Home / Pendekar / Pewaris Pedang Sulur Naga / Bab 9. Penguasa Hutan

Share

Bab 9. Penguasa Hutan

Author: Eka wa
last update Last Updated: 2022-08-10 22:12:19

"Aku akan berusaha. Besuk pagi akan memetik daun obat untuk merawat anak kakek ini. Kalian berdoalah, agar semuanya berjalan lancar."

"Kau tetaplah di sini, Dewi Bunga Malam," ujar mereka bersama-sama. Gadis itu mengangguk. Kakek dan nenek pemilik rumah keluar kamar meninggalkan Sekar Pandan dan anaknya yang masih terbaring.

"Jika kau ingin istirahat, kau bisa tidur di balai balai itu, Dewi Bunga Malam." Sekar Pandan menoleh pada sebuah balai balai yang ada di sudut ruangan. "Itu tempat tidur ibuku."

"Siapa namamu?" tanya Sekar Pandan.

"Sekar Wangi." jawab Sekar Wangi.

"Bagaimana kau bisa sakit separah ini? Apakah kedua orang tuamu tidak—"

"Ceritanya panjang dan kau tidak perlu tahu. Tidak ada satu orang pun yang bisa mengobati penyakitku. Tubuhku dari waktu ke waktu bertambah kurus hingga seperti yang kau lihat. Tubuhku tak ubahnya tengkorak hidup," desah Sekar Wangi pasrah dengan keadaan dirinya.

"Padahal aku yakin, kau wanita yang cantik," cetus Sekar Pandan jujur.

Sekar Wangi terkekeh pelan. " Julukanmu Dewi Bunga Malam. Sebenarnya nama itu adalah nama kecilku. Bapak dan Biyungku memanggilku Dewi Bunga Malam karena sejak lahir tubuhku mengeluarkan bau wangi melati. Akan semakin tercium santer jika sudah malam hari. Karena itu lah mereka memanggilku Dewi Bunga Malam." Sorot mata itu seolah tidak senang pada Sekar Pandan karena memiliki nama yang sama. Merasa tersaingi.

Sekar Pandan menggeser letak duduknya. Dia berusaha menenangkan diri. "Maaf, Sekar Wangi. Nama itu hanya sekedar nama asal pemberian kawanku. Sama sekali bukan untuk menyaingimu."

Kembali Sekar Wangi terkekeh. Suaranya serak dan dalam. " Mungkin kau sudah ditakdirkan untuk bertemu denganku, Dewi Bunga Malam," ucap Sekar Wangi menghela napas berat. Dia menggerakkan tubuhnya ingin bangun. Dengan tanggap Sekar Pandan membantu wanita pesakitan itu untuk duduk. Punggung yang hanya tulang ia ganjal dengan kain selimut milik si wanita.

"Terima kasih, Dewi Bunga Malam. Sebenarnya kami sudah lama menanti kedatangan seseorang dari luar tanah Jawa Dwipa." Sekar Pandan duduk merapat di depan Sekar Wangi. Dia tidak mengerti dengan ucapan wanita itu. Rupanya Sekar Wangi tahu apa yang dipikirkan gadis belasan warsa ini.

"Kami meyakini orang dari luar tanah Jawa Dwipa akan membawa keberuntungan bagi kami. Tentu tidak semuanya. Hanya orang yang mempunyai getaran dengan kami saja lah yang berjodoh dengan kami," lanjutnya.

"Keberuntungan apa? Getaran apa?" Sekar Pandan semakin dibuat bingung oleh kata-kata wanita itu.

Sekar Wangi menggerakkan tangan kurus yang hanya tulang berbalut kulit ke dadanya. Tangan itu menyelinap ke dalam kain kemben yang menutupi dadanya yang rata, meloloskan sebuah kalung yang bergandul permata biru. Cahaya pelita dalam kamar menimpa permata biru dan membentuk cahaya yang luar biasa indah.

Sekar Pandan terpukau dengan cahaya dari batu permata biru.

"Kalung ini lah yang akan memberitahu kami siapa orang yang berjodoh dengan kami." Mata cekung wanita itu terpejam kemudian bibirnya yang sebenarnya berbentuk penuh itu merapal sebuah mantra.

Mula-mula Sekar Pandan merasakan kamar kecil itu biasa saja, baru kemudian sebuah kekuatan yang pekat memenuhi ruang kamar. Hawa pekat itu terus mendesak dirinya hingga jatuh terjengkang ke lantai. 

Sekar Pandan masih sempat melihat bahwa kekuatan pekat itu berasal dari permata biru di kalung Sekar Wangi. Kekuatan itu bergulung-gulung di depannya membentuk bayangan tinggi besar. Dari kepala bayangan itu terdapat dua titik api seperti mata. Sekar Pandan beringsut mundur. Sekujur tubuhnya meremang saat sosok pekat itu mulai menyerangnya.

"Kau ingin membunuhku, Sekar Wangi?" teriak Sekar Pandan.

Sosok itu menyerang Sekar Pandan yang bergulingan menghindar. Namun, kekuatan pekat itu terus memburu dan menggulung tubuhnya. Sekar Pandan gelagapan seperti orang kehabisan napas. Tangan kanannya mencoba meraih gagang pedang miliknya untuk melawan kekuatan besar itu.

Usahanya sia-sia.

Kekuatan pekat telah menggulung dan menguasai dirinya yang kini tak berdaya. Saat kekuatan pekat itu ingin menghisap semua kekuatannya, dari dadanya memancar cahaya putih terang membuyarkan kekuatan pekat yang ingin menguasai kekuatannya.

Kekuatan pekat perlahan menghilang seperti tersapu angin. Menyisakan Sekar Pandan yang masih berbaring di lantai dengan memegangi kalung di lehernya. Ternyata cahaya putih menyilaukan yang mengusir kekuatan pekat itu berasal dari mutiara putih yang menjadi bandul kalungnya.

Di tempat tidur, Sekar Wangi terhenyak ke dinding. Keningnya berkerut. Keringat sebesar biji jagung menetes di sana. Napasnya tersengal. Wajah kurus yang menyerupai tengkorak itu semakin lelah dan menakutkan. Sepertinya dia baru saja mengerahkan seluruh tenaganya untuk melawan kekuatan yang berasal dari pancaran kalung Sekar Pandan.

Sriing!

Pedang Sulur Naga mengarah pada dada Sekar Wangi. Kalung yang berbandul permata biru itu sudah tidak mengeluarkan cahayanya lagi. Begitu pun dengan bandul mutiara putih pada kalungnya. Dua perhiasan kalung yang secara aneh mengeluarkan cahaya itu kini kembali menjadi kalung biasa.

"Kenapa kau ingin membunuhku?! Padahal di antara kita tidak ada permusuhan," cecar Sekar Pandan tidak mengerti dengan jalan pikiran wanita yang sedang sakit ini. Mendadak darahnya terkesiap! Tangan yang menggenggam gagang pedang nampak bergetar. Untuk mengurangi getaran, tangan kirinya kini bersatu dengan tangan kanannya. Memegang erat gagang pedang.

"Si-siapa kau sebenarnya, Sekar Wangi?" Suaranya gemetar menandakan hatinya sedang dikuasai kecemasan dan

kebingungan akan wanita yang katanya sedang sakit itu. Nyatanya, dia bisa mengeluarkan kekuatan hebat untuk membunuhnya. Bukan layaknya seorang yang sedang sakit.

"Hikhikhik. Sekar Pandan, oh Sekar Pandan. Akhirnya kau mengerti juga siapa aku. Aku penguasa hutan ini."

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Suprayitno Suprayitno
Sekar Wangi itu makhluk astral kah?
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Pewaris Pedang Sulur Naga    Bab 239. Ketetapan Hati

    Istri kepala dusun dan Nyai Kriwil merawat Sekar Pandan dengan baik sehingga kesehatan gadis itu pulih dengan cepat. Pagi-pagi sekali, keduanya berpamitan kepada orang-orang baik itu untuk melanjutkan perjalanan ke kota raja Majapahit. Sebelum meninggalkan rumah kepala dusun, Raden Prana Kusuma memberikan seikat gobog kepada Ki Kriwil.Lelaki tua itu hanya menatap gobog di tangan pemuda gagah itu dengan tatapan heran. " Untuk apa uang itu, Raden?""Pondok Ki Kriwil telah rusak karena kami. Ini ada sedikit ....""Tidak perlu. Pondok yang rusak bisa diperbaiki secara gotong royong. Di dusun ini banyak ditumbuhi bambu, dengan kerjasama beberapa warga pondok itu akan cepat selesai. Raden lebih membutuhkan gobog itu daripada kami karena harus menempuh perjalanan jauh." Dengan tersenyum penuh pengertian Ki Kriwil mendorong tangan Raden Prana Kusuma yang menyodorkan gobog."Kami terbiasa mengembara, Ki. Seorang pengembara tidak akan kelaparan di tengah

  • Pewaris Pedang Sulur Naga    Bab 238. Pendekar Tampan Berambut Putih.

    Jantung Raden Prana Kusuma berdesir. Tatapannya nanar pada lelaki yang memiliki tinggi yang sama dengannya itu.Dengan wajah kebingungan pemuda itu bertanya, "Kau tahu namaku?""Bagaimana aku tidak tahu diriku sendiri." Jawaban lelaki berambut putih panjang itu makin membuat Raden Prana Kusuma diliputi pertanyaan. Selama ini mereka tidak pernah bertemu. Orang itu tadi mengatakan apa? Dia adalah dirinya? Alis pemuda Majapahit itu berkerut. Pikirannya masih sulit mencerna.Dalam kebingungannya, dia hanya diam saat lelaki tampan berambut putih itu menggeser tempatnya. Tanpa menunggu persetujuan Raden Prana Kusuma, lelaki itu menyingkirkan kain penutup tubuh Sekar Pandan pelan. Tubuh itu seperti tidak terluka apapun karena istri kepala dusun telah membelitkan selembar ken atau jarit ke tubuh Sekar Pandan."Hm, bagaimana mungkin kau akan meninggalkan dunia ini, jika anak kita belum lahir." Raden Prana Kusuma kurang jelas dengan gumaman lelaki

  • Pewaris Pedang Sulur Naga    Bab 237. Lelaki Tampan Berambut Putih

    Kepala dusun segera menyahut dan mempersilakan mereka beristirahat di rumahnya. Pagi itu, Raden Prana Kusuma membawa Sekar Pandan ke rumah kepala dusun untuk mengobati lukanya. Pedang Sulur Naga yang menjadi penyebab semua itu diambil Ki Kriwil dengan rasa takut.Di rumah kepala dusun, Sekar Pandan dirawat Raden Prana Kusuma siang dan malam tanpa henti. Hasilnya belum ada tanda kalau gadis itu akan sadar. Dengan wajah penuh kegelisahan, Raden Prana Kusuma duduk di tepi balai-balai yang beralaskan selembar tikar pandan. Matanya tidak ingin beralih dari wajah pucat di depannya.Keadaannya sendiri cukup berbahaya karena setiap saat harus menyalurkan hawa murni ke tubuh Sekar Pandan. Jika diteruskan, tidak mustahil pemuda itu akan cidera bahkan bisa tewas. Akan tetapi, tidak ada yang sanggup mencegah seandainya ada yang tahu hal itu. Kepala dusun memang pernah sedikit belajar tentang ilmu kanuragan. Mengenai hal detail itu dia belum banyak mengerti. Yang dia ketahui ha

  • Pewaris Pedang Sulur Naga    Bab 236. Terluka

    "Prana ... Prana Kusuma, kau ... Pemuda hebat! Aku mengaku ... ka-kalah!" Dari mulut Hang Dineshcarayaksa menyembur cairan merah yang sama. Dia menoleh sekilas. Sosok di atasnya tampak buram dan berubah bayang-bayang. Raden Prana Kusuma menahan tangannya di udara."Tapi aku puas. Setelah aku ... tiada, dia juga pasti tiada, kau tidak akan bisa bersama ... gadis itu," ujarnya terbata. Senyum licik tersungging di bibir. Kemarahan pemuda Majapahit itu sudah sampai ubun-ubun. Ditatapnya lawan lemah tidak berdaya di bawah kakinya. Lawan itu ingin segera dihabisi karena telah mencelakai Sekar Pandan."Kau memang telah kalah. Kalah oleh keserakahanmu sendiri, Kisanak. Bersiaplah menjemput maut. Maut yang kau kejar sampai ke tempat ini. Sekar Pandan akan selamat karena aku tidak akan membiarkan sesuatu terjadi padanya," lirihnya menahan geram.Wajah tampan Raden Prana Kusuma mengeras dengan gigi geraham menggertak kuat. Sepasang mata yang biasanya teduh menenangka

  • Pewaris Pedang Sulur Naga    Bab 235. Tumbangnya Sang Penguasa Jurang.

    Terbukti, pundaknya telah mengeluarkan darah. Berkali-kali dia menggeram dan meraung layaknya hewan buas.Dua anak muda itu saling pandang, seolah telah menyepakati sebuah rencana bagus untuk mengalahkan lawan. Ikatan batin yang telah terjalin selama hampir dua tahun membuat mereka mampu mengartikan jalan pikiran masing-masing. Tubuh Sekar Pandan melesat dari satu pohon ke pohon lainnya membentuk lingkaran sambil terus menghujani Hang Dineshcarayaksa dengan pukulan Ajian Ombak Memecah Karang.Sinar kekuningan yang melesat dari tangan Sekar Pandan bagai hujan bintang dari langit. Setiap sinar tidak mengenai sasaran, maka akan menghantam apa saja yang ada di depannya. Suara keras disusul robohnya pohon mengubah malam yang awalnya tenang menjadi neraka.Sementara itu, Keris Naga Kemala juga masih terus menyerang tanpa henti. Kali ini keris itu berhasil melukai pinggang Hang Dineshcarayaksa."Aaaaarrgg!"Raungan sang penguasa dasar jurang Hun

  • Pewaris Pedang Sulur Naga    Bab 234. Berebut Pedang.

    Sekar Pandan membawa pedang di tangannya demikian lincah. Menyelinap di bagian tubuh Hang Dineshcarayaksa yang terbuka tanpa perlindungan. Senyum yang semula lebar pada Hang Dineshcarayaksa kini berubah cemas.Pasalnya, pedang itu seperti bernyawa di tangan pemiliknya. Berkali-kali, mata pedang hampir melukai kulit gelap sang penguasa dasar jurang Hung Leliwungan."Sontoloyo! Gadis ini sekarang lebih hebat dari sebelumnya," gumam laki-laki tinggi besar itu.Hang Dineshcarayaksa melompat ke belakang dan terus melayang menggunakan ilmu meringankan tubuh, sementara Pedang Sulur Naga yang ujungnya mengarah ke dadanya terus mengejar tanpa ampun.Dia memutar tubuhnya kemudian mengayunkan ujung tulang di tangannya ke punggung Sekar Pandan. Gadis itu terkesiap. Cekatan tubuhnya membungkuk lalu melemparkan ujung selendang dari jarak dekat ke lawan.Tangan kiri Hang Dineshcarayaksa menangkap ujung selendang dengan cepat, memutar, dan menarik kuat k

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status