BERSAMBUNG
Dengan mobil carteran jenis MPV sejuta umat dari Bandara Sepinggan Balikpapan, Balang minta di antar ke Kabupaten Batupecah melewati wilayah IKN di Penajam Paser Utara dan terus jalan lagi ke arah Kabupaten Paser.Si Sopir yang bernama Kahar yang ngaku asal Sulawesi sepanjang jalan heboh cerita soal Kalimantan Timur yang kelak jadi ibukota nusantara.Balang kadang hanya menimpali sesekali, dia dengarkan saja cerita si Kahar ini, yang ngaku biarpun asal Bugis, tapi dia lahirnya di Balikpapan 25 tahunan yang lalu logat bahasanya pun masih kental dari daerah asalnya.“Ke Batupecah dalam rangka apa Om?” tanya Kahar, yang mengira Balang tak beda jauh usia dengannya dan kini duduk di sisinya. Penampilan Balang yang serius membuat wajah tampannya terlihat dewasa.“Aku…mau kunjungi saudaraku, tapi kampungnya di Saranjana Hulu,” sahut Balang kalem.“A-apa Om…Saranjana Hulu?” sahut Kahar terkaget-kaget, saat Balang sebut Saranjana Hulu.“Iya, apakah kamu tahu tempatnya?” tanya Balang sambil san
"Jangan berhenti, terus saja nyiter ke arah Manado, tetap konsentrasi,” kata si kakek ini lagi yang tak lain dan tak bukan kakek buyutnya sendiri, Datuk Hasim Zailani.“A-apakah kakek ini…ka-kek buyut, Datuk…Hasim Zailani?” tanya Balang yang aslinya masih sangat gugup.“He-he-he…rupanya ayahmu sudah cerita, benar sekali cucuku, mungkin ayahmu juga sudah berkisah, kalau kamulah dan dua saudaramu yang kelak bisa sempurnakan rohku bukan?”“I-iya kek…ta-tapi bagaimana caranya? Apakah aku harus panggil Cynthia dan Fareeha ke sini...?” sahut Balang, ingat kedua adiknya di Jakarta.“Nggak perlu untuk saat ini, kamu masih ada satu PR yang harus di tuntaskan, kamu harus menolong saudara kamu, dia kakakmu!” kata Datuk Hasim Zailani dan bikin terkejut remaja ini.“Kakak…jadi aku bukan anak sulung? Dari istri papa yang mana lagi kek?” sahut Balang terkaget-kaget.Datuk Hasim Zailani tersenyum kecil melihat generasi ke 8 nya ini terkejut-kejut begitu.“Dia bukan berada di alam ini, tapi di alam la
“Maaf..!” di saat krusial, Balang sadar dan ingat ini tak benar. Dia langsung menarik dirinya dari tubuh Mikha.Sesaat keduanya tersipu-sipu, Mikha merapikan blousenya yang anehnya sempat terbuka tanpa dia sadari."K-kamu...nakal sekali," bisik Mikha, hingga wajah Balang bak udang rebus.“Ikan hanguss…..! seru Mikha dan buru-buru mematikan kompos gas. Hingga Balang ikutan kalang kabut.Tak pernah Balang sadari, sejak tadi ada seorang kakekk-kakek yang lega melihat dia belum bablas. Kakek ini hela nafas plong, lalu secara ajaib menghilang.Kini sambil makan siang, keduanya kadang senyum-senyum sendiri dan melihat ikan nila yang tadi di goreng hangus, mereka lalu tertawa."Menu yang terunik yang aku makan, ikan nila hangus," canda Balang. Mikha pu tertawa berderai dan hilanglah kekakuan mereka.Kini keduanya kembali saling pandang dan bahasa mata sudah menjelaskan semuanya.“Mikha…aku menyukaimu, tapi ini mungkin terlalu cepat, apalagi usia kita masih sama-sama muda.”Balang mulai bers
Kadang mereka saling tatap lalu sama-sama malu-malu. Namanya sama-sama belum pernah pacaran, getar-getar asmara itu makin kuat saja.“Ihh…aku lupa, aku transfer ke kamu ya uangnya, aku masih simpan kok nomor rekening kamu,” Mikha lalu ambil ponselnya dan benar-benar transfer 650 juta, ini sekaligus hapus rasa kaku di antara mereka berdua.Tapi sampai berapa lama....??!!Tak lama ada laporan banking dan ada dana masuk 650 juta. Balang lau permisi ke kamar ibunda dan membuka brangkas, di sana tersimpan sertifikat rumahnya.Yang otomatis mulai kini pemiliknya adalah Mikha Pohang.Saat itulah Balang tertarik melihat gelang emas kecil, Balang ambil gelang itu dan membolak-balik, matanya melihat ada tulisan Balang dan remaja ini hanya hela nafas panjang dan menutup brangkas itu lagi, gelang tadi ia ambil dan simpan di kantong celananya.Mikha terlihat sedang menulis sesuatu di kwitansi yang sudah bermaterai. Ternyata si cantik ini sudah siapkan itu sebelum datang ke rumah ini.“Betah aku di
Balang kembali ke rumah, hatinya plong, satu masalah sudah beres, kini PR kedua selesaikan penjualan rumah ibu angkatnya ini.Tak perlu repot-repot, dia telpon pengusaha advertising yang dia buka di medsos, setelah memesan, tak sampai 2 jam, pesanannya datang, bahkan turut membantu memasangkan spanduk rumah di jual. Baru saja mau cari makan keluar, Balang kaget melihat ada seseorang yang masuk pagarnya, begitu dekat ia heran ada gadis muda di tangannya ada rantang makanan.“Bang Balang ini makanan,” katanya sambil sdorkan rantang makanan tersebut.“Ini siapa yaa…?” tanya Balang heran sendiri.“Aku Sofia Bang, anaknya Tante Osa,” kata gadis cantik manis ini.“Astagaa…kamu dulu Sofia yang sering aku gendong dan sering nangis kalau ku tinggalin jalan?” seru Balang hingga Sofia tertawa.“Ih Abang bikin malu saja, sekarang aku sudah kelas 9 SMP, bentar lagi lulus dan masuk SMU tauuuu…!” sahut Sofia masih tertawa.“Benar juga, kamu udah begini gede, cantik pula, yuks masuk dulu,” tawar Bal
“Heii Balang, kalau tujuan kamu hanya itu, buat apa kamu panggil kami bertiga hahhh!” hardik Borsan si anak nomor 2 dan satu-satunya laki-laki anak Andre, mendelik marah padanya.“Sabar, dengarkan Balang tuntaskan kisahnya, kalian berdua diam dulu, tak usah nyolot begitu,” tegur Notaris Kologas tegas, hingga Elisa dan Borsan kontan diam.Apalagi saat melihat mata Notaris Kologas melotot, mereka tak berani nyolot lagi.“Baiklah aku lanjutkan,” sahut Balang tetap tenang, dia tetap menatap kalem ke 3 bersaudara ini. Paham kalau Elisa dan Borsan sama seperti nenek mereka, masih marah dengan ibu angkatnya tersebut.“Bunda angkatku memang menyimpan uang mahar sebesar 50 miliaran itu dan…!”“Di mana uang itu?” sela Borsan dengan wajah berubah tak sabaran, juga Elisa. Kembali Notaris Kologas mendehem dan keduanya kini kontan diam lagi."Tenang dulu, jangan di potong kalimat Mas Balang," kembali Notaris Kologas mencela keduanya. Balang pun ambil nafas dan lanjutkan kalimatnya. “Jadi…sesuai pe