Beranda / Fantasi / Pewaris Kekuatan Alam Semesta / Bab 34. Antara Nala dan Keselamatan Warga Desa

Share

Bab 34. Antara Nala dan Keselamatan Warga Desa

Penulis: Raden Arya
last update Terakhir Diperbarui: 2025-10-01 10:01:32

“Ke mana mereka pergi?” suara parau ketua desa, matanya merah padam karena amarah. “Tidak mungkin anak itu, pewaris elemen suci, bisa menghilang begitu saja!”

Salah satu warga yang masih tersisa dalam wujud serigala melolong, lalu mendengus. “Kami sudah memeriksa setiap sudut, bahkan hutan di luar desa. Jejak mereka hilang. Seperti ditelan bumi.”

Ketua desa terdiam. Pandangannya menatap ke arah timur, ke sebuah tebing hitam menjulang di kejauhan. Di balik tebing itu ada mulut goa besar yang dikenal dengan nama Goa Kematian.

Rasa ngeri seketika menyelusup ke dalam hatinya. Sejak ratusan tahun lalu, goa itu hanya disebut-sebut dengan bisik-bisik ketakutan. Orang-orang percaya siapa pun yang masuk ke sana takkan pernah kembali. Aura pekat dari iblis-iblis purba menghantui tempat itu.

“Hanya ada satu tempat...” gumam ketua desa, suaranya bergetar. “Satu-satunya tempat yang cukup gelap dan pekat untuk menyembunyikan jejak mereka. Goa itu...”

Para warga terdiam, wajah mereka puc
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Pewaris Kekuatan Alam Semesta   Bab 35. Sebuah Keputusan

    Rasa kantuk yang berat mulai merayap setelah kakek misterius itu selesai bercerita. Api kecil yang menyala di ujung gua membuat udara hangat, aroma sup yang ia masak masih menguar samar. Perlahan, Itachi, Aoka, dan Nala terlelap. Suasana dalam gua itu begitu hening, hanya suara api kecil yang masih berderak di tungku batu. Sup peninggalan kakek misterius masih mengepulkan asap tipis, seolah menyimpan rahasia yang tak terjawab. Itachi, Aoka, dan Nala bangun dari tidur yang entah bagaimana datangnya, terperangah melihat ketiadaan sang kakek. Mereka mencari di setiap sudut gua, memanggil pelan, tapi jawaban yang datang hanyalah gema suara mereka sendiri. “Dia… menghilang,” gumam Aoka dengan alis berkerut. Tatapannya tertuju pada tungku yang masih hangat. “Tapi meninggalkan sup ini?” Itachi menatap kuah yang menggelegak pelan, matanya penuh keraguan. “Sama seperti yang diberikan ketua desa… tapi rasanya berbeda. Aku tidak merasakan hawa jahat yang sama.” Nala merapatkan tubuhnya, tang

  • Pewaris Kekuatan Alam Semesta   Bab 34. Antara Nala dan Keselamatan Warga Desa

    “Ke mana mereka pergi?” suara parau ketua desa, matanya merah padam karena amarah. “Tidak mungkin anak itu, pewaris elemen suci, bisa menghilang begitu saja!” Salah satu warga yang masih tersisa dalam wujud serigala melolong, lalu mendengus. “Kami sudah memeriksa setiap sudut, bahkan hutan di luar desa. Jejak mereka hilang. Seperti ditelan bumi.” Ketua desa terdiam. Pandangannya menatap ke arah timur, ke sebuah tebing hitam menjulang di kejauhan. Di balik tebing itu ada mulut goa besar yang dikenal dengan nama Goa Kematian. Rasa ngeri seketika menyelusup ke dalam hatinya. Sejak ratusan tahun lalu, goa itu hanya disebut-sebut dengan bisik-bisik ketakutan. Orang-orang percaya siapa pun yang masuk ke sana takkan pernah kembali. Aura pekat dari iblis-iblis purba menghantui tempat itu. “Hanya ada satu tempat...” gumam ketua desa, suaranya bergetar. “Satu-satunya tempat yang cukup gelap dan pekat untuk menyembunyikan jejak mereka. Goa itu...” Para warga terdiam, wajah mereka puc

  • Pewaris Kekuatan Alam Semesta   Bab 33. Goa Kematian

    Kulit keriput para warga yang tadi ramah berubah kasar, tertutupi bulu kelabu. Tubuh mereka membesar, punggung melengkung, rahang menonjol dengan taring panjang. Mata yang sebelumnya tampak bersahabat kini memancarkan cahaya merah membara. Ketua desa berada di barisan paling depan. Senyumnya yang teduh telah lenyap, berganti dengan moncong serigala berlumur liur. “Mereka pasti sudah terlelap dalam mimpi fana…” suaranya berat, bercampur dengusan serigala. “Saat fajar tiba, tubuh mereka akan menjadi bagian dari kita.” Seluruh siluman serigala meraung, langkah kaki mereka menghentak tanah, menuju rumah singgah tempat Itachi, Aoka, dan Nala bermalam. Pintu kayu rumah itu digedor keras. Hingga akhirnya... BRAKK! Pintu terbuka paksa. Puluhan siluman berdesakan masuk, mata mereka menyala, taring terhunus siap menyantap mangsa. Namun yang mereka temukan hanya kegelapan dan… ruangan kosong. Mangkuk sup di atas meja tergeletak, tapi isinya sudah dingin. Tidak ada tubuh manusia, tidak a

  • Pewaris Kekuatan Alam Semesta   Bab 32. Kecurigaan Itachi, Aoka, dan Nala

    “Silakan dimakan sebelum tidur,” ujar ketua desa dengan suara lembut namun tegas. “Sup ini warisan turun-temurun dari leluhur kami. Diyakini bisa memulihkan tenaga dan memberikan tidur yang nyenyak.” Itachi menatap mangkuk itu sesaat. Ada sesuatu yang menggelitik hatinya, namun ia memilih untuk tidak menampakkan keraguan. Ia menerima mangkuk tersebut dengan kedua tangan, lalu menunduk hormat. “Terima kasih, Ketua. Kami berhutang budi.” Ketua desa tersenyum semakin lebar, matanya menyipit, seakan puas dengan jawaban Itachi. “Besok kalian akan melanjutkan perjalanan. Istirahatlah malam ini, dan biarkan sup itu menjadi berkah.” Setelah berkata demikian, ketua desa berpamitan, melangkah meninggalkan mereka dengan langkah pelan. Itachi menatap sup hangat itu sekali lagi. Ia kemudian masuk ke rumah, meletakkannya di atas meja kayu kecil. Aoka dan Nala yang sudah menunggu di dalam menoleh, menatap sup itu dengan raut berbeda: Aoka penuh kewaspadaan, sedangkan Nala terlihat menegang, se

  • Pewaris Kekuatan Alam Semesta   Bab 31. Kecurigaan Yang Semakin Menguat

    Setelah jamuan di balai Desa... Mereka melangkah bersama ketua desa melewati jalan tanah yang dikelilingi pagar bambu. Penduduk desa sudah banyak yang keluar, sibuk dengan aktivitas pagi... menimba air, menjemur hasil kebun, atau sekadar duduk sambil mengobrol di serambi rumah. Setiap kali rombongan kecil itu lewat, para penduduk langsung berdiri, menunduk hormat, dan menyapa dengan senyum lebar. “Selamat pagi, Tuan Itachi.” “Selamat pagi, nona cantik.” “Semoga perjalanan kalian diberkahi.” Senyum mereka begitu seragam, begitu manis, namun terasa dingin di baliknya seolah dipaksakan. Itachi hanya membalas dengan anggukan kecil, sementara hatinya semakin yakin ada sesuatu yang tidak wajar. Ketua desa menepuk pundak Itachi dengan hangat. “Lihatlah, inilah wajah-wajah tulus dari orang-orangku. Mereka semua hidup sederhana, damai, dan saling menopang.” Ia tersenyum bangga, tapi matanya sekilas tampak menatap Itachi dengan tajam, seperti sedang menguji. Nala berlari kecil

  • Pewaris Kekuatan Alam Semesta   Bab 30. Siluman Serigala

    Malam kian larut di Desa Koyami. Udara terasa begitu dingin, meski obor yang tergantung di dinding rumah kayu masih menyala redup. Angin berdesir lewat celah-celah papan, membawa suara-suara aneh yang tidak biasa. Nala meringkuk di sudut ruangan, matanya sulit terpejam. Itachi tidur di dekat pintu, sementara Aoka berbaring di sisi lain, tombaknya tetap berada di dekat tangannya meski matanya terpejam. Namun, bagi Nala, malam itu berbeda. Ada sesuatu yang mengusik batinnya. Jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya. Tiba-tiba, sebuah suara lirih terdengar dari luar rumah. “Arrghh… grrhhh…” Suara itu kasar, serupa dengan erangan binatang buas. Nala menutup mulutnya dengan tangan, tubuh mungilnya bergetar hebat. Perlahan, ia memberanikan diri mendekati pintu kayu yang hanya ditopang satu palang sederhana. Dari celah kecil di antara papan, ia mengintip keluar. Darahnya sontak terasa beku. Di luar, tepat di dekat kandang, seekor siluman serigala tengah melahap seekor kambing. B

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status