Share

Pewaris Tunggal Itu Adalah Suamiku
Pewaris Tunggal Itu Adalah Suamiku
Author: L.A. Zahra

Bab 1. Lelaki Miskin

"Ceraikan suamimu dan menikahlah dengan Sean. Dia jauh lebih baik dibanding lelaki miskin itu!" bentak Rudi yang tak lain adalah ayahnya Alana.

"Tapi aku sangat mencintai Evan, Ayah! jangan paksa aku berpisah dengannya!" Hati Alana sangat sakit mendengar ucapan tak pantas yang keluar dari mulut ayahnya sendiri.

“Apa yang bisa kamu banggakan dari suami miskin seperti dia? Hanya kerja serabutan, mana bisa mencukupi keseharian kalian!” sentak Rudi dengan penuh emosi.

Rudi datang ke rumah Alana saat sore hari, ia ingin memastikan keadaan sang anak yang katanya tidak tercukupi setelah menikah dengan Evan empat bulan yang lalu.

"Yang terpenting kan aku masih bisa hidup dengan baik, Yah," jawab Alana, “bagiku, terlepas Evan bekerja seperti apa, yang penting dia tidak melakukan pekerjaan yang bertentangan dengan hukum dan agama,” Lanjutnya.

"Ayah tak terima melihatmu bersama dengan pria miskin itu, Alana!" bentak Rudi lagi, "coba kamu bayangkan, seandainya kamu menerima saat dijodohkan dengan Sean, sudah pasti hidupmu saat ini tidak akan susah," sindir Rudi, mengungkit-ungkit lelaki yang Alana tolak.

Alana tertunduk diam dan tidak membantah, kata-kata menyakitkan seperti ini bukan hanya sekali atau dua kali ia dengar dari Rudi. Bahkan Ibu dan juga Adik laki-lakinya pun terus menerus menyudutkan Evan karena latar belakangnya yang miskin dan hanya bekerja serabutan.

Bahkan, Adik lelaki Alana yang bernama Brian pun juga sering mengatakan hal menyakitkan seperti itu. Jangankan menghargai sang Kakak ipar, adiknya Alana itu bahkan berani menghina dan merendahkan suami dari kakaknya tersebut.

"Sudahlah, lebih baik Ayah jangan mengomel terus. Evan pun tentunya tidak ingin terlahir dengan kehidupan yang sulit. Mungkin saja, memang sudah takdirku yang seperti ini, Yah," jelas Alana sembari meminta Rudi untuk duduk dengan maksud agar Ayahnya itu menjadi lebih tenang.

"Salah Ayah yang merestui hubungan kalian." Walaupun nadanya mengecil, Alana masih dapat mendengarnya dengan jelas, rasanya sangat sakit saat Rudi mengatakan telah menyesal merestui pernikahan mereka.

"Ayah! Jangan bicara seperti itu," sergah Alana. "Apa ayah rela melihatku lebih menderita Ketika tidak menikah dengan Evan?!" sambungnya.

"Ayah bisa menjodohkanmu dengan laki-laki lain yang bisa kamu cintai, Alana. Jangan berpikir bahwa kamu itu tidak memiliki apa pun, kamu itu cantik serta pandai, dan juga pantas mendapatkan yang lebih baik dari Evan!" sentak Rudi lagi.

Alana langsung bangkit berdiri, meninggalkan ruang tamu dan menuju dapur.

"Kalau Ayah masih terus ingin mengomel, lebih baik Ayah pulang, sebentar lagi Evan sampai rumah dan aku tidak ingin dia mendengar omelan Ayah."

"Alana! Sudah berani kamu, ya!" Rudi beranjak dari kursi dan langsung pergi dari rumah anak perempuannya itu.

Alana menangis dalam diam, air mata mengalir perlahan membasahi pipi, dadanya terasa sesak setiap kali mendengar sang Ayah selalu menghina suaminya.

"Aku pulang!" suara Evan terdengar dari pintu, Alana buru-buru menghapus air mata.

"Oh, kamu pulang telat hari ini," jawab Alana sembari mengusap air mata dan mencoba untuk menenangkan diri supaya tidak menangis lagi.

"Matamu sembab, kamu habis menangis?" tanya Evan.

"A-ah iya, ini aku menangis karena gagal membuat kue," jawab Alana berbohong, agar suaminya tak curiga.

"Benarkah? Tidak apa-apa, kamu bisa mencobanya lagi, jangan menyerah sebelum berhasil!” jawab Evan, mengelus lengan Alana. Hal itu membuatnya semakin merasa nyaman karena sikap lembut sang suami.

"Kamu lapar, kan? Sayang sekali, aku tidak masak apa pun hari ini.”

“Ya sudah, kita beli saja. Di depan gang sana, aku lihat tadi ada tukang sate, kamu mau?”

“Mau!” jawab Alana dengan semringah.

Setidaknya, kedatangan Evan dapat membuatnya melupakan sejenak omongan Rudi tadi.

Alana pun bergegas untuk mandi, ia sekilas melihat Evan sedang menghubungi seseorang di depan rumah, hal itu membuat Alana berpikir jika atasan suaminya mungkin sedang mengomel lagi, karena pendapatan dari toko hari ini yang sepertinya tak mencapai target.

Alana merasa kasihan pada Evan, karena harus mati-matian bekerja keras demi dirinya. Terbesit niat untuk bekerja supaya bisa membantu suaminya. Karena itulah, Alana memutuskan untuk mencari kerja esok hari.

Sedangkan di depan rumah, Evan tampak masih asyik berbincang di telepon selagi menunggu Alana selesai mandi.

“Pak, Anda harus segera muncul di rapat penting perusahaan kali ini, karena, para investor ingin Anda sendiri yang mengurus persoalan ini," ujar Danu, yang merupakan asisten pribadi Evan. Selama ini dialah yang telah membantu untuk menyembunyikan identitas Evan yang sebenarnya kepada Alana dan keluarga.

“Suruh mereka untuk datang lagi, besok pukul 09.00,” jawab Evan.

“Baik Pak, apakah besok, Anda ingin saya jemput?” tanya Danu dengan hati-hati.

“Tidak usah, aku akan berangkat ke kantor sendiri.”

Setelah Evan menutup telepon, Alana memanggil untuk menyuruhnya membersihkan diri.

“Kamu cantik sekali, sayang," puji Evan pada Alana yang memang bukan hanya parasnya saja yang cantik, tetapi hatinya pun cantik.

“Tidak usah menggombal, lebih baik sekarang kamu membersihkan diri, lalu kita berangkat makan.”

“Baik, Ibu Ratu!” ledek Evan.

Setelah selesai mandi, Evan pun segera bersiap.

“Maaf, ya. Aku hanya bisa mengajakmu membeli sate, itu pun di pinggir jalan. Lain kali, aku berjanji akan membawamu makan ke restoran mahal dan enak!” sungguh Evan merasa kasihan pada Alana gara-gara harus merasakan hidup sulit karena kebohongan yang dilakukannya.

“Iya, iya, aku tak masalah meski kita harus membeli makanan di pinggir jalan. Justru aku yang harus minta maaf, karena belum bisa menjadi istri yang bisa kamu banggakan. Bahkan, aku sama sekali tak bisa membantu perekonomian kita," ucap Alana dengan raut kesedihan yang tersirat dari wajah cantiknya.

“Tidak, kamu sudah menjadi kebanggaanku lebih dari apa pun yang kamu ketahui. Terima kasih karena sudah menerimaku menjadi suamimu, Alana," ucap Evan begitu tulus. Ia bahkan rela menjadi miskin asalkan bisa menikah dengan wanita pujaannya itu.

Kemudian Alana berjalan maju ke arah Evan, dan memeluknya dengan erat.

Ketika Evan sedang merasakan kehangatan pelukan sang istri, tiba-tiba terdengar suara seseorang mengetuk pintu. Alana yang terkejut pun kemudian melepaskan pelukan dan bergegas membukakan pintu.

“Maaf, Anda siapa?” tanya Alana, heran.

“Mana suamimu? Suruh dia keluar dan temui ayahnya!”

Comments (2)
goodnovel comment avatar
L.A. Zahra
coba lagi aja, kak. mngkin jaringannya lagi kurang bagus.
goodnovel comment avatar
Mamarani
kok nggak bisa di buka bab selanjutnya
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status