Share

Bab 10. Jati Diri Sekar Pandan

Sekar Pandan menelisik tubuh Sekar Wangi, tak percaya.

"Dan aku benar-benar sakit. Kau bisa melihat keadaanku," terang Sekar Wangi diantara kekehannya.

"Kau tahu namaku?" tanya Sekar Pandan pada Sekar Wangi. Kedua bola mata Sekar Pandan melebar.

"Tentu saja tahu. Asal usulmu pun aku tahu," jawab Sekar Wangi enteng.

"Tidak mungkin!" sanggah Sekar Pandan.

"Apanya yang tidak mungkin bagi kami. Namamu Sekar Pandan. Kau berasal dari sebuah pulau yang sangat jauh dari tanah Jawa Dwipa ini. Kedua ayah angkatmu merupakan Datuk ahli obat dan racun. Ibumu berasal dari hutan Gendingsewu." Sekar Wangi mulai membuka jati diri Sekar Pandan. 

Gadis itu semakin dibuat takjub oleh pengetahuan wanita di depannya ini. Sekar Wangi adalah wanita dari bangsa lelembut, tentu saja dia tahu banyak hal tentang diri Sekar Pandan.

"Hutan Gendingsewu?"

"Ya. Ibumu adalah putri seorang pertapa di Padepokan Gendingsewu. Kau tidak tahu?" Sekar Pandan menggeleng. Selama ini tidak ada yang memberitahu asal usul ibunya. Semua orang hanya mengatakan bahwa ibunya meninggal selang beberapa hari melahirkannya.

"Tidak. Kau pasti berbohong."

Sekar Wangi terkekeh kembali. Kali ini lebih nyaring dan lama.

"Terserah bagaimana kau menyikapi semuanya," ujarnya enteng.

"Bagaimana kau tahu?"

"Aku penguasa hutan ini. Aku sudah mengatakannya, bukan?" Sekar Wangi tersenyum, kali ini terlihat manis dan ramah.

Sekar Pandan tidak mengerti. Penguasa setahunya adalah seseorang yang menguasai suatu daerah layaknya seorang pejabat kerajaan, juga anak buahnya banyak. Sedangkan wanita ini, berdiri saja tidak mampu. Seorang pesakitan yang tinggal bertiga dengan kedua orang tuanya yang telah tua dan lemah.

"Kau …,"

Sekar Wangi tersenyum simpul melihat kebingungan terpancar jelas di wajah gadis belasan warsa di depannya. Telunjuknya menyingkirkan pedang Sekar Pandan dari dadanya.

"Dugaanmu benar, Dewi Bunga Malam. Aku berterima kasih karena kau datang ke tempat ini."

"Apa maksudmu? Bicaramu berbelit-belit!" sanggah Sekar Pandan kembali mengacungkan pedangnya pada Sekar Wangi. Tanpa disangka, wanita pesakitan yang tak berdaya itu duduk tegak dengan merentangkan kedua tangannya. Wajah tengkoraknya bagai dihapus dan diganti dengan yang baru, sehingga menampakkan wajah halus nan cantik. 

Perubahan itu terjadi pula pada dada dan tubuh yang lain.

Pemandangan yang ada di depan mata sulit dipercaya. Wanita bertubuh kurus layaknya tengkorak itu kini menjelma menjadi seorang wanita muda berusia dua puluhan tahun yang jelita. Berkulit putih dan halus. Rambut yang semula lengket tak terurus kini mengembang indah.

Semerbak harum bunga melati semakin menusuk hidung Sekar Pandan. Gadis itu mundur teratur. Jantungnya berdegup kencang tak beraturan. Saat wanita bangsa lelembut itu berdiri dan menghampirinya. Tubuhnya tinggi semampai dengan bentuk yang indah. 

Baru kali ini dia bertemu makhluk yang seaneh ini.

Bibir merah dan penuh itu berkata pelan dan halus. Kedua matanya berbinar menatap wajah Sekar Pandan.

"Inilah wujud asliku, Dewi Bunga Malam. Berkat kekuatan dari kalung yang kau pakai akhirnya kekuatan hitam itu pergi dari tubuhku. Kaulah penyelamat yang sudah lama aku tunggu." Suaranya lantang dengan merentangkan kedua tangannya ke samping.

Sekar Pandan terdiam seperti dibungkam sesuatu. Dia hanya menatap wanita jelita yang ada di depannya ini dengan penuh perhatian. Sementara Pedang Sulur Naga tetap tergenggam erat di tangannya. Pamor putih kehijauan menerangi wajah jelita mereka.

Sekar Wangi berjalan gemulai menghampiri Sekar Pandan yang masih berdiri termangu dengan pikiran yang berseliweran akan dirinya dan wanita ini.

"Terima kasih, Saudariku. Dan sebagai imbalan atas semua kebaikanmu ini, maka aku akan memberikan julukan Dewi Bunga Malam-ku padamu. Ketahuilah, Sekar Pandan. Semula aku tidak menyukaimu karena temanmu memberi julukan itu. Seharusnya dia dihukum karena mencetuskan gelar Dewi Bunga Malam padamu,"

"Jika kau ingin menghukum manusia yang tidak bersalah, hadapi aku dulu. Dia temanku, sudah sewajarnya kalau aku melindunginya," tukas Sekar Pandan bersiap menghadapi wanita ini.

"Hikhikhik, aku mengakui bahwa kau gadis baik yang masih polos dan naif." Suara itu demikian halus dan merdu di telinga Sekar Pandan. Bagai seorang putri keraton yang sudah terbiasa dengan didikan sopan santun istana.

Pakaian perempuan ini pun indah. Serba putih yang tipis berlapis-lapis. Selendang putih panjang yang menyelempang di depan dadanya menjuntai panjang ke belakang. Bahkan rambutnya pun sangat panjang menyentuh lantai. Hiasan keningnya yang dari intan berkilau saat terkena cahaya pelita kamar.

"Jadi makhluk itu—" Sekar Pandan mundur selangkah demi selangkah menghindari berdekatan dengan wanita itu. Wajahnya ketakutan. Jika benar wanita jelita ini jelmaan makhluk hitam bermata merah yang menyerangnya saat di tepi sungai, pastilah dia makhluk jahat.

Sekar Pandan semakin mencengkram kuat gagang pedangnya. Keringat dingin menetes dari pelipisnya.

"Jangan maju!" Dia membentak.

Comments (3)
goodnovel comment avatar
Entry Adi
1 bab sedikit x..
goodnovel comment avatar
Eko Prasetyo
knp bab 11 gk bisa do buka
goodnovel comment avatar
Suprayitno Suprayitno
sudah dikunci?
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status