Share

8. Penilaian ....

Junaedi berbalik melihat seorang pria berjas merah marun, sangat rapi dan berwibawa, menggandeng seorang wanita bergaun putih cantik nan anggun. Dalam hati, Junaedi bertanya-tanya, siapakah mereka?

"Astaga, mohon maaf karena saya tidak menyambut Anda, Tuan dan Nyonya! Saya benar-benar kurang memperhatikan pintu masuk, sehingga saya melewatkan kesempatan itu," ucap Junaedi menunduk sopan sembari menarik dua kursi dan mempersilakan mereka untuk duduk. "Silakan, apakah Tuan dan Nyonya ingin memesan sesuatu?"

"Ya, awalnya kami hanya ingin singgah dan mencicipi makanan di sini. Tapi, setelah mendengar pedebatan kalian soal memasak, sepertinya suami saya sangat tertarik menjadi juri kalian," ujar si wanita pengunjung melirik ke arah suaminya.

"Perkenalkan, nama saya Tukijo dan ini adalah istri saya, Markonah. Saya akan mengundang beberapa orang untuk makan di sini, setelah saya menyaksikan skill memasak kalian. Dan saya akan membayar seharga tiga kali lipat untuk makanan terbaik dari yang kalian sajikan, bagaimana?"

Tukijo adalah adik dari Direktur Perusahaan Gaje tempat Susi bekerja. Namun, dia tidak tahu bahwa Rumah Makan Wah Pi-Lok ini adalah salah satu bisnis asisten kakaknya. Tukijo melihat sosok Junaedi sangat percaya diri, sopan santun, dan penuh perhitungan. Hal ini membuat ia penasaran dengan kemampuannya.

Junaedi pun menyetujui tawaran Tukijo. Dia berpikir bahwa orang ini lebih bisa dipercaya sebagai juri daripada Joko. Junaedi juga menduga, bahwa pria bernama Tukijo ini akan membawa bisnis ayahnya kembali berkembang.

Setelah menemukan seorang juri, Junaedi dan si kepala koki bersiap menyiapkan bahan-bahan masakan.

Junaedi terlihat fokus dan sangat serius melihat beberapa bahan di hadapannya. Dia bahkan tidak menoleh sedikitpun, untuk melihat bagaimana lawannya bekerja.

Langkah pertama yang dilakukan oleh Junaedi adalah merebus 750 gr iga sapi dan 250 gr daging sapi dengan panci presto selama 30 menit. Lalu, dia mengambil sedikit kaldu sapi yang baru masak itu dan mencampurnya dengan bumbu halus, kemiri, bawang, merica, dan garam dalam sebuah wadah yang cukup besar.

Setelah itu, dia memasukan tepung terigu ke dalam kaldu panas, lalu mengaduknya sampai menggumpal. Proses inilah yang nantinya akan membuat cilok menjadi lembut dan tetap empuk walaupun sudah dingin sekalipun.

Junaedi terus mengaduk adonan itu sampai agak mengering. Kemudian, memindahkannya ke dalam baskom dan menaburkan irisan seledri. Setelah itu, dia menunggu adonan agak dingin atau hangat kuku, lalu mencampurkan dua buah telur ke dalamnya. Dia menguleni adonan sembari menaburkan 500 gr tepung tapioka sedikit demi sedikit sampai adonan menjadi kalis.

"Tunggu di sini ya, Sayang!" ujar Tukijo mencium punggung tangan istrinya. Dia bangkit dan melangkah ke dapur melihat dua kontestant tampak sibuk dengan masakan mereka.

Cara memasak keduanya sungguh benar-benar sangat berbeda. Sang kepala koki tidak menggunakan kaldu sapi untuk adonan cilok, sedangkan Junaedi menggunakan kaldu sapi.

Sebelum ke tahap membulat-bulatkan adonan yang sudah kalis, Junaedi membuat rendang dengan 250 gr daging sapi yang sudah dipresto untuk isi sebagian cilok. Kemudian, Junaedi membagi adonan cilok tersebut menjadi tiga bagian. Bagian berisi rendang, bagian tanpa isi, dan bagian isian kulit pangsit. Lalu, dia merebus cilok-cilok itu sampai setengah matang.

Sembari menunggu, Junaedi membuat bumbu untuk kuah cilok yaitu bawang putih, bawang merah, kemiri, dan lada. Setelah menghaluskan bumbu itu, dia menumisnya dengan menambahkan beberapa daun jeruk dan garam secukupnya hingga harum. Lalu, memasukkannya ke dalam kuah iga yang telah dipresto di awal meracik. Junaedi menambahkan air hingga kuah mencapai setengah panci lebih sedikit. Kemudian, merebusnya sampai mendidih.

Setelah mendidih, Junaedi mencicipi. Karena sudah merasa pas, dia mengecilkan api dan terus merebusnya dengan api kecil untuk menjaga kehangatan kuah. Junaedi melihat cilok-ciloknya sudah hampir matang, dia pun memindahkan cilok-cilok tersebut ke panci kukus dan mengukusnya dengan api kecil.

Aroma harum masakan semerbak menusuk-nusuk hidung Makonah. Wanita itu sungguh tergoda. Akhirnya, dia ikut bangkit menyusul sang suami yang tampak sedang mencicipi masakan mereka berdua.

Ketika Tukijo mencicipi kuah iga hasil masakan Junaedi, dia terlihat sangat menikmati sampai teringat akan sesuatu. "Saya sungguh terkesan dengan masakan ini, saya mengingat seseorang saat menikmatinya." ujarnya.

"Mas Agus? Benar, kan?" sahut Markonah merangkul dan menatap sang suami.

"Ya."

Mas Agus sang pemilik restoran mie ayam di blok M dulu, telah meninggal 10 tahun yang lalu karena penyakit gagal ginjal. Anggota keluarganya menjual tempat itu, dan kini, restoran itu menjadi Rumah Makan BaKul.

Sebagai pelengkap, Junaedi juga menyiapkan, bihun rebus, pangsit goreng, irisan daun seledri dan bawang merah goreng untuk taburan penyajian, serta tiga macam sambal pelengkap. Sambal kacang yaitu ulekan kacang goreng dengan cabai rawit, bawang putih, kencur, dan sedikit asam, garam dan gula merah. Sambal kecap yaitu kecap dengan irisan cabai rawit dan bawang merah mentah. Sambal cabai biasa yaitu ulekan cabai rawit mentah dengan bawang putih dan garam. Ada juga makanan pelengkap lainnya yang sudah tersedia seperti lontong, nasi, dan kerupuk.

Tukijo dan Markonah kembali duduk di kursi pelanggan. Sementara itu kedua kontestan menyajikan sajian terbaik mereka. Rupanya, Joko juga telah memantau bagaimana Junaedi meracik dan membuat masakan. Kesan Tukijo terhadap Junaedi, membuat Joko khawatir bahwa Junaedi akan memenangkan tantangan itu dan menjadi kepala koki. Jika Junaedi berhasil menjadi kepala koki, posisinya sebagai manager akan terancam.

Tanpa rasa malu, Joko melangkah mendatangi Tukijo dan Markonah. "Tuan dan Nyonya, saya memiliki sebuah tawaran."

"Tawaran apa?" sahut Tukijo menatapnya dengan mata menyelidik.

"Jika Anda menyatakan, bahwa Junaedi kalah dalam tantangan ini, saya akan memberi kartu vip pelanggan gratis untuk Anda. Setiap Anda datang dan memesan makanan di sini, Anda atau siapapun yang menbawa kartu itu, tidak perlu membayar sepeserpu. Bagaimana?" tawar Joko membujuk Tukijo dan istrinya.

Markonah berdiri berkacak pinggang. "Apakah Anda pikir suami saya kekurangan uang sehingga tidak sanggup membayar makanan di sini? Jika suami saya ingin, dia bahkan bisa membeli bisnis ini saat ini juga!"

"Sudahlah, sayang. Nggak usah mikirin orang yang hatinya lagi panas!" Tukijo menarik tangan Markonah agar duduk kembali.

"Mohon maaf, Nyonya. Tapi saya tidak akan menyetujui tempat ini dijual kepada siapapun!" sahut Junaedi datang dengan membawa dua mangkuk cilok kuah iga sapi di atas nampan.

Satu mangkok berisi satu iga sapi, satu cilok besar isi rendang, dua cilok pangsit, lima cilok tanpa isi, bihun, dua pangsit goreng, taburan bawang merah goreng dan seledri. Pelengkap tiga sambel, lontong dan kerupuk dipisah dengan wadah yang berbeda-beda.

"Apa alasanmu tidak menyetujui tempat ini untuk dijual? Dan, memangnya siapa pemilik tempat ini?" tanya Tukijo kepada Junaedi yang sedang menyajikan makanan di hadapannya.

"Rumah Makan ini adalah salah satu bisnis peninggalan ayah saya. Saya akan berusaha yang terbaik untuk membangkitkan bisnisnya, agar bisa kembali dari keterpurukan!"

Sekarang, Tukijo mengerti, mengapa lelaki pelayan itu sangat berani dan percaya diri, padahal dia hanya seorang pelayan. Dan mengapa dia tidak ingin manajernya sendiri menjadi juri dalam tantangannya. Karena dia tahu bahwa sang manajer memiliki penyakit hati.

"Cih!" decak Joko tak senang.

Tak lama kemudian, sang kepala koki pun juga muncul membawa hasil masakannya. Penilaian pun dimulai ....

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status