Bab 1. MAHASISWA MISKIN
"Hai Kuli, cepat kemari!”
Terdengar mahasiswa senior memanggil seorang pemuda yang sedang berjalan di selasar Universitas Matrix.
Mahasiswa yang dipanggil kuli tentu saja tidak menoleh, dia tetap terus berjalan menelusuri Selasar menuju kantin.
Kemudian empat orang mahasiswa Senior langsung menghadang langkah Jaka dengan senyum penuh dengan hinaan terlukis di wajah mereka.
Jaka Kelud langsung berhenti dan menatap keempat mahasiswa senior yang menghadangnya dengan tatapan tidak suka.
Meskipun Jaka merupakan orang miskin, dia tetap tidak suka jika ada orang yang bersikap kasar kepadanya.
Jaka masih bisa mentoleransi orang yang menghina kemiskinannya, akan tetapi jika ada yang berniat mengganggunya maka rasa takut dan rendah dirinya akan menghilang seketika itu juga.
Jaka Kelud sendiri merupakan mahasiswa semester dua, sedangkan mahasiswa senior dan teman-temannya yang menghadang Jaka merupakan mahasiswa semester enam dan merupakan ketua BEM Universitas Matrix.
Mahasiswa yang memimpin para mahasiswa senior ini bernama Yoga yang berasal dari keluarga konglomerat, dengan statusnya ini tentu saja dia selalu memandang rendah setiap mahasiswa yang berasal dari keluarga miskin.
Apalagi dia tahu kalau Jaka Kelud masuk Universitas Matrix ini menggunakan beasiswa yang membuatnya bisa belajar tanpa harus membayar biaya semester dan lainnya.
“Ada apa kak?”Jaka bertanya dengan sopan ke arah mahasiswa yang menghadang langkahnya.
“Kamu ini benar-benar orang miskin yang tidak tahu diri. Kalau dipanggil tuan muda sebaiknya kamu cepat datang dan mendekat, Dasar orang miskin, apa kamu ingin kami hajar terlebih dahulu agar kamu bisa mendengar saat kami panggil?”
“Betul sekali, kalau jadi mahasiswa yang mengandalkan beasiswa itu jangan terlalu belagu, dasar miskin tapi sok bergaya dasar sombong dan tak tahu diri.”
Jaka yang awalnya sudah menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah Yoga untuk menanyakan alasan dia dipanggil segera berniat untuk melanjutkannya langkah kakinya lagi ketika mendengar hinaan mahasiswa senior di depannya.
Tentu saja Yoga tidak senang melihat Jaka ingin melanjutkan langkahnya dan seperti menghiraukan perkataannya.
“Berhenti, kamu mau kemana lagi? Cepat kemari,!”
Yoga yang melihat Jaka menghiraukan perkataan anak buahnya segera melambaikan tangannya sambil berteriak dengan menampilkan ekspresi tidak sukanya.
“Cepat menghadap tuan muda.”
Salah seorang mahasiswa senior yang menghadangnya langsung mendorong dada Jaka untuk segera menghadap Yoga.
Tubuh Jaka sedikit terhuyung terkena dorongan mahasiswa senior yang menghadangnya.
Jaka menatap mahasiswa itu dengan tatapan tidak suka terlihat jelas dari sorot matanya yang tajam.
“Kenapa kakak mendorongku?”
“Ha ha ha ha… lihatlah si Kuli mulai marah, ha ha ha ha…”
Bukannya minta maaf, mahasiswa senior ini malah tertawa penuh dengan hinaan sambil menunjuk ke arah Jaka yang sedang menatap ke arahnya dengan mata penuh tatapan tidak senang.
“Cepat pergi sana menghadap tuan muda Yoga!”
Sekali lagi mahasiswa senior yang menghadangnya menghardik dan terlihat tidak sabar melihat sikap Jaka.
Jaka memandangi keempat mahasiswa senior di depannya dan Yoga yang sedang menatap ke arahnya bersama anak buahnya yang lain dengan silih berganti.
Akhirnya Jaka menghela nafas berat sebelum akhirnya berjalan ke arah Yoga dan menyapanya.
“Hallo kak, ada apa kakak memanggilku.”
“Nah begitu baru anak yang baik, Jadi orang miskin itu jangan belagu. Apa kamu tidak ingin tetap kuliah di Universitas ini? Belikan aku rokok di minimarket, ini uangnya.”
Yoga melemparkan uang lembaran seratus ribu rupiah ke wajah Jaka dengan ekspresi penuh dengan penghinaan tergambar jelas di wajahnya, setelah menyampaikan perkataan penuh dengan ancaman.
Dengan cepat Jaka pergi ke minimarket yang ada di dekat Universitas untuk membeli rokok pesanan Yoga dengan perasaan kesal, setelah memungut uang seratus ribu rupiah di lantai.
Tak lama kemudian Jaka sudah kembali dan menyerahkan sebungkus rokok dan korek api kepada Yoga dengan tatapan datar.
Dalam hati Jaka sebenarnya sangat marah dan benci diperintah oleh Yoga, tapi dia menyadari keadaan dirinya yang hanya mahasiswa miskin bisa kuliah di Universitas ternama ini saja dengan jalur Beasiswa.
Jaka tidak ingin membuat keributan yang akan membuatnya mendapatkan poin dan beasiswa yang didapatkan akan dicabut oleh pihak Universitas.
Hal ini bagi Jaka bukanlah sesuatu yang memalukan, yang penting dia tidak disuruh melakukan perbuatan jahat atau abnormal.
“Ambil kembaliannya untuk kamu saja, sana cepat pergi baumu itu mengganggu penciuman kami.”
Yoga melemparkan uang lima puluh ribu rupiah kembalian membeli rokok ke lantai seperti sebelumnya saat dia menyuruh Jaka untuk membeli rokok.
Hati Jaka langsung memanas melihat sikap arogan kakak seniornya ini, dengan menahan sabar Jaka mengambil uang lima puluh ribu rupiah itu di lantai kemudian pergi meninggalkan mereka tanpa banyak bicara.
“Ha ha ha ha…. dasar pecundang tetap saja pecundang, makanya jadi orang itu jangan terlalu belagu.”
Suara tawa anak buah Yoga menggema di selasar Universitas berbasis teknologi yang sangat ternama di kota Jakarta ini.
Sementara Yoga dan teman-temannya tampak memandangi punggung Jaka sambil bergosip menghinanya.
Dengan cepat Jaka meninggalkan Yoga dan yang lainnya, melanjutkan perjalanannya ke kantin untuk makan siang.
Selepas berkuliah, Jaka yang mesti mencari tambahan langsung menuju area konstruksi tempatnya bekerja paruh waktu dengan bis.
Tak berselang setengah jam, kini terpampang di hadapannya sebuah area konstruksi gedung apartemen lima puluh lantai yang sedang dalam pembangunan.
“Hai Jaka, kamu sudah datang ayo cepat ganti pakaianmu kita mulai kerja.”
“Siap.”
Begitu memasuki lokasi konstruksi, Jaka sudah disambut seorang mandor proyek dengan ramah.
Ketekunan dan sikap kooperatif Jaka selama bekerja di lokasi konstruksi membuat semua rekan kerjanya sangat menyukainya.
Apalagi tidak suka bicara dan tidak suka membantah setiap perintah mandor atau rekan kerjanya yang meminta bantuan.
Bekerja di lokasi Konstruksi adalah pekerjaan paruh waktu yang dilakukan Jaka Kelud Setiap pulang Kuliah, lebih tepatnya Jaka mulai bekerja pukul empat sore hingga sepuluh malam.
Saat ini Jaka Kelud sudah berganti pakaian kerja dengan helm keamanan terpasang di kepalanya untuk menghindari benda kecil jatuh menimpanya yang akan menyebabkan kecelakaan yang tidak perlu.
Waktu berlalu dengan cepat tidak terasa jam kerja Jaka hampir selesai, saat ini waktu sudah menunjukkan waktu pukul sembilan malam yang berarti satu jam lagi jam kerja Jaka Kelud sudah selesai.
Saat ini Jaka sedang asyik dengan pekerjaannya mengambil batu batu bata dan dipindahkan ke sebuah troli yang akan dibawa ke atas menggunakan crane.
Pada saat sedang asik membungkuk untuk merapikan batu bata di depannya sambil menunggu troli crane yang baru saja naik menuju lantai dua puluh turun lagi untuk kembali mengangkut batu bata, tiba-tiba dari langit turun hujan batu bata.
Brak brak brak…
“Jaka...!”
“Jaka…!”
***
Bab 2. MUSIBAH YANG MENGEJUTKAN Hujan batu bata itu secara tidak sengaja tepat jatuh di atas kepala dan tubuh Jaka membuat debu berterbangan di sekitarnya yang membuat semua orang di lokasi konstruksi menjerit histeris sambil berteriak seakan tidak percaya dengan apa yang mereka lihat. Sementara itu Jaka yang tertimpa hujan batu bata yang berjumlah ribuan seakan tidak merasakan apa yang menimpa kepala dan tubuhnya. Hingga debu yang sangat padat memenuhi sekelilingnya barulah Jaka menyadari apa yang terjadi di sekelilingnya. Pada saat ini Jaka hanya merasakan tubuh dan kepalanya seperti terkena butiran air hujan dari langit, dia sama sekali menghiraukan teriakan kepanikan semua rekan kerjanya di tempat konstruksi. Seperti tidak sadar dengan apa yang baru saja terjadi pada dirinya, Jaka malahan mengebutkan tangannya di pakaian yang berdebu setelah terkena ribuan batu bata yang jatuh dari lantai dua puluh. Jaka malahan masih asik merapikan batu bata yan
Bab 3. PENCULIKAN Keesokan harinya seperti biasa Jaka berangkat kuliah dengan penuh semangat, seakan musibah yang menimpanya kemarin saat di lokasi konstruksi bukanlah sesuatu yang perlu dianggap serius. Tubuh Jaka tampak bugar, tubuhnya tidak terlihat ada luka luar maupun luka dalam setelah tertimpa ribuan batu bata dari ketinggian gedung lantai dua puluh. Saat jam istirahat kuliah, Jaka pergi ke kantin untuk mengisi perutnya. Di kantin terlihat banyak mahasiswa yang sedang makan sambil berbincang dengan rekan-rekan mereka. Kehadiran Jaka tidaklah langsung menarik perhatian mahasiswa wanita yang sedang duduk bergerombol. Sedangkan mahasiswa pria tampak tidak terlalu memperdulikan Jaka yang baru saja datang memasuki kantin. “Bu Minten, minta bakso satu sama kupat.” “Baik mas, tunggu sebentar ya?”Bu Minten yang merupakan salah satu pedagang yang berjualan di kantin tersenyum dengan ramah kearah Jaka. Di Kantin kampus ada puluhan UMKM
Bab 4. MENYELAMATKAN INTAN Jaka berteriak dengan lantang setelah menampar kelima pria yang akan memasukkan Intan kedalam mobil SUV. Tubuh kelima pria itu langsung jatuh menghantam tanah dengan cepat, untungnya Jaka menampar tidak terlalu keras sehingga keempat pria ini tidak sampai mati. Meskipun tidak sampai mati, tapi dari keempat panca indera mereka berempat mengeluarkan darah yang membuat keempat pria ini langsung tak sadarkan diri tanpa tahu siapa orang yang memukul mereka. “Kamu tidak apa-apa?”Jaka segera menanyai Intan yang sedang shock melihat keempat pria yang akan menculiknya tiba-tiba jatuh terkapar begitu saja dan tiba-tiba juga di sampingnya sudah berdiri pria miskin yang dikenalnya. “Jaka….”Sepasang mata indah Intan tiba-tiba berkabut setelah mengamati dengan jelas sosok pria yang menolongnya. Jaka hanya tersenyum sambil menganggukkan kepalanya dengan pelan sebagai tanda mengiyakan pertanyaan Intan. “Jaka…. saya benar-benar tidak tahu a
Bab 5. DI USIR “Non Intan anda sudah pulang?”Tiba-tiba mereka dikejutkan oleh suara orang yang menyapa Intan dari balik jeruji pintu gerbang. “Eh pak Danang, cepat buka pintu gerbangnya.”Bukannya menjawab sapaan penjaga rumahnya, Intan malah menyuruh Danang untuk membuka pintu gerbangnya. Segera saja pintu gerbang besi itu terbuka dari dalam, kemudian Intan masuk ke halaman Mansion keluarga Warsito sambil tangannya menggandeng tangan Jaka. Pemandangan ini tentu saja membuat Danang penasaran dengan pria yang di bawa pulang nona mudanya. “Siapa pemuda itu? Apakah dia pacar baru Non Intan?”Danang hanya bisa membatin dalam hatinya, melihat pemandangan yang tidak biasa. Setahu Danang, Intan sama sekali belum mempunyai pacar karena selama ini dia sama sekali tidak melihat ada teman pria yang datang mengunjungi Intan. Dengan sangat ramah, Intan menarik tangan Jaka memasuki Mansion tiga lantai milik keluarganya. Jaka yang terbiasa hidup di gubuk
Bab 6. SALAH PAHAM “Intan saya pulang dulu.” “Jaka tunggu, jangan pergi biar pak sopir mengantarmu pulang.” “Tidak perlu, saya naik taksi saja,” sahut Jaka yang sudah mulai berjalan keluar dari ruang tamu Mansion keluarga Warsito. Intan yang melihat Jaka pergi begitu saja dari rumahnya merasa sangat bersalah dan akan menyusul keluar, tapi langkahnya terhenti karena tangannya di pegang dengan kuat oleh Rustam yang menatapnya dengan mata memerah karena marah. “Diamlah, biarkan orang miskin itu pergi. Apa kamu tahu siapa kamu dan siapa dia? Lihatlah keluarga kita, apa pantas putri keluarga Warsito bergaul dengan pria miskin seperti itu?” “Ayah, ayah tidak tahu siapa Jaka itu? Kenapa ayah begitu kasar kepadanya? Apa ayah tahu kalau tidak ada Jaka yang datang menolong Intan mungkin Intan malam ini tidak bisa pulang menemui ayah. Ayah sudah memalukan Intan… hiks hiks hiks…”Intan berteriak sambil berusaha melepaskan tangannya yang dicengkram dengan erat oleh Ru
Bab 7. PENGHINAAN DUA WANITA CANTIK Sementara itu Jaka yang ada di dalam taksi tampak tersenyum masam mengingat perlakuan orang tua Intan kepadanya. Sebelumnya dia memang sudah menolak untuk masuk kedalam Mansion keluarga Warsito yang terlihat begitu megah, karena dia yang sudah terbiasa akan hinaan dari orang-orang yang lebih kaya darinya sudah menyadari apa yang akan terjadi pada dirinya jika masuk kedalam rumah yang begitu mewah. Dan kenyataan ini benar-benar terjadi, membuat Jaka hanya bisa menghela nafas berat mengingat kejadian pahit di rumah Intan. Akhirnya taksi yang dinaiki Jaka sampai juga di gang yang menuju kontrakannya, setelah membayar ongkos taksi Jaka keluar dengan tak lupa mengucapkan terimakasih kepada sopir taksi. Kontrakan Jaka terletak dalam sebuah gang, maklumlah Jaka hanya mampu menyewa rumah di tempat ini yang harga sewanya cukup murah, yaitu satu juta rupiah satu bulannya dengan kamar mandi didalam dan listrik membayar sendiri. Sesampainya di dalam
Bab 8. PERMINTAAN MAAF Pedagang bubur ayam tampak tersenyum masam melihat tingkah laku kedua wanita cantik ini. “Ternyata kecantikan tidak bisa membuat kedua wanita ini bersikap baik kepada orang lain, tapi kecantikannya malah di gunakan untuk menghina orang lain. Sepertinya mereka belum mendapat karma dari apa yang mereka ucapkan,” gumam pedagang bubur ayam sambil mencuci mangkuk kotor di tangannya. Tentu saja pedagang bubur ayam tidak berani menghentikan perkataan kedua wanita cantik itu yang menghina Jaka, karena dia juga orang kecil dan sedang berdagang, jadi tidak elok jika membuat keributan di tempat kerjanya. Jaka yang pergi meninggalkan lapak bubur ayam, segera berjalan dengan cepat menuju rumah kontrakannya. Jaka sudah kebal dengan segala ejekan dari orang-orang disekitarnya sehingga dia sama sekali tidak marah, yang bisa dilakukannya hanyalah menahan semua emosinya dalam hati. Waktu berjalan dengan cepat, saat ini Jaka sudah berangkat kuliah sepe
Bab 9. ISABELLA “Apa? Kaos polos seperti ini saja harganya lima ratus ribu rupiah? Tulisannya juga cuma sebuah simbol kecil, benar-benar mahal pakaian di tempat ini.”Jaka menghela nafas sambil menggeleng-gelengkan kepalanya setelah melihat harga yang tercantum pada setiap pakaian pria yang di pajang. Sebenarnya harga yang tercantum di setiap pakaian yang dipajang sangatlah wajar, karena pakaian yang di jual di Mall ini merupakan barang kelas menengah keatas. Berbeda dengan pakaian yang dikenakan Jaka yang dibeli dengan harga murah di pasar tradisional yang ada di desanya, yang dibuka dua kali dalam satu minggu. Jaka melihat kearah pakaian yang dikenakannya, senyumnya tampak masam setelah melihat pakaian yang dikenakannya. “Ternyata pakaianku sangatlah jelek dan sepertinya tidak pantas di pakai di tempat seperti ini,” gumam Jaka setelah melihat pakaian yang dikenakannya dari atas hingga bawah dan melihat sepatunya yang sudah butut. Rasa malu seketika
Bab 178. PRANA PENYEMBUHAN “Nah, sepertinya saraf kecil itu yang menyebabkan pendarahan otak dan ada memar di otaknya yang perlu disembuhkan. Dan itu juga masih ada sisa darah yang belum dibersihkan,” gumam Jaka Kelud dengan mata terus memeriksa seisi kepala Rustam Buwono. Setelah memastikan luka yang ada di dalam kepala Rustam Buwono, tangan Jaka Kelud yang menempel di ubun-ubun kepalanya segera saja menyalurkan energi Prana ke bagian kepalanya. Keajaiban segera terjadi, sesaat setelah Jaka Kelud menempelkan tangannya di kepala Rustam Buwono. Sisa-sisa darah yang belum tuntas di bersihkan di dalam otak, secara ajaib menghilang dan keluar dari batok kelapa berubah menjadi uap. Dengan Mata Prananya, Jaka Kelud bisa memastikan setiap luka di dalam kepala Rustam Buwono kembali normal dan mengalami peremajaan dengan sangat ajaib. Rasa hangat dari Prana Jaka Kelud langsung membuat kinerja saraf serta jaringan yang ada di kepala Rustam Buwono menjadi beker
Bab 177. MATA PRANA X RAY Dokter Sasongko menatap pemuda di depannya dengan tatapan curiga sambil menanyakan profesi Jaka Kelud. “Saya bukan seorang dokter, tapi saya bisa memberi pertolongan pertama kepada seseorang yang terluka.” “Ha ha ha ha…. kamu ini lucu sekali anak muda. Memangnya Rumah Sakit ini disamakan dengan sekolahan yang hanya mengajarkan tentang pertolongan pertama pada kecelakaan? Tolong anak muda, kalau bicara itu lihat situasi dan tempatnya,” kata dokter Sasongko dengan nada mengejek. Jaka kelud sama sekali tidak tersinggung ataupun marah dengan perkataan dokter Sasongko. Tentu saja dia tahu maksud dari perkataannya yang merendahkan kemampuan pengobatan yang dimilikinya. Jaka tidak menyalahkan jalan pikiran dokter Sasongko yang merupakan seorang profesor atau ahli bedah otak yang sangat terkenal. Sedangkan pada saat ini Rustam Buwono sedang di tangani olehnya, bahkan dia juga sedang berusaha dengan keras untuk menyembuhkan luka
Bab 176. DI USIR DARI KANTOR DOKTER Petugas bagian Informasi itu tidak langsung menjawab pertanyaan Jaka Kelud, dia malah memandangi sosok Jaka Kelud dari atas sampai bawah dengan tatapan curiga. “Bapak ini apanya pak Rustam kalau boleh tahu?” “Saya kenalannya, kebetulan saya sedang menjenguk bersama teman saya di ruang VVIP nomor sepuluh.” “Oh, bapak beneran temannya pak Rustam?” Nada bicara karyawan bagian Informasi terdengar mulai ramah, setelah Jaka Kelud mengaku sebagai temannya Rustam Buwono. “Tentu saja benar, untuk apa saya berbohong tidak ada untungnya.” “Ha ha ha ha… maaf, saya hanya tidak ingin memberikan informasi kepada yang tidak berkepentingan saja. Tunggu sebentar biar saya cek dulu.” Kemudian petugas bagian informasi segera sibuk di depan komputernya dan terlihat sedang mengetik sesuatu di keyboardnya. Tak lama kemudian, petugas itu segera memandang kearah Jaka Kelud. kali ini tatapannya terlihat serius, sebelum akhirn
Bab 175. SUGENG BUWONO KEPALA KELUARGA KONGLOMERAT BUWONO “Bukan gadis itu, kalau gadis itu saya sudah tahu. Maksudku siapa anak muda itu,” kata kakek Sugeng Buwono sambil menatap kearah Jaka Kelud yang sedang berdiri sambil menyandarkan punggungnya di dinding Rumah Sakit. “Oh dia. Dia itu temannya Intan,” kata Melati Sugiri sambil tersenyum ke arah Jaka kelud kemudian mengalihkan pandangannya kembali ke Sugeng Buwono atau ayah mertuanya. “Iya, saya juga tahu dia temannya nak Intan. Kan dia datang ke Rumah Sakit ini bersama nak Intan, yang saya ingin tanyakan adalah apakah kita pernah mengenal dia atau keluarganya?” Begitu mendengar perkataan Sugeng Buwono, semua orang seketika memusatkan pandangannya ke arah Jaka Kelud, dan memandangnya dengan tatapan penuh selidik. Sementara itu Jaka Kelud yang sedang menjadi pusat perhatian semua orang tampak serba salah, dan menggaruk rambutnya yang tidak gatal sambil tersipu malu. Melati Sugiri yang mendapat per
Bab 174. RUSTAM BUWONO KECELAKAAN Dan benar saja ketika teriakan itu baru saja berhenti, tiba-tiba saja. Blar….!!Sebuah ledakan yang cukup keras terdengar di tengah jalanan, diikuti dengan terangkatnya mobil milik wanita cantik itu yang meledak seperti terkena bom mobil. Warga yang berdiri terlalu dekat dengan mobil yang meledak tersambar api yang menyambar, sehingga wajah mereka menghitam dengan rambut dan pakaian yang terbakar. Seketika itu juga kepanikan melanda di sekitar mobil yang meledak. Sementara itu Jaka Kelud tampak tersenyum senang, melihat kejahilannya membuahkan hasil. Dengan meledaknya mobil wanita cantik yang sok berkuasa dan tidak mau mengganti kerusakan mobil Intan Warsito yang ditabraknya, maka kekesalan Intan pasti akan terobati. Jaka segera menjalankan mobilnya meninggalkan tempat dia parkir, sementara itu Intan Warsito yang sudah melajukan mobilnya lebih dulu, sudah tidak terlihat. Sesampainya di kampus, tern
Bab 173. MEMBERI HUKUMAN WANITA CANTIK Intan warsito balas mengejek wanita cantik itu sambil melirik ke arah Jaka kelud dengan ekspresi penuh dengan kemenangan. Siapapun orangnya tentu saja sangat senang, jika dalam menghadapi suatu masalah kedatangan orang yang dikenalnya. Dengan kedatangan orang yang dikenalnya, maka urusan akan lebih mudah, karena akan ada yang mendukungnya. Demikian juga dengan Intan Warsito dalam pikirannya, keberaniannya untuk minta ganti rugi atas kerusakan mobilnya semakin menjadi-jadi saja. Brak…! “Cepat kamu ganti kerusakan mobilku, atau kita berurusan dengan pihak Polisi.”Dengan kuat Intan Warsito menggebrak kap mesin mobil wanita cantik itu, sambil memperlihatkan sikap serius kalau dia minta ganti rugi. “Ha ha ha ha… mau dibawa ke pihak Polisi? Baiklah, mari kita lapor Polisi dan lihat apakah Polisi akan membantumu? Hi hi hi hi….” Wanita cantik itu sama sekali tidak takut, saat diancam untuk dilaporkan ke piha
Bab 172. INTAN YANG APES Tangan Jaka Kelud segera diangkat ke atas langit, sedangkan mulutnya terlihat sedang bergerak-gerak seperti sedang membaca mantra. Langit yang sebelumnya cerah, tiba-tiba saja dipenuhi awan hitam yang bergerak dari segala arah dan menumpuk di atas gedung PT Nusa Bangsa. Jegler…! Blarr…!Suara petir menggelegar dan saling bersahutan membuat penduduk bumi ketakutan, melihat fenomena aneh yang baru saja mereka lihat. Petir menyambar-nyambar di susul turunnya air hujan dari langit yang langsung deras begitu saja, tanpa didahului gerimis seperti biasanya. Petir yang bersahutan bahkan menghantam trafo listrik, sehingga alam seketika menjadi gelap gulita meskipun saat ini masih siang hari. Bahkan ada tiang listrik yang roboh terkena hantaman petir yang menyambar dari langit. Tubuh Jaka Kelud yang berdiri di atap gedung sudah basah kuyup, akan tetapi dia tidak memperdulikannya. Sekali lagi tangan Jaka Kelud mengibas k
Bab 171. MENGHILANGKAN JEJAK Dalam sekejap semua orangnya Raden Tukimin yang ada di ruang meeting menghilang, demikian juga dengan para mayat yang tergeletak diatas lantai. Bahkan Jaka Kelud juga ikut menghilang dari ruang meeting, kemudian muncul lagi di sebuah lembah yang sangat dalam yang bersuhu sangat dingin. “Dimana ini?” Terdengar suara orang berteriak kebingungan dengan tubuh menggigil dan gigi bergemeletuk saking dinginnya suhu udara di tempat mereka sekarang berada. “Di pintu neraka, ha ha ha ha….” “Bocah apa yang kamu lakukan kepada kami?” teriak seorang pria yang tidak asing bagi Jaka Kelud. Rombongan orang yang sedang berdiri dengan tubuh menggigil tentu saja Raden Tukimin dan anak buahnya yang masih hidup, yaitu para pengacara dan sekretarisnya. “Saya tidak bicara apa-apa, hanya berbicara apa adanya. Sekarang lihat apa yang ada di bawah kalian,” kata Jaka Kelud dengan nada santai. Begitu mendengar perkataan Jaka Kelud, me
Bab 170. AKHIR DARI AKI DAWIR “Ehem, Aki Dawir ya? Maaf Aki, permintaan saya juga sama dengan kalian. Kalau kalian ingin selamat, segera pergi dari gedung ini atau nasib kalian akan sama dengan mayat-mayat itu.” “Kurang ajar, sepertinya kamu tidak bisa melihat tingginya gunung di depanmu. Baiklah, terima ini.” Wusss….Tiba-tiba saja Aki Dawir mendorong telapak tangannya ke arah Jaka Kelud, dorongan tangan Aki Dawir memunculkan desisan angin yang sangat tajam. Pakaian semua orang berkibar, ketika Aki Dawir melancarkan serangannya. Akan tetapi apa yang ada dalam pikiran Aki Dawir sepertinya meleset, karena sosok pemuda kurus yang diremehkannya ternyata masih berdiri tegak di tempatnya, tanpa kurang apapun. Jaka Kelud yang sekarang tentu saja bukan seperti Jaka Kelud yang dulu, kini dia yang sudah menyadari kekuatan yang dimiliki, tentu saja menganggap remeh serangan Aki Dawir yang melancarkan pukulan jarak jauh. Padahal pukulan jarak jauh Aki Daw