Share

Bab 9. Penguasa Hutan

"Aku akan berusaha. Besuk pagi akan memetik daun obat untuk merawat anak kakek ini. Kalian berdoalah, agar semuanya berjalan lancar."

"Kau tetaplah di sini, Dewi Bunga Malam," ujar mereka bersama-sama. Gadis itu mengangguk. Kakek dan nenek pemilik rumah keluar kamar meninggalkan Sekar Pandan dan anaknya yang masih terbaring.

"Jika kau ingin istirahat, kau bisa tidur di balai balai itu, Dewi Bunga Malam." Sekar Pandan menoleh pada sebuah balai balai yang ada di sudut ruangan. "Itu tempat tidur ibuku."

"Siapa namamu?" tanya Sekar Pandan.

"Sekar Wangi." jawab Sekar Wangi.

"Bagaimana kau bisa sakit separah ini? Apakah kedua orang tuamu tidak—"

"Ceritanya panjang dan kau tidak perlu tahu. Tidak ada satu orang pun yang bisa mengobati penyakitku. Tubuhku dari waktu ke waktu bertambah kurus hingga seperti yang kau lihat. Tubuhku tak ubahnya tengkorak hidup," desah Sekar Wangi pasrah dengan keadaan dirinya.

"Padahal aku yakin, kau wanita yang cantik," cetus Sekar Pandan jujur.

Sekar Wangi terkekeh pelan. " Julukanmu Dewi Bunga Malam. Sebenarnya nama itu adalah nama kecilku. Bapak dan Biyungku memanggilku Dewi Bunga Malam karena sejak lahir tubuhku mengeluarkan bau wangi melati. Akan semakin tercium santer jika sudah malam hari. Karena itu lah mereka memanggilku Dewi Bunga Malam." Sorot mata itu seolah tidak senang pada Sekar Pandan karena memiliki nama yang sama. Merasa tersaingi.

Sekar Pandan menggeser letak duduknya. Dia berusaha menenangkan diri. "Maaf, Sekar Wangi. Nama itu hanya sekedar nama asal pemberian kawanku. Sama sekali bukan untuk menyaingimu."

Kembali Sekar Wangi terkekeh. Suaranya serak dan dalam. " Mungkin kau sudah ditakdirkan untuk bertemu denganku, Dewi Bunga Malam," ucap Sekar Wangi menghela napas berat. Dia menggerakkan tubuhnya ingin bangun. Dengan tanggap Sekar Pandan membantu wanita pesakitan itu untuk duduk. Punggung yang hanya tulang ia ganjal dengan kain selimut milik si wanita.

"Terima kasih, Dewi Bunga Malam. Sebenarnya kami sudah lama menanti kedatangan seseorang dari luar tanah Jawa Dwipa." Sekar Pandan duduk merapat di depan Sekar Wangi. Dia tidak mengerti dengan ucapan wanita itu. Rupanya Sekar Wangi tahu apa yang dipikirkan gadis belasan warsa ini.

"Kami meyakini orang dari luar tanah Jawa Dwipa akan membawa keberuntungan bagi kami. Tentu tidak semuanya. Hanya orang yang mempunyai getaran dengan kami saja lah yang berjodoh dengan kami," lanjutnya.

"Keberuntungan apa? Getaran apa?" Sekar Pandan semakin dibuat bingung oleh kata-kata wanita itu.

Sekar Wangi menggerakkan tangan kurus yang hanya tulang berbalut kulit ke dadanya. Tangan itu menyelinap ke dalam kain kemben yang menutupi dadanya yang rata, meloloskan sebuah kalung yang bergandul permata biru. Cahaya pelita dalam kamar menimpa permata biru dan membentuk cahaya yang luar biasa indah.

Sekar Pandan terpukau dengan cahaya dari batu permata biru.

"Kalung ini lah yang akan memberitahu kami siapa orang yang berjodoh dengan kami." Mata cekung wanita itu terpejam kemudian bibirnya yang sebenarnya berbentuk penuh itu merapal sebuah mantra.

Mula-mula Sekar Pandan merasakan kamar kecil itu biasa saja, baru kemudian sebuah kekuatan yang pekat memenuhi ruang kamar. Hawa pekat itu terus mendesak dirinya hingga jatuh terjengkang ke lantai. 

Sekar Pandan masih sempat melihat bahwa kekuatan pekat itu berasal dari permata biru di kalung Sekar Wangi. Kekuatan itu bergulung-gulung di depannya membentuk bayangan tinggi besar. Dari kepala bayangan itu terdapat dua titik api seperti mata. Sekar Pandan beringsut mundur. Sekujur tubuhnya meremang saat sosok pekat itu mulai menyerangnya.

"Kau ingin membunuhku, Sekar Wangi?" teriak Sekar Pandan.

Sosok itu menyerang Sekar Pandan yang bergulingan menghindar. Namun, kekuatan pekat itu terus memburu dan menggulung tubuhnya. Sekar Pandan gelagapan seperti orang kehabisan napas. Tangan kanannya mencoba meraih gagang pedang miliknya untuk melawan kekuatan besar itu.

Usahanya sia-sia.

Kekuatan pekat telah menggulung dan menguasai dirinya yang kini tak berdaya. Saat kekuatan pekat itu ingin menghisap semua kekuatannya, dari dadanya memancar cahaya putih terang membuyarkan kekuatan pekat yang ingin menguasai kekuatannya.

Kekuatan pekat perlahan menghilang seperti tersapu angin. Menyisakan Sekar Pandan yang masih berbaring di lantai dengan memegangi kalung di lehernya. Ternyata cahaya putih menyilaukan yang mengusir kekuatan pekat itu berasal dari mutiara putih yang menjadi bandul kalungnya.

Di tempat tidur, Sekar Wangi terhenyak ke dinding. Keningnya berkerut. Keringat sebesar biji jagung menetes di sana. Napasnya tersengal. Wajah kurus yang menyerupai tengkorak itu semakin lelah dan menakutkan. Sepertinya dia baru saja mengerahkan seluruh tenaganya untuk melawan kekuatan yang berasal dari pancaran kalung Sekar Pandan.

Sriing!

Pedang Sulur Naga mengarah pada dada Sekar Wangi. Kalung yang berbandul permata biru itu sudah tidak mengeluarkan cahayanya lagi. Begitu pun dengan bandul mutiara putih pada kalungnya. Dua perhiasan kalung yang secara aneh mengeluarkan cahaya itu kini kembali menjadi kalung biasa.

"Kenapa kau ingin membunuhku?! Padahal di antara kita tidak ada permusuhan," cecar Sekar Pandan tidak mengerti dengan jalan pikiran wanita yang sedang sakit ini. Mendadak darahnya terkesiap! Tangan yang menggenggam gagang pedang nampak bergetar. Untuk mengurangi getaran, tangan kirinya kini bersatu dengan tangan kanannya. Memegang erat gagang pedang.

"Si-siapa kau sebenarnya, Sekar Wangi?" Suaranya gemetar menandakan hatinya sedang dikuasai kecemasan dan

kebingungan akan wanita yang katanya sedang sakit itu. Nyatanya, dia bisa mengeluarkan kekuatan hebat untuk membunuhnya. Bukan layaknya seorang yang sedang sakit.

"Hikhikhik. Sekar Pandan, oh Sekar Pandan. Akhirnya kau mengerti juga siapa aku. Aku penguasa hutan ini."

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Suprayitno Suprayitno
Sekar Wangi itu makhluk astral kah?
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status