BERSAMBUNG
Bagaimana pun, Balang dalam usia puber-pubernya, sehingga normallah kalau dirinya jadi tak karuan rasa dengan ulah Lya, mana tubuh wanita cantik ini wangi yang khas dan membangkitkan kelaki-lakiannya.Apalagi saat melihat tubuh Balang yang kokoh dan tinggi tegap, dengan bulu-bulu halus di lengan dan dadanya, hingg Lya sampai memnelai pelan.Kini Lya makin terkagum - kagum melihat Balang dalam pakaian adat ‘bangsawan’. “Paduka ganteng pakai bingit,” puji Lya tanpa ragu.“Kamu bisa ajah,” sahut Balang sambil cubit pantat lentik Lya dan tak kuat juga tidak mencium bibir si cantik ini, hingga si budak jelita ini senyum malu-malu, persis Mikha dahulu.“Tunggu yaa…setelah tugasku selesai, kita akan selesaikan…?” bisk Balang nakal. Tuh ini budak aku juga, artinya…sah di gauli! Batin Balang hibur diri sendiri, karena sepintas wajah jelita Lya mengingatkannya dengan Mikha.Lya tertawa sambil menutup mulutnya dan kini berjalan menuju ke pintu dan persilahkan si Pangeran tampan ini keluar dari k
“Karena paduka memang keturunan raja sebelumnya, melalui orang tua Raja Dongkoh, ayahanda mendiang raja kami itu paman kakek dari Pangeran Balang, yakni Paduka Dato Hasim Zailani, apalagi paduka adik dari ratu kami, Ratu Diniura,” kata Temanggung Lihan, Pangeran Alpa yang ada di sampingnya juga mengangguk membenarkan ucapan sang Temanggung ini.Pusing juga sesaat Balang mendengar ini, tapi dia tidak mau bertanya lebih jauh, kini dia menatap keduanya soal silsialah itu.Dia memang sudah tahu latar belakang Dato Hasim Zailani atau Dean Tanaka di alam masalalu, juga pernah punya anak laki-laki dengan seorang putri dari kerajaan ghoib.“Apa yang akan kita lakukan sekarang? Untuk bebaskan Ratu Diniura..!” tanya Balang langsung saja ke pokok masalah.“Kita harus menyusup ke sebuah penjara khusus, tempat di mana sang ratu di tahan dan yang bisa melakukan itu hanya paduka pangeran!” sahut Temanggung Lihan lagi.“Aku..??!!” Balang tentu saja kaget.“Iya, kami sudah berkali-kali berusaha, namun
Kahar kini sudah segar, mereka pun lanjutkan perjalanan lagi menuju ke Batupecah. Balang yang sudah tidur lama jadi teman ngobrol si sopir supel ini.Sehingga perjalanan tak garing, ada saja topik yang mereka obrolkan. Walaupun kini sudah malam hari dan mereka melewati hutan-hutan, juga jarang berselisihan dengan kendaraan lain.“Mas Balang, kita sekarang melewati Hutan Dudur, yang di katakan warga sangat angker,” ujar Kahar sambil berhati-hati bawa mobilnya, sebab jalan agak menanjak, lalu turunan yang lumayan curam, jalanan juga tak begitu mulus lagi, ada lubang-lubang kecil.“Berarti ini sudah masuk wilayah Kabupaten Batupecah?” tanya Balang mulai penasaran.“Betul mas, nah liat itu tugu perbatasannya,” kata Kahar dan pasang dim lampu jauh dan terlihat tulisan ‘Selamat Datang di Kabupaten Batupecah, Kalimantan Selatan’.Tiba-tiba mobil Kahar jalannya merambat dan seakan mau mogok, mirip kehabisan BBM, padahal BBM tadi di isi full dan baru satu garis berkurang.Dan persis tak jauh da
Dengan mobil carteran jenis MPV sejuta umat dari Bandara Sepinggan Balikpapan, Balang minta di antar ke Kabupaten Batupecah melewati wilayah IKN di Penajam Paser Utara dan terus jalan lagi ke arah Kabupaten Paser.Si Sopir yang bernama Kahar yang ngaku asal Sulawesi sepanjang jalan heboh cerita soal Kalimantan Timur yang kelak jadi ibukota nusantara.Balang kadang hanya menimpali sesekali, dia dengarkan saja cerita si Kahar ini, yang ngaku biarpun asal Bugis, tapi dia lahirnya di Balikpapan 25 tahunan yang lalu logat bahasanya pun masih kental dari daerah asalnya.“Ke Batupecah dalam rangka apa Om?” tanya Kahar, yang mengira Balang tak beda jauh usia dengannya dan kini duduk di sisinya. Penampilan Balang yang serius membuat wajah tampannya terlihat dewasa.“Aku…mau kunjungi saudaraku, tapi kampungnya di Saranjana Hulu,” sahut Balang kalem.“A-apa Om…Saranjana Hulu?” sahut Kahar terkaget-kaget, saat Balang sebut Saranjana Hulu.“Iya, apakah kamu tahu tempatnya?” tanya Balang sambil sant
"Jangan berhenti, terus saja nyiter ke arah Manado, tetap konsentrasi,” kata si kakek ini lagi yang tak lain dan tak bukan kakek buyutnya sendiri, Datuk Hasim Zailani.“A-apakah kakek ini…ka-kek buyut, Datuk…Hasim Zailani?” tanya Balang yang aslinya masih sangat gugup.“He-he-he…rupanya ayahmu sudah cerita, benar sekali cucuku, mungkin ayahmu juga sudah berkisah, kalau kamulah dan dua saudaramu yang kelak bisa sempurnakan rohku bukan?”“I-iya kek…ta-tapi bagaimana caranya? Apakah aku harus panggil Cynthia dan Fareeha ke sini...?” sahut Balang, ingat kedua adiknya di Jakarta.“Nggak perlu untuk saat ini, kamu masih ada satu PR yang harus di tuntaskan, kamu harus menolong saudara kamu, dia kakakmu!” kata Datuk Hasim Zailani dan bikin terkejut remaja ini.“Kakak…jadi aku bukan anak sulung? Dari istri papa yang mana lagi kek?” sahut Balang terkaget-kaget.Datuk Hasim Zailani tersenyum kecil melihat generasi ke 8 nya ini terkejut-kejut begitu.“Dia bukan berada di alam ini, tapi di alam lai
“Maaf..!” di saat krusial, Balang sadar dan ingat ini tak benar. Dia langsung menarik dirinya dari tubuh Mikha.Sesaat keduanya tersipu-sipu, Mikha merapikan blousenya yang anehnya sempat terbuka tanpa dia sadari."K-kamu...nakal sekali," bisik Mikha, hingga wajah Balang bak udang rebus.“Ikan hanguss…..! seru Mikha dan buru-buru mematikan kompos gas. Hingga Balang ikutan kalang kabut.Tak pernah Balang sadari, sejak tadi ada seorang kakekk-kakek yang lega melihat dia belum bablas. Kakek ini hela nafas plong, lalu secara ajaib menghilang.Kini sambil makan siang, keduanya kadang senyum-senyum sendiri dan melihat ikan nila yang tadi di goreng hangus, mereka lalu tertawa."Menu yang terunik yang aku makan, ikan nila hangus," canda Balang. Mikha pu tertawa berderai dan hilanglah kekakuan mereka.Kini keduanya kembali saling pandang dan bahasa mata sudah menjelaskan semuanya.“Mikha…aku menyukaimu, tapi ini mungkin terlalu cepat, apalagi usia kita masih sama-sama muda.”Balang mulai bersu