Bab Bonus Gems : 2/2 Selesai. Bab Utama : 2/2 Selesai. Bab Extra Author : 0/12. Untuk Bab Extra Author mungkin nanti malam ya ...
Kevin masih tengah menyelami kekuatan Pedang Jiwa Naga Langit di tangannya—merasakan aliran energi kuno yang tengah bergelung di urat nadi, menyatu, dan menjadi perisai sekaligus pedang. Dalam setiap tarikan nafasnya, cahaya dari pedang seakan turut bernapas, hidup, dan bergelombang sesuai detak jantungnya.Tapi perjalanan di Nomaden Shop masih menyimpan kejutan lain.Dari sebelah paviliun akar, sebuah cahaya oranye perlahan menyelinap, kemudian bergelombang di udara, bagaikan sebuah tirai cahaya yang tengah disibakkan. Dalam cahaya itu, sebuah lorong terbentuk, terhubung ke sebuah distrik lain di tengah Nomaden Shop—daerah yang tampak lebih gelap, lebih luas, dan dipenuhi dentum, ledakan, dan cahaya tembakan yang saling menyambar.“Ini … tempat apa?” Kevin bergumam sambil melangkah perlahan, hatinya bergelayut antara gelisah dan penasaran. Langkah kakinya bergema di lantai metal, bergemeretak di bawah sol sepatunya, seakan tengah memasuki sebuah dunia yang berbeda.Dinding-dinding lo
Kevin melangkah lebih dekat ke sebuah paviliun yang tampak paling unik di tengah hiruk-pikuk itu. Paviliun itu terbuat dari akar-akar hidup yang terjalin erat, kemudian diberkahi cahaya perak dan hijau, seakan tengah bernapas, hidup, dan menjaga sesuatu yang penting di dalamnya. Di depannya, sebuah tulisan melayang di udara, terbentuk dari cahaya rune kuno yang bergelung perlahan, seakan tengah menceritakan rahasia yang tak dapat diungkap sembarangan.“Perlengkapan Langka dan Legendaris—Ratu Akar Suci.”Kevin terdiam sejenak, menahan nafas, sambil melangkah lebih dekat. Dalam hatinya bergelung perasaan campur aduk—rasa ingin tahu, kagum, dan kewaspadaan. Karena di tempat inilah … perjalanan sebenarnya akan dimulai.Seorang wanita berjubah hijau gelap tengah duduk bersila di tengah-tengah paviliun, tubuhnya tegak dan tenang, bagaikan akar sebuah pohon purba yang tengah menyatu dengan tanah di bawahnya. Matanya terpejam, tapi kesadarannya tengah menyapu setiap sudut tempat itu—mengikuti
Kevin melangkah perlahan, satu demi satu, melintasi ambang pintu gelap yang tampak seakan tak punya ukuran. Langkahnya bergema pelan di tengah keheningan, seakan tengah memasuki dimensi lain—tempat cahaya luar tak dapat menembus. Dalam sekejap, cahaya lentera di lorong luar yang tadi masih bergelayut lemah, tiba-tiba lenyap, terhisap habis oleh kegelapan pekat yang menyelimutinya.“Gelap …?” Kevin bergumam lirih, nafasnya tertahan di tengah tenggorokan. Jantungnya mulai bergedup lebih cepat, bukan karena takut, tapi karena perasaan asing, campuran antara gelisah dan antisipasi, seakan-akan sesuatu tengah menunggunya di sebelah sana.Lalu … cahaya lain mulai bermunculan.Awalnya tampak samar, hanya sebuah titik-titik cahaya yang bergelung di kegelapan, seperti kunang-kunang yang tengah terbangun dari tidurnya. Dalam beberapa detik, cahaya-cahaya itu bertambah, bergumpal, dan kemudian meledak menjadi sebuah pemandangan luar biasa yang tak mungkin dapat Kevin bayangkan, meskipun imaginat
Dari balik pintu kayu tua yang setengah terbuka, sebuah aroma hangat yang aneh merambat keluar, menyerupai gabungan antara daun kering yang terbakar dan kayu tua yang diasap waktu. Sesaat kemudian, siluet seseorang perlahan muncul di ambang kegelapan.Seorang pria tua berdiri di sana.Jubah kelabunya menggantung longgar di tubuhnya yang kurus, compang-camping di bagian ujung namun tetap bersih, seperti kain yang sudah melewati banyak musim tanpa kehilangan harga dirinya. Jubah itu bergoyang pelan, seolah mengikuti napasnya yang lambat dan berat.Di tangan kanannya tergenggam sebuah pipa bambu panjang—tua, mengkilap karena usia, tapi masih kokoh. Asap tipis mengepul dari ujungnya, membentuk lingkaran-lingkaran kabur yang naik ke udara dan melilit satu sama lain.Tatapan pria tua itu langsung tertuju pada Kevin. Mata keruhnya yang suram, seperti permukaan danau yang dilapisi kabut, mengerjap sekali … lalu menyipit, seolah mencoba mengurai kabut waktu yang telah menutup kenangan masa lal
Angin malam merayap perlahan menyusuri lorong berbatu yang sempit dan sunyi, menyelusup di sela-sela batu tua dengan bisikan dingin. Aroma tanah basah menyatu dengan jejak asap tembakau yang nyaris pudar—menyisakan kesan bahwa seseorang baru saja lewat, atau mungkin, sesuatu.Langkah Kevin terhenti tiba-tiba.Ia berdiri diam, tubuhnya menegang ringan saat matanya terpaku pada sebuah bangunan mungil yang muncul di tengah-tengah lorong seperti ilusi. Terjepit di antara dua rumah tua yang hampir roboh dimakan usia, bangunan itu tampak tak mencolok, seolah tak pernah ingin ditemukan. Tak ada papan nama, tak ada jendela besar. Hanya satu hal yang mencolok ... sebuah lentera merah yang menggantung di depan pintu, bergoyang perlahan seperti menari mengikuti ritme tak kasatmata.Cahaya dari lentera itu menyebar lembut, memantul di atas genangan air tipis yang mengendap di celah batu. Bayangannya membentuk tarian merah yang bergerak di dinding batu—seperti tangan-tangan samar yang memanggil ...
“Kalau aku ini sampah campuran ... lalu kamu ini apa?” ucap Kevin datar, namun suaranya seolah membawa dentuman petir dari dalam keheningan. “Kamu sedang beruntung hari ini… aku sedang menahan diri untuk tidak menghabisimu ... tapi, jika kau mencari masalah lagi ... aku tak akan segan-segan memenggal kepalamu!”Setiap kata dari Kevin terasa seperti pisau dingin yang mengiris kesombongan Shen Zhen. Tidak dengan kemarahan, tapi dengan kebenaran yang tak terbantahkan.Shen Zhen mencoba bangkit. Otot-ototnya menegang, tapi tubuhnya tak merespons. Qi-nya compang-camping, alirannya terganggu. Ia hanya bisa menunduk—terdiam dalam rasa kalah yang menyakitkan.Debu mengendap. Aura naga memudar.Di sisi arena, para murid Sekte Mata Langit membisu. Salah satu Elder di balkon berdiri dengan wajah pucat.“Tidak mungkin ...” gumamnya. “Ilmu itu ... Ilmu Tapak Surgawi ... sudah dianggap punah sejak Runtuhnya Sekte Giok Abadi …”Valkyrie, yang sejak tadi berdiri diam di balik tirai balkon atas, hanya