Share

Bab 3

Penulis: Adinda Shafa
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-23 01:26:49

Malam telah larut ketika Azlan tiba di sebuah kota kecil di perbatasan. Langit kelam bertabur bintang, tapi suasana kota tetap hidup dengan deretan kedai yang masih buka dan orang-orang yang berkumpul di pinggir jalan. Ia menyesuaikan kerudung tipis yang menutupi sebagian wajahnya, menyembunyikan identitasnya dari mata yang mungkin mengenalinya.

Setelah bertahun-tahun berada di tempat pelatihan, dunia luar terasa asing. Suasana bising pasar malam, bau makanan yang menggoda, dan obrolan orang-orang membentuk dunia yang berbeda dari tempatnya berasal.

Azlan melangkah menyusuri jalanan berbatu, matanya menelusuri setiap sudut. Ia membutuhkan tempat untuk menginap, tetapi ia juga ingin mencari tahu informasi tentang dunia luar. Dari semua yang diberikan para seniornya, satu hal yang belum ia miliki adalah pemahaman tentang dunia yang kini harus ia masuki.

Saat ia berjalan, suara gaduh menarik perhatiannya. Kerumunan orang berkumpul di depan sebuah rumah besar bercat putih.

"Kabarnya Tuan Besar Kamil sudah sekarat!" seseorang berbisik di tengah kerumunan.

Azlan berhenti, berpura-pura tertarik seperti yang lainnya.

"Dokter terbaik sudah didatangkan, tapi katanya penyakitnya tidak bisa disembuhkan…" ujar seorang wanita tua kepada temannya.

Azlan merasakan sesuatu dalam dirinya. Tangan kanannya terangkat secara refleks, mengingat ramuan yang diberikan Kirana. Ia tidak tahu siapa Kamil, tetapi jika benar ia hampir sekarat, mungkin…

Tidak, ini bukan urusanku.

Azlan menegaskan dalam hati. Ia tidak boleh menarik perhatian. Jika seseorang tahu bahwa ia bisa menyembuhkan penyakit yang bahkan dokter terbaik pun menyerah, itu bisa membuka jati dirinya.

Namun, sebelum ia berbalik pergi, seorang pria berseragam penjaga muncul dari rumah besar itu, wajahnya penuh keringat dan kepanikan. "Ada yang bisa menyembuhkan Tuan Besar? Kami akan membayar berapa pun!"

Keheningan melanda kerumunan. Beberapa orang berbisik, tetapi tak satu pun maju.

Azlan menggenggam botol kecil di sakunya, berdebat dengan dirinya sendiri. Jika ia menggunakan ramuan Kirana, ia bisa menyelamatkan pria itu. Tapi… bagaimana jika itu membuatnya diperhatikan? Bagaimana jika itu menarik masalah?

Namun, pada akhirnya, sisi seorang penyembuh dalam dirinya lebih kuat. Ia melangkah maju.

"Aku bisa mencoba," katanya dengan suara tenang.

Mata semua orang tertuju padanya. Penjaga itu mendekatinya dengan ekspresi penuh harap. "Benarkah? Cepat masuk!"

Azlan mengikuti pria itu melewati gerbang besar menuju rumah megah. Saat ia masuk ke dalam kamar utama, aroma obat dan dupa menyeruak di udara. Di atas ranjang, seorang pria tua dengan wajah pucat terbaring, napasnya tersengal-sengal. Beberapa dokter berdiri di sekelilingnya, ekspresi mereka penuh keputusasaan.

"Kalian masih mau menambah harapan palsu?" salah satu dokter mendengus saat melihat Azlan. "Kami sudah mencoba segala cara! Penyakit ini terlalu parah!"

Azlan mengabaikan mereka dan mendekati ranjang. Ia meneliti wajah pria itu, memperhatikan pola napasnya, warna kulitnya, serta denyut nadinya. Dalam hitungan detik, ia tahu apa yang harus dilakukan.

Dengan tenang, ia mengeluarkan botol kecil berisi cairan biru kristal dan meneteskan beberapa tetes ke bibir pria tua itu.

Detik-detik berlalu.

Para dokter tertawa sinis, sementara anggota keluarga pria itu menatap dengan harapan tipis.

Tiba-tiba, tubuh pria itu mulai rileks. Napasnya, yang tadinya terputus-putus, mulai stabil. Warna kulitnya perlahan kembali normal. Dan dalam hitungan menit—ia membuka matanya.

"Tuan Besar sadar!" teriak seseorang.

Ruangan mendadak riuh. Beberapa pelayan berlari keluar untuk memberitahu yang lain, sementara keluarga pria itu menangis haru.

Azlan merasa lega, tetapi saat ia hendak berbicara, seorang dokter dengan cepat mendekat. "Lihat! Aku sudah bilang bahwa ia akan sadar setelah pengobatan terakhirku!"

Azlan terkejut.

Dokter itu tersenyum penuh kemenangan. "Tuan Besar hanya butuh waktu untuk pulih. Kalian lihat? Aku sudah memperhitungkannya dengan benar."

Para keluarga Kamil langsung menghampiri dokter itu dengan ucapan terima kasih, beberapa bahkan berlutut untuk menunjukkan rasa hormat.

Sementara itu, Azlan hanya berdiri diam.

Ia tidak mencari pengakuan. Tetapi melihat seseorang mengklaim usahanya membuat dadanya terasa sesak.

Namun, ia menahan diri.

Ia tidak boleh menarik perhatian.

"Dokter, kau luar biasa!" seru seseorang.

"Bagaimana kau bisa tahu bahwa dia akan sadar hari ini?"

Dokter itu tertawa. "Ilmu medis dan pengalaman."

Azlan menutup matanya sejenak, lalu berbalik pergi tanpa sepatah kata pun.

Tak ada yang menyadari. Tak ada yang peduli.

Namun, saat ia melewati pintu, seseorang menarik lengannya.

Ia menoleh dan melihat seorang wanita muda—mungkin anak dari Kamil—menatapnya dengan mata penuh tanya.

"Kau yang menyembuhkan Ayah, bukan?"

Azlan terdiam.

Wanita itu menggenggam lengan bajunya lebih erat. "Aku melihatmu memberikan sesuatu tadi…"

Sekali lagi, Azlan berada di persimpangan.

Haruskah ia mengaku? Atau tetap bersembunyi dalam bayangan?

Tanpa menjawab, ia perlahan melepaskan genggaman wanita itu dan berjalan pergi.

Namun, jauh di dalam hatinya, ia tahu—ini bukan yang terakhir kalinya ia mengalami hal seperti ini.

Dan ini baru permulaan.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Pewaris Yang Tersembunyi   Bab 36

    Azlan menatap sosok pria berjubah hitam yang kini berdiri tegak dengan ekspresi datar. Meskipun pertempuran sudah berhenti, udara masih terasa tegang, seolah-olah hanya butuh satu percikan kecil untuk kembali meledakkan situasi.Reina dan Kirana tetap di tempat mereka, tidak ingin mengganggu percakapan antara Guru dan pria misterius itu.Azlan menarik napas dalam, mencoba meredakan detak jantungnya yang masih berpacu akibat pertarungan tadi."Aku tidak paham," akhirnya Azlan berkata. "Siapa sebenarnya dia? Dan apa maksudnya tentang gerbang terakhir?"Guru tidak segera menjawab. Ia menatap pria berjubah hitam itu dengan pandangan penuh pertimbangan."Aku adalah penjaga gerbang," pria itu akhirnya berbicara, suaranya masih memiliki gema aneh seperti sebelumnya. "Tugas utamaku bukan untuk melawanmu, Azlan, melainkan memastikan bahwa hanya orang yang layak yang bisa melewati tahap ini."Azlan mengerutkan kening. "Tahap?""Benar," pria itu mengangguk. "Kau mungkin belum sadar sepenuhnya, t

  • Pewaris Yang Tersembunyi   Bab 35

    Suara langkah kaki itu terdengar begitu berat, bergema di sepanjang lorong gelap yang kini mulai dipenuhi retakan dan debu beterbangan. Azlan menegakkan tubuhnya, tatapannya tajam mengarah ke sosok yang kini muncul dari kegelapan.Reina dan Kirana menahan napas. Bahkan sosok berjubah putih yang selama ini terlihat tenang, kini menggenggam tongkatnya lebih erat.Dari balik bayangan yang semakin pekat, sesosok pria muncul. Tubuhnya tinggi, balutan jubah hitam berkibar pelan mengikuti hembusan angin yang tiba-tiba bertiup dari arah lorong. Wajahnya setengah tertutup tudung, namun sorot matanya tajam seperti pisau.Namun yang paling mengerikan bukanlah penampilannya.Tetapi auranya.Gelombang energi hitam menyelimuti tubuhnya, menekan udara sekitarnya seperti pusaran badai yang siap menelan segalanya.Azlan menghela napas. Entah kenapa, ia merasa pria ini bukan orang biasa.“Jadi, kau akhirnya menyadari siapa dirimu?” suara pria itu terdengar dalam dan menggema, seolah berasal dari dua ar

  • Pewaris Yang Tersembunyi   Bab 34

    Azlan berdiri diam di depan patung besar yang menyerupai ayahnya. Matanya menelusuri setiap ukiran pada patung itu, mencoba memahami pesan yang tersirat. Sosok berjubah putih di sampingnya menatapnya dengan tenang."Jawabannya tidak ada di tempat ini… tetapi di dalam dirimu sendiri."Kata-kata itu masih menggema di benaknya. Apa maksudnya? Bagaimana mungkin kunci terakhir untuk menjaga segel itu ada dalam dirinya?Reina melangkah maju, menyentuh bahu Azlan. “Apa yang harus kita lakukan sekarang?”Azlan menghela napas panjang. “Aku tidak tahu. Tapi jika kata-kata orang ini benar, maka aku harus mencari tahu lebih dalam tentang kekuatanku.”Kirana yang sejak tadi diam, tiba-tiba bersuara. “Mungkin kita harus melihat lebih dalam ke dalam ingatanmu. Ada teknik yang diajarkan guruku… sebuah cara untuk membuka ingatan tersembunyi.”Sosok berjubah putih itu menoleh ke Kirana, matanya berbinar seolah menyetujui. “Itu bisa berhasil. Tetapi metode itu berisiko. Jika kau tidak cukup kuat, kau bi

  • Pewaris Yang Tersembunyi   Bab 33

    Tangga batu yang mereka turuni semakin menyesakkan udara di sekitar. Dindingnya dipenuhi ukiran kuno yang tampak bercerita, seakan menyimpan rahasia yang telah terkubur selama berabad-abad.Azlan melangkah lebih dulu, diikuti Kirana dan Reina yang tetap waspada. Cahaya obor yang mereka bawa hanya mampu menerangi beberapa meter ke depan, sementara sisanya tertelan dalam kegelapan yang pekat.“Tempat ini… seperti makam,” gumam Reina sambil menyentuh salah satu ukiran di dinding.Kirana mengangguk. “Tapi ini bukan makam biasa. Lihat simbol-simbolnya, ini mirip dengan yang ada di kitab kuno yang pernah diajarkan guru.”Azlan memperhatikan dengan saksama. Simbol yang terukir bukan hanya sekadar hiasan, tetapi juga tulisan kuno yang tampaknya menjadi bagian dari mantra perlindungan.“Aku merasa seperti sedang diawasi,” bisik Kirana.Azlan tidak menjawab, tetapi ia juga merasakan hal yang sama.Mereka terus berjalan hingga akhirnya tiba di sebuah ruangan besar. Atapnya tinggi dengan pilar-pi

  • Pewaris Yang Tersembunyi   Bab 32

    Angin malam berhembus dingin di desa tersembunyi itu. Azlan masih duduk diam di dalam rumah lelaki tua yang baru saja mengungkapkan sebagian kebenaran tentang garis keturunannya.Kirana dan Reina duduk tak jauh darinya, sama-sama mencerna informasi yang baru mereka dapatkan."Kau baik-baik saja?" tanya Reina akhirnya, memecah keheningan.Azlan mengangkat kepalanya. "Aku hanya... merasa ada sesuatu yang belum terungkap sepenuhnya."Lelaki tua itu mengangguk. "Kau benar. Apa yang kukatakan barusan hanyalah permulaan. Jika kau ingin mengetahui seluruh kebenaran, kau harus mencarinya sendiri."Azlan menghela napas. "Dan aku yakin perjalanan itu tidak akan mudah."Lelaki tua itu tersenyum samar. "Tidak ada perjalanan menuju kebenaran yang mudah, Azlan. Tapi kau tidak akan berjalan sendirian."Azlan melirik Kirana dan Reina. Mereka berdua mengangguk mantap."Aku sudah ikut sejauh ini, aku tidak akan berhenti sekarang," kata Kirana.Reina menambahkan, "Lagipula, perjalanan ini juga berhubung

  • Pewaris Yang Tersembunyi   Bab 31

    Azlan menarik napas panjang, menatap jasad lelaki yang baru saja dihabisi oleh musuh yang tak terlihat. Ini bukan pertama kalinya seseorang mencoba membungkam orang yang bisa memberinya informasi. Tetapi satu hal yang pasti—ada sesuatu yang lebih besar dari sekadar perburuan terhadapnya.Ia merasakan Kirana dan Reina mendekat, wajah mereka masih tegang setelah pertempuran singkat tadi."Kita tidak bisa tinggal di sini lebih lama," kata Reina. "Mereka sudah tahu lokasi kita."Azlan mengangguk. "Kita berangkat sekarang."Tanpa membuang waktu, mereka segera meninggalkan tempat itu.Di perjalananAzlan, Kirana, dan Reina melangkah cepat menyusuri hutan lebat yang diterangi cahaya bulan. Mereka berjalan dalam diam, masing-masing tenggelam dalam pikiran mereka sendiri."Azlan," kata Kirana tiba-tiba.Azlan menoleh."Kau sadar, kan? Mereka menyebutmu pewaris sesuatu yang tidak seharusnya ada," lanjutnya. "Apa menurutmu ini ada hubungannya dengan masa lalumu?"Azlan terdiam sejenak. "Mungkin.

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status