Pada pagi harinya Ansel meninggalkan gedung yang dijaganya. Maka, setiap harinya Ansel dan Evan tidak pernah berpapasan karena andaipun Evan mengunjungi gedung, selalu di jam-jam bisnisnya. Hal ini membuat Ansel sedikit tenang, setidaknya dia tidak perlu bertemu dengan manusia keji sejenis Evan.
Ansel tidak pernah membawa kendaraan apapun karena memang tidak satu pun kendaraan di rumah Adhitia yang dibawanya, begitupun dengan kendaraan yang dibelinya sendiri, semua jatuh ke tangan Evan. Bus atau angkutan umum adalah alat transfortasinya setiap hari. Terkadang, jalanan macet membuatnya mengantuk seperti pagi ini. ‘Astaga, aku lupa seharusnya mengambil uang dulu!’ Hatinya bermonolog di tengah kantuk yang melanda.
Seragam satpam masih membalut tubuhnya tanpa hoddy atau apapun yang menutupinya, tetapi justru pakaian hitam ini selalu membuatnya terlihat lebih gagah hingga tidak sedikit para gadis ataupun wanita dewasa yang mengaguminya. Apalagi keseharian Ansel menggunakan angkutan umum, jadi secara tidak langsung dirinya tetap populer di kalangan kaum hawa walaupun nasib hidupnya berubah tiga ratus enam puluh derajat.
Di sisi lain, Alea baru saja menyelesaikan lish untuk usaha kecil-kecilannya. “Uang dari tante Aisha cukup banyak. Mama bisa berbisnis pakaian bayi. Hihi ....” Kalimatnya pada Ocean yang terlelap di dalam pangkuan hangatnya. Daerah tempat tinggalnya banyak dihuni oleh bayi seusia Ocean maupun yang lebih muda atau lebih tua dari anaknya. Jadi, dia pikir berbisnis pakaian bayi lebih berpeluang dibandingkan bisnis makanan karena sudah banyak orang yang berniaga di bidang kuliner, pun makanan tidak bisa didiamkan harus selalu cepat habis, hal itu akan membuatnya kewalahan, sedangkan untuk pakaian Alea juga bisa menjualnya secara online hal itu bisa tetap menghemat modal karena pakaian tidak mengenal basi, lalu benda mati juga bisa mencakup lebih banyak sasaran pasar.
Diliriknya daun pintu yang terbuka lebar, tetapi batang hidung Ansel belum terlihat sama sekali. “Tumben papa belum pulang. Apa macet ya?” Kekhawatiran selalu merajela andai suaminya terlambat kembali walaupun hanya hitungan menit karena Ansel bekerja di salah satu daerah kekuasaan Evan, hal inilah yang selalu membuat Alea tidak tenang.
Tap tap tap
Suara langkah ringan mengudara, tetapi Alea bisa mengenalinya jika itu bukan suara langkah kaki Ansel maka wanita ini hanya duduk di atas tikar yang digelar sebagai pelapis lantai. Terdengar pula, Rina sedang berbicara dengan seseorang, seolah sedang menawarkan rumah sewa yang belum berpenghuni.
Namun, betapa terkejutnya Alea saat Rina melewati halaman rumahnya bersama seorang wanita yang adalah salah satu kawannya di panti asuhan. Segera, wajahnya ditutupi oleh kain gendongan milik Ocean.
“Ocean ... sudah bangun, Nak ...?” sapa ramah Rina di luar halaman rumah Alea yang hanya dibatasi pagar kayu berukuran satu meter.
“Sudah, Bu ...,” jawaban ramah Alea, tetapi lebih dari setengah wajahnya tertutup kain. Maka, hal ini membuat Rina melanjutkan pertanyaannya.
“Ada apa, kenapa ditutupi seperti itu ...,” kekeh wanita gembil ini.
“Sedang flu, takut terkena Ocean,” alasan Alea yang masih menutupi wajahnya.
“Ya sudah, lekas sembuh ya Nak,” tulus Rina, kemudian berlalu bersama wanita yang sejak tadi mengikuti langkahnya. Segera, Alea menutup pintu.
“Ya ampun, yang tadi itu Rima. Kenapa Rima kesini, apa mau menyewa rumah? Kalau begitu bisa gawat, Rima akan tahu keadaanku sekarang!” panik Alea yang selama ini menyembunyikan kehidupan minimalnya bersama Ansel. Intinya semua orang di panti asuhan hanya tahu jika kehidupan Alea berbanding terbalik dengan kehidupannya sebelum menikah dengan Ansel.
Ujung kukunya digigit panik, tetapi Alea tidak bisa terus seperti ini. Maka, dia mencoba mengondisikan dirinya dengan berbaring sesaat di atas tempat tidur tipis mereka. “Aku harap Rima tidak menyewa rumah di sini. Aku tidak mau orang di panti asuhan tahu kehidupanku yang sekarang, mungkin mereka akan sangat bersedih ....”
Dulu, pengurus panti asuhan serta kawan-kawannya lalu adik-adiknya menangisi kepergian Alea setelah dipinang Ansel, tetapi semua orang menangis haru karena akhirnya Alea menemukan kebahagiaan serta harta berlimpah yang sebelumnya tidak pernah dia rasakan selama hidup di panti asuhan. Maka, kehidupannya kini harus dirahasiakan serapat mungkin agar semua orang di panti asuhan tidak meneteskan air mata pilu.
Baru saja Alea berhasil menenangkan dirinya, pintu rumah diketuk halus hingga membuat jantungnya berdebar kencang. ‘Si-siapa ya, apa Rima?’ Hendak bangkit, Ocean menangis maka Alea segera menenangkan bayinya, tetapi bunyi ketukan pintu berakhir.
Kini, Alea sudah kembali menimang Ocean dalam pelukan hangatnya, langkah perlahan diambil menuju kaca yang tertutup gorden brokat guna memeriksa halaman rumahnya yang sempit. Namun, ternyata di luar dugaannya karena itu adalah Ansel-suami yang sejak tadi ditunggunya. Daun pintu segera terbuka setelah pria ini mendengar bunyi klik. “Sudah dari tadi? Maaf ya, aku tidak langsung membukakan pintu ....” Rasa bersalah segera merasuki Alea.
“Tidak apa, aku baru datang kok. Aku mendengar tangisan Ocean, makannya tidak lagi mengetuk pintu karena takut mengganggu anak kita, terus pasti kamu juga akan panik jika aku terus mengetuk pintu,” kekeh hangat Ansel saat memberikan penjelasan pada istrinya.
Alea tersipu mendengar kepedulian Ansel pada dirinya serta anak mereka. “Masuklah, aku sudah memasak. Aku akan buatkan minuman hangat,” sambutan hangatnya yang selalu menyertakan senyuman manis.
“Iya Sayang, terimakasih. Kebetulan cuaca sedang sedikit dingin.” Senyuman teduh Ansel yang segera duduk di atas tikar. Namun, kali ini Alea segera menutup pintu rumah. Pun, penjelasan diberikan sebelum Ansel bertanya heran.
“Udaranya sedikit dingin, aku takut Ocean masuk angin. Pintunya ditutup saja ya.” Senyuman kecilnya saat menutupi kekhawatirannya terhadap Rima.
“Iya, tidak apa. Tutup saja.” Ansel tidak memerotes sama sekali walaupun biasanya Alea akan membuka pintu untuk mendapatkan udara segar di pagi hari.
‘Aku tidak mau Rima mengetahui keadaanku, tapi aku tidak bisa mengatakannya pada Ansel, aku takut Ansel terluka karena Ansel tidak dapat membawa kami pada kehidupan lebih layak.’ Hati Alea bermonolog sendu. Ada banyak perasaan yang harus dijaganya, maka dia pikir menyembunyikan perasaannya lebih baik dibandingkan mengugkapkannya.
Bersambung ....
Hari berganti, Ansel masih belum kembali dan saat ini Alea mulai menangis tersedu, tetapi untungnya Rina tetap di sisinya dan wanita ini juga yang membantu menenangkan ibu satu anak ini. Namun, kebaikan Rina tidak membuat Ansel kembali. Lelaki itu menghilang hingga satu minggu lamanya. Setiap hari Alea dan Aisha mencoba mencari tanpa melibatkan polisi karena mereka yakin hilangnya Ansel karena perbuatan Evan. Namun, hingga saat ini Aisha tidak menemukan bukti kecurigaannya. Tidak mudah untuk Alea menjalani kehidupannya selama satu minggu ini, Ocean sering menangis dan Alea tidak bisa fokus pada apapun. Jika saya Rina tidak di sisinya mungkin saat ini Alea sudah mendekati kehancurannya. Hari ini, Rina tidak tahan melihat Alea menderita. Maka, dia menghubungi Reza untuk mencari tahu keberadaan Ansel. Wanita ini yakin Reza bisa membantu karena Alea sudah melarangnya melaporkan hilangnya Ansel pada polisi. Sementara, saat ini Ansel disekap oleh Evan. Ya, pelakunya memang Evan. Sudah s
Ansel menemui hari sialnya lagi karena akibat tindakannya dia disandera oleh Evan tanpa sepengetahuan Alea maupun Aisha. Jadi seakan-seakan Ansel menghilang tanpa jejak. Pada pagi ini Alea menunggu suaminya pulang, tapi hingga pukul sembilan dia tidak mendapatkan kabar apa pun. Alea menemui Rina untuk meminta bantuan menghubungi Ansel, tetapi nomor suaminya tidak aktif. "Ansel kemana dan kenapa nomornya tidak aktif, apa menemui Aisha?" Alea khawatir, hanya saja dia tidak ingin memikirkan hal aneh.Alea kembali ke rumahnya, di pangkuannya Ocean merengek padahal anaknya sudah diberikan susu. "Kenapa sayang ...." Lembutnya saat membelai pipi Ocean.Alea tetap melakukan kegiatan seperti biasanya, tetapi Ansel masih belum kembali bahkan ketika matahari sudah berada di puncak langit. Rengekan Ocean hanya berhenti sesaat, sejak pagi-pagi bayi itu terus merengek dan tidak pernah tidur nyenyak. "Nak, kenapa ..., jangan seperti ini ..., papa belum pulang dan tidak bisa dihubungi, mama khawatir
Ansel tertangkap sebelum pria ini menemukan hal penting, maka bawahan yang ditugaskan Evan membawanya secara halus ke hadapan Evan supaya kedok tuannya tidak terbongkar di hadapan para karyawan.Saat ini Evan bertepuk tangan di hadapan Ansel yang berdiri geram. "Kakak ipar, kau memang hebat, kau bisa menebak keberadaan surat-surat penting milikku. Tapi ... aku yakin kau belum menemukan apapun karena tidak semudah itu. Aku sudah menyimpannya sangat rapat dan sulit dijangkau." Sunggingan bibir Evan mengudara sangat menyebalkan di dalam indera penglihatan Ansel. Saat ini Ansel tidak berkata apapun, arah matanya hanya selalu mengikuti gerakan Evan tanpa pernah berkedip sama sekali, bahkan bola matanya hanya berisi api yang siap membakar Evav."Jangan marah. Santai saja. Kakak ipar tidak boleh terlalu tegang karena memiliki anak dan istri yang harus dicukupi. Hm ... apakah rumah sekecil itu tidak membuat kalian pengap heuh? Rasanya untuk bernapas saja terlalu sulit," hina Evan bersama sun
Jumlah kunci yang dimiliki satpam tidak sama dengan sebelum Ansel meninggalkan gedung ini, maka pria ini semakin yakin jika surat-surat penting milik Adithia disimpan di dalam salah satu ruangan di gedung ini. Setelah mencari tahu akhirnya Ansel menemukan satu ruangan yang tidak memiliki kunci. Dia berdiri tepat di depan pintu, ruangan ini memang terisolasi karena pernah terjadi hal tidak diinginkan. Ruangan ini tidak pernah disukai para karyawan karen lokasinya terlalu tinggi hingga mereka mengeluhkan jarak dengan lobby utama. "Ck, apa dugaanku benar. Kau menyimpan semua surat penting milik papa di tempat ini, tempat yang dibenci semua orang? Ya, memang masuk akal jika kau menyimpannya di sini karena tidak ada yang berniat memasuki ruangan ini!" Ansel selalu berhasil membaca isi kepala Evan yang dipenuhi dengan hal-hal licik. Begitupun dengan yang ini, ini mudah untuknya. Namun, apakah dugaannya benar?Ansel tidak memiliki kunci untuk ruangan ini karena salah satu kunci yang berkura
Alea berwajah sendu ketika kembali masuk ke dalam rumah hingga menimbulkan pertanyaan besar dari Ansel sekalian merangkul istrinya, "Sayang, ada apa hm ...." Usapan lembutnya segera membelai punggung Alea.Alea tersedu di dalam pelukan Ansel, tetapi segera mengadukan isi hatinya, "Aku mengingat cerita ibu panti tentang asal-usulku karena tadi bu Rina bercerita tentang anaknya yang hilang."Rangkulan Ansel semakin dalam setelah mendengar kalimat sendu istrinya. "Tidak apa, itu hanya kebetulan ...." Usapan lembut di punggung Alea tidak berhenti bahkan semakin sering membelai penuh kasih sayang, tidak lupa mengecup puncak kepala sang istri. Setelah berhasil menenangkan diri, Alea melepaskan diri dari pelukan Ansel, kemudian segera membahas Deon. "Bukan teman kamu yang akan menyewa rumah, tapi saudaranya." Tatapannya masih berkaca, tetapi Alea berusaha menyampaikannya dengan benar hingga membuat Ansel mengusap salah satu pipi istrinya bersama senyuman hangat penuh cinta."Aku sudah mende
Rina merasa harus menjelaskan tentang keluarga Ansel karena di matanya keluarga Ansel adalah contoh baik dan patut mendapatkan pujian juga patut menjadi gambaran positif untuk calon penyewanya. Ibu jarinya mengarah pada kediaman Ansel. "Ini rumah keluarga nak Ansel dan nak Alea, mereka sudah memiliki seorang bayi. Kalau ada perlu apa-apa jika memang malas ke rumah ibu, nak Deon biasa mengunjungi nak Ansel dan nak Alea, keduanya sangat ramah," tutur Rina dengan sikap ramah serta raut wajah memuji-muji kedua orang yang berada dalam ceritanya. "Iya. Eu ..., tapi sebenarnya saya sedang mencarikan kontrakan untuk saudara saya karena kebetulan dia mendapatkan pekerjaan di dekat daerah sini," kekeh kecil Deon. "Kalau begitu, Nak Deon jelaskan saja yang baru saja ibu jelaskan pada saudaranya Nak Deon. Intinya lingkungan di sini sangat nyaman karena salah satu alasannya para tetangganya yang baik hati," kekeh merdu Rina kala sedikit berdusta karena hanya beberapa saja dari banyaknya warga ya