Beranda / Fantasi / Pewaris Langit Ketujuh / Bab 25 - Benih Iblis dalam Hati

Share

Bab 25 - Benih Iblis dalam Hati

Penulis: Andi Iwa
last update Terakhir Diperbarui: 2025-07-29 20:00:25

Gohan menggigil. Bukan karena dingin, melainkan karena sesuatu yang berdenyut di dalam dadanya. Detaknya tidak mengikuti irama jantung biasa. Ia tidak tahu bagaimana menjelaskan sensasi itu, seolah ada kehidupan kedua yang tumbuh di balik tulang rusuknya, sesuatu yang bukan dirinya.

"Kau merasakannya, bukan?" Suara Yue Xiulan menggema dari balik kabut, lembut tapi tajam seperti jarum menusuk kulit.

Gohan mendongak. Wajah Xiulan setengah tertutup kabut, tapi matanya bersinar gelap keunguan, seperti danau yang menyimpan rahasia malam. Sejak insiden dengan Roh Naga, Xiulan jadi lebih diam. Lebih sadar. Lebih terikat padanya. Tapi juga lebih jauh.

"Apa maksudmu?" tanya Gohan, berusaha mengendalikan gemetar pada suaranya.

Xiulan melangkah lebih dekat, jemarinya terulur ke arah dadanya. "Di dalammu. Itu bukan hanya kekuatan dewa. Ada sesuatu yang tumbuh bersama darah sucimu. Sesuatu yang tak pernah dimaksudkan untuk dilahirkan di
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Pewaris Langit Ketujuh   Bab 32 - Bisikan Dewa Terkutuk

    Langit Zhongtian tak lagi bersinar biru. Awan-awan menggulung kelabu, berputar di atas reruntuhan altar kuno yang baru saja retak karena satu napas Gohan. Tubuhnya gemetar. Bukan karena dingin, tapi karena kekuatan yang tiba-tiba bangkit dari dalam darahnya sendiri. "Berhenti bernapas, atau dunia akan mati." Suara ibunya, Lian Hua, menggema dari dalam pikirannya. Padahal wanita itu sudah lama meninggal. Gohan menggigit bibir. Ia tak tahu apakah itu suara nyata atau sekadar ilusi dari retakan segel di tubuhnya. Tapi dada terasa terbakar, dan setiap helaan napas membuat tanah di bawahnya semakin bergetar. "Kau... adalah kunci," suara kedua terdengar, berat dan dalam, seperti gaung dari dasar neraka. Tiba-tiba altar kuno itu bersinar. Simbol-simbol kuno mengambang, membentuk huruf-huruf asing yang bercahaya merah darah. Udara mengental. Semua terasa seperti mimpi buruk. Yue Xiulan muncul dari balik puing-puing.

  • Pewaris Langit Ketujuh   Bab 31 - Retakan Segel Tanpa Akhir

    Keringat dingin mengalir dari pelipis Gohan, padahal tubuhnya terbakar seakan dililit api surgawi. Setiap tarikan napasnya seperti mendobrak dunia yang rapuh, seperti menorehkan celah halus pada dinding langit yang tak kasat mata. Ia terbangun di tengah kehampaan, menggantung di udara abu-abu yang sepi, sunyi, dan nyaris tidak nyata. "Di mana... ini?" bisiknya. Tapi suaranya tak menggema. Tak ada dinding. Tak ada langit. Hanya kekosongan yang bergolak pelan, seperti danau hitam yang bernafas. Di kejauhan, sesosok bayangan perlahan membentuk. Wajahnya samar, suaranya lebih seperti gema kenangan daripada suara sungguhan. Namun Gohan mengenalnya seketika. "Ibu...?" Sosok itu tersenyum samar. Tidak muda, tidak tua. Seperti potongan mimpi yang pernah ia tinggalkan dalam tidur-tidur penuh luka. Tapi yang membuat jantung Gohan terhenti bukan karena rindu—melainkan karena kata-kata yang keluar dari bibir itu. "Gohan.

  • Pewaris Langit Ketujuh   Bab 30 - Singgasana Iblis Berlumur Merah

    Suara gemuruh dari dalam Makam Tujuh Langit masih terngiang di telinga Gohan. Langkah-langkahnya gemetar di antara bebatuan purba, tempat para dewa lama dimakamkan. Sisa darah di sekeliling jubahnya mulai mengering, menyisakan jejak hitam kemerahan yang tampak membusuk di udara. Namun pikirannya tidak tenang. "Apa maksudnya... darah ini menuntut tebusan jiwa suci?" gumam Gohan pelan, suaranya terpantul oleh dinding batu yang menjulang tinggi. Ia menggenggam Mantel Darah Dewa erat-erat. Mantel itu tak terasa seperti jubah, lebih mirip lapisan hidup yang menempel di tubuhnya, berdenyut mengikuti detak jantungnya. Seketika matanya menangkap cahaya di ujung lorong. Langkahnya dipercepat. Nafas memburu. Ketika ia tiba di ruangan terakhir makam itu, jantungnya serasa berhenti. Di hadapannya, terdapat singgasana. Tinggi, menjulang dari batu hitam dengan ukiran naga bersayap. Di atasnya,

  • Pewaris Langit Ketujuh   Bab 29 - Mantel Darah Dewa

    "Buka matamu, Pewaris... atau darahmu akan sia-sia." Suara itu—tidak berasal dari luar, tetapi dari dalam dada Gohan—menyusup seperti racun lembut. Saat kelopak matanya terbuka, dunia di sekitarnya telah berubah. Ia tidak lagi berada di makam batu dingin, tapi di tengah padang langit ungu, tanpa batas, di mana ribuan lentera merah terapung seperti bintang-bintang yang tersesat. Langkah kakinya terasa ringan, tubuhnya mengambang, jiwanya seolah tercerabut dari raganya. Tapi rasa nyeri dari goresan pedang di dadanya masih nyata. Luka itu belum sembuh. Hatinya belum tenang. Di hadapannya berdiri tujuh bayangan kolosal. Setiap bayangan memiliki bentuk berbeda—ada yang bersayap naga, ada yang membawa pedang langit, satu duduk di singgasana tengkorak, dan satu lagi hanya siluet yang terus berubah bentuk. Tapi semuanya menatap Gohan dengan mata kosong, namun menyala dalam satu warna: merah darah. "Siapa kalian?" sua

  • Pewaris Langit Ketujuh   Bab 28 - Makam Tujuh Langit

    Angin di Kota Terapung berubah arah. Aroma dupa suci, debu darah, dan arus spiritual membentuk pusaran tak kasatmata yang hanya bisa dirasakan oleh mereka yang telah menembus batas ranah Zhongtian. Dan malam itu, di tengah reruntuhan menara kristal bekas Turnamen Darah, Gohan Lee berdiri diam di bawah langit ungu yang baru saja memuntahkan bintang. Langkah kaki berat terdengar dari belakang. "Kau tak seharusnya bangun," suara itu berat, serak, dan penuh beban yang tak diucapkan. Qin Rouye muncul dari balik reruntuhan, mengenakan jubah setengah hangus, matanya tak lagi sombong—melainkan penuh tanya. "Aku tidak tidur," jawab Gohan pendek. "Aku bermimpi sambil berdiri. Dan mimpiku... penuh suara orang mati." Rouye mengernyit. "Itu pertanda buruk." "Atau panggilan." Langit kembali bergetar, dan seberkas cahaya ungu menukik dari langit, menghantam altar pusat arena. Suara retak spirit

  • Pewaris Langit Ketujuh   Bab 27 - Pedang Memecah Bintang

    Petir menyayat langit Zhongtian seperti cakar iblis lapar. Di tengah malam yang seharusnya hening, langit justru bergemuruh seolah bersuara, menyambut sesuatu yang akan datang. Di kaki Gunung Hēi Jìng, Gohan berdiri sendiri, tubuhnya dibalut jubah robek dan darah kering. Lehernya masih berdenyut, bekas belenggu Teratai Hitam dari kontrak jiwa dengan Xiulan. Namun yang lebih mencolok dari segalanya adalah mata Gohan. Tidak lagi menyala hanya dengan tekad, tapi dengan sesuatu yang jauh lebih gelap dan jauh lebih tajam. Ia menatap reruntuhan medan latihan lama Sekte Bintang Retak, tempat para kultivator berbakat dahulu mengasah pedang mereka. Kini tempat itu kosong. Terbengkalai. Dihindari. Bukan tanpa alasan. "Dengar itu?" suara Yue Xiulan terdengar lirih dari balik pohon, napasnya memburu. "Langit berubah... Seperti merasakan sesuatu." Gohan mengangguk pel

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status