, Teguh. Bahwasanya pelaku yang menimbulkan percikan api ikut tewas terkena ledakan tabung gas."Jelas-j

  • Pewaris Bodoh Mengguncang Dunia   47. tabung gas

    "Jamelah!" Mata Junaedi membulat menatap gadis itu. Seketika suasana menjadi hening.Kemudian, Junaedi tersenyum simpul. "Saya dengan senang hati menikah dengan puteri Anda, Pak Tukijo! Anda bisa langsung merundingkan tanggal pernikahan kami, mumpung di sini ada tante saya sebagai wali.""Ehem. Apa kamu sudah benar-benar yakin? Saya pikir, kamu sempat ragu beberapa hari lalu," kata Tukijo."Tentu saja, saya sangat yakin.""Sekarang, dia bukan lagi gadis normal. Melainkan gadis cacat yang akan terus berada di atas kursi roda. Dan juga, dia sangat manja. Itu mungkin akan membebanimu!" ujar istri Tukijo ikut bersuara."Tidak masalah. Saya memiliki keahlian. Saya akan menyembuhkan kakinya. Dan dalam waktu tiga hari, saya menjamin putri Anda akan berjalan normal kembali," jawab Junaedi santai, tapi meyakinkan."Pffft!" Gadis yang berada di kursi roda itu tertawa.Tukijo berdiri dan menepuk pundak lelaki di hadapannya. "Haha. Kita akan mengadakan pesta usai kompetisi babak ketiga! Jadi, mul

  • Pewaris Bodoh Mengguncang Dunia   46. Terungkap

    Pada malam hari ketika Junaedi tertidur pulas, dia bermimpi bertemu dengan roh si pemilik tubuh. Seolah-olah, roh itu tahu segala hal yang terjadi pada dirinya."Kau pasti tahu apa yang sedang kualami, kan?" ujar Junaedi padanya."Tentu saja! Itu sebabnya aku datang menemuimu.""Huh! Jadi, apa pendapatmu?""Menjauh dari keluarga direktur!""Apa! Itu ide yang bodoh!" Junaedi sedikit melangkah lebih dekat dengan roh pemilik tubuh. Ia menepuk-nepuk dadanya seraya berkata, "kau tau? Mereka adalah aset penting yang saat ini tersedia membantu dengan sukarela untuk bisa memecahkan masalah tentang ayahmu! Kau menyuruhku untuk menjauh? Itu ide yang sangat-sangat bodoh!""Keluarga direktur memiliki banyak sekali musuh. Aku mempertimbangkan itu. Aku khawatir, itu malah akan menjadikanmu mendapat banyak masalah jika kau bergabung dengan mereka.""Ckck. Itu bukan masalah besar, selama mereka bisa melatihku. Aku lihat, mereka adalah orang-orang yang sangat bisa diandalkan!" kata Junaedi.Sang pemili

  • Pewaris Bodoh Mengguncang Dunia   45. Penyajian

    Waktu 50 menit pun berlalu. Penyajian dilakukan dengan cepat dan semua peserta benar-benar siap dengan hasil masakannya. Satu per satu, mereka dipanggil oleh juri, hingga datanglah giliran Ade Wijaya.Lelaki itu maju ke depan dengan percaya diri akan kemampuannya. Dia menyediakan sepiring urap teri kerupuk udang dengan bumbu urap tampak merah menggiurkan.Beberapa saat kemudian, kini gilirang Junaedi. Dia datang dengan membawa sepiring urap, tiga buah tempe bacem dan sepotong ikan asin. Selain tampilannya yang sangat menarik dan menggugah selera, tentu saja salah satu keunggulan dari masakan Junaedi yaitu tanpa bumbu penyedap instan apapun."Liar biasa! Ini adalah perpaduan rasa yang sempurna," ujar sang juri."Aku sudah mencoba beberapa masakannya. Daya pikat asli dari bumbu-bumbu yang ia racik adalah yang terbaik," kata Tukijo yang juga merupakan sebagai juri.Setelah usai mencicip masakan mereka, para juri kembali mengumpulkan mereka untuk berbaris di aula. Jumlah peserta yang tadi

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status