Share

Bab 6

Author: Adinda Shafa
last update Last Updated: 2025-01-26 00:09:14

Azlan melangkah pelan di antara lorong-lorong sempit yang hanya diterangi lampu-lampu redup dari jendela rumah-rumah tua di sekitarnya. Malam itu dingin, tetapi pikirannya jauh lebih dingin.

Map berisi informasi dari Ziyad masih tersimpan rapat di dalam jaketnya. Semakin ia membaca catatan itu, semakin ia menyadari bahwa warisan yang ia cari bukan hanya soal harta atau kekuasaan. Ada sesuatu yang lebih besar, lebih dalam, dan lebih berbahaya daripada yang ia duga.

Tiba-tiba, langkahnya terhenti. Ia merasakan sesuatu—bukan suara, bukan bayangan, tetapi instingnya mengatakan ada yang mengawasinya. Ia melirik sekilas ke arah bayangan di ujung gang, kemudian berpura-pura tidak peduli.

Tanpa memperlambat langkahnya, ia memasuki salah satu kedai teh kecil di sudut kota. Kedai itu sepi, hanya ada seorang pria tua yang duduk di belakang meja, mengamati Azlan dengan tatapan tajam.

"Aku ingin teh jahe," kata Azlan singkat, lalu duduk di sudut ruangan dengan punggung menghadap dinding.

Pria tua itu hanya mengangguk, lalu bergerak ke belakang tanpa berkata apa pun.

Azlan menghela napas pelan. Jika dugaannya benar, orang yang mengawasinya akan masuk dalam hitungan detik.

Dan benar saja.

Pintu kedai terbuka, dan seorang pria bertubuh besar masuk dengan langkah berat. Wajahnya kasar, penuh bekas luka, dan matanya tajam seperti pisau. Ia melihat sekeliling, lalu berjalan ke arah meja Azlan.

"Kau Azlan?" suaranya rendah dan dalam.

Azlan tidak segera menjawab. Ia hanya menatap pria itu beberapa detik sebelum akhirnya mengangguk.

Pria itu duduk di seberangnya, menatap lurus tanpa basa-basi. "Ada yang ingin bertemu denganmu."

Azlan mengangkat alis. "Siapa?"

Pria itu tidak langsung menjawab. Ia merogoh sakunya dan mengeluarkan sebuah koin emas, lalu meletakkannya di atas meja. Koin itu bukan koin biasa. Ada lambang ukiran naga di salah satu sisinya—lambang yang sama dengan cincin yang diberikan Reina.

Azlan menatap koin itu sejenak, lalu mendongak kembali ke pria itu.

"Apa kau diutus oleh seseorang dari kelompok itu?" tanyanya.

Pria itu menyeringai. "Kau bisa menganggapnya begitu."

Azlan tidak menjawab, tetapi di dalam pikirannya, ia mulai menimbang kemungkinan. Jika seseorang dari kelompok elit ini ingin bertemu dengannya, berarti warisan yang ia cari benar-benar memiliki nilai lebih dari yang ia bayangkan.

Pria itu menyandarkan tubuhnya ke kursi, menyilangkan lengannya. "Aku tidak akan memaksamu datang. Tapi jika kau ingin tahu lebih jauh tentang apa yang sedang kau cari, maka kau harus ikut denganku sekarang."

Azlan berpikir sejenak. Jika ini jebakan, maka ia harus siap menghadapi segala kemungkinan. Namun, jika ini benar-benar petunjuk yang bisa membawanya lebih dekat ke warisan yang tersembunyi, ia tidak bisa menyia-nyiakannya.

Akhirnya, ia berdiri. "Baik. Tunjukkan jalannya."

Pria itu menyeringai lagi, lalu bangkit dari kursinya. Ia berjalan keluar dari kedai, dan Azlan mengikutinya tanpa suara.

Mereka berjalan melalui gang-gang gelap, hingga akhirnya tiba di sebuah bangunan tua yang tampak tidak terawat. Pria itu mengetuk pintu besi dengan pola tertentu, dan dalam beberapa detik, pintu itu terbuka sedikit.

Mereka masuk.

Di dalam, ruangan itu jauh lebih mewah dari yang terlihat dari luar. Lampu kristal tergantung di langit-langit, dan dindingnya dihiasi dengan lukisan-lukisan tua. Beberapa orang duduk di meja panjang, mengenakan jas hitam dengan ekspresi serius.

Azlan langsung mengenali sosok yang duduk di ujung meja. Seorang pria paruh baya dengan rambut putih keperakan dan sorot mata tajam seperti elang.

"Aku sudah menunggu," kata pria itu, suaranya dalam dan penuh wibawa.

Azlan tetap berdiri tegap, tidak menunjukkan ekspresi berlebihan. "Siapa kau?"

Pria itu tersenyum tipis. "Namaku Khalid. Aku salah satu dari sedikit orang yang tahu tentang warisan yang sedang kau cari."

Azlan memperhatikan pria itu. Cara bicaranya, sikapnya—semuanya menunjukkan bahwa ia bukan orang biasa.

Khalid melanjutkan, "Warisan yang kau cari bukan hanya harta atau kekuasaan. Itu adalah sesuatu yang lebih besar, sesuatu yang bisa mengubah keseimbangan dunia bawah tanah ini."

Azlan tetap diam, menunggu lebih banyak informasi.

Khalid menyandarkan tubuhnya ke kursi. "Ada dua pihak yang sedang mencari warisan itu. Satu pihak ingin menyimpannya, pihak lain ingin menghancurkannya."

Azlan menyipitkan mata. "Dan kau di pihak yang mana?"

Khalid tersenyum. "Aku hanya di pihak yang menginginkan keseimbangan."

Azlan tahu pria ini tidak akan mengungkapkan segalanya dalam sekali pertemuan. Ia harus berhati-hati.

"Apa yang kau inginkan dariku?" tanya Azlan.

Khalid menatapnya tajam. "Aku ingin tahu apakah kau layak menjadi bagian dari permainan ini."

Azlan merasakan udara di ruangan itu menjadi lebih berat. Ia tahu bahwa setelah malam ini, tidak akan ada jalan kembali.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pewaris Yang Tersembunyi   Bab 36

    Azlan menatap sosok pria berjubah hitam yang kini berdiri tegak dengan ekspresi datar. Meskipun pertempuran sudah berhenti, udara masih terasa tegang, seolah-olah hanya butuh satu percikan kecil untuk kembali meledakkan situasi.Reina dan Kirana tetap di tempat mereka, tidak ingin mengganggu percakapan antara Guru dan pria misterius itu.Azlan menarik napas dalam, mencoba meredakan detak jantungnya yang masih berpacu akibat pertarungan tadi."Aku tidak paham," akhirnya Azlan berkata. "Siapa sebenarnya dia? Dan apa maksudnya tentang gerbang terakhir?"Guru tidak segera menjawab. Ia menatap pria berjubah hitam itu dengan pandangan penuh pertimbangan."Aku adalah penjaga gerbang," pria itu akhirnya berbicara, suaranya masih memiliki gema aneh seperti sebelumnya. "Tugas utamaku bukan untuk melawanmu, Azlan, melainkan memastikan bahwa hanya orang yang layak yang bisa melewati tahap ini."Azlan mengerutkan kening. "Tahap?""Benar," pria itu mengangguk. "Kau mungkin belum sadar sepenuhnya, t

  • Pewaris Yang Tersembunyi   Bab 35

    Suara langkah kaki itu terdengar begitu berat, bergema di sepanjang lorong gelap yang kini mulai dipenuhi retakan dan debu beterbangan. Azlan menegakkan tubuhnya, tatapannya tajam mengarah ke sosok yang kini muncul dari kegelapan.Reina dan Kirana menahan napas. Bahkan sosok berjubah putih yang selama ini terlihat tenang, kini menggenggam tongkatnya lebih erat.Dari balik bayangan yang semakin pekat, sesosok pria muncul. Tubuhnya tinggi, balutan jubah hitam berkibar pelan mengikuti hembusan angin yang tiba-tiba bertiup dari arah lorong. Wajahnya setengah tertutup tudung, namun sorot matanya tajam seperti pisau.Namun yang paling mengerikan bukanlah penampilannya.Tetapi auranya.Gelombang energi hitam menyelimuti tubuhnya, menekan udara sekitarnya seperti pusaran badai yang siap menelan segalanya.Azlan menghela napas. Entah kenapa, ia merasa pria ini bukan orang biasa.“Jadi, kau akhirnya menyadari siapa dirimu?” suara pria itu terdengar dalam dan menggema, seolah berasal dari dua ar

  • Pewaris Yang Tersembunyi   Bab 34

    Azlan berdiri diam di depan patung besar yang menyerupai ayahnya. Matanya menelusuri setiap ukiran pada patung itu, mencoba memahami pesan yang tersirat. Sosok berjubah putih di sampingnya menatapnya dengan tenang."Jawabannya tidak ada di tempat ini… tetapi di dalam dirimu sendiri."Kata-kata itu masih menggema di benaknya. Apa maksudnya? Bagaimana mungkin kunci terakhir untuk menjaga segel itu ada dalam dirinya?Reina melangkah maju, menyentuh bahu Azlan. “Apa yang harus kita lakukan sekarang?”Azlan menghela napas panjang. “Aku tidak tahu. Tapi jika kata-kata orang ini benar, maka aku harus mencari tahu lebih dalam tentang kekuatanku.”Kirana yang sejak tadi diam, tiba-tiba bersuara. “Mungkin kita harus melihat lebih dalam ke dalam ingatanmu. Ada teknik yang diajarkan guruku… sebuah cara untuk membuka ingatan tersembunyi.”Sosok berjubah putih itu menoleh ke Kirana, matanya berbinar seolah menyetujui. “Itu bisa berhasil. Tetapi metode itu berisiko. Jika kau tidak cukup kuat, kau bi

  • Pewaris Yang Tersembunyi   Bab 33

    Tangga batu yang mereka turuni semakin menyesakkan udara di sekitar. Dindingnya dipenuhi ukiran kuno yang tampak bercerita, seakan menyimpan rahasia yang telah terkubur selama berabad-abad.Azlan melangkah lebih dulu, diikuti Kirana dan Reina yang tetap waspada. Cahaya obor yang mereka bawa hanya mampu menerangi beberapa meter ke depan, sementara sisanya tertelan dalam kegelapan yang pekat.“Tempat ini… seperti makam,” gumam Reina sambil menyentuh salah satu ukiran di dinding.Kirana mengangguk. “Tapi ini bukan makam biasa. Lihat simbol-simbolnya, ini mirip dengan yang ada di kitab kuno yang pernah diajarkan guru.”Azlan memperhatikan dengan saksama. Simbol yang terukir bukan hanya sekadar hiasan, tetapi juga tulisan kuno yang tampaknya menjadi bagian dari mantra perlindungan.“Aku merasa seperti sedang diawasi,” bisik Kirana.Azlan tidak menjawab, tetapi ia juga merasakan hal yang sama.Mereka terus berjalan hingga akhirnya tiba di sebuah ruangan besar. Atapnya tinggi dengan pilar-pi

  • Pewaris Yang Tersembunyi   Bab 32

    Angin malam berhembus dingin di desa tersembunyi itu. Azlan masih duduk diam di dalam rumah lelaki tua yang baru saja mengungkapkan sebagian kebenaran tentang garis keturunannya.Kirana dan Reina duduk tak jauh darinya, sama-sama mencerna informasi yang baru mereka dapatkan."Kau baik-baik saja?" tanya Reina akhirnya, memecah keheningan.Azlan mengangkat kepalanya. "Aku hanya... merasa ada sesuatu yang belum terungkap sepenuhnya."Lelaki tua itu mengangguk. "Kau benar. Apa yang kukatakan barusan hanyalah permulaan. Jika kau ingin mengetahui seluruh kebenaran, kau harus mencarinya sendiri."Azlan menghela napas. "Dan aku yakin perjalanan itu tidak akan mudah."Lelaki tua itu tersenyum samar. "Tidak ada perjalanan menuju kebenaran yang mudah, Azlan. Tapi kau tidak akan berjalan sendirian."Azlan melirik Kirana dan Reina. Mereka berdua mengangguk mantap."Aku sudah ikut sejauh ini, aku tidak akan berhenti sekarang," kata Kirana.Reina menambahkan, "Lagipula, perjalanan ini juga berhubung

  • Pewaris Yang Tersembunyi   Bab 31

    Azlan menarik napas panjang, menatap jasad lelaki yang baru saja dihabisi oleh musuh yang tak terlihat. Ini bukan pertama kalinya seseorang mencoba membungkam orang yang bisa memberinya informasi. Tetapi satu hal yang pasti—ada sesuatu yang lebih besar dari sekadar perburuan terhadapnya.Ia merasakan Kirana dan Reina mendekat, wajah mereka masih tegang setelah pertempuran singkat tadi."Kita tidak bisa tinggal di sini lebih lama," kata Reina. "Mereka sudah tahu lokasi kita."Azlan mengangguk. "Kita berangkat sekarang."Tanpa membuang waktu, mereka segera meninggalkan tempat itu.Di perjalananAzlan, Kirana, dan Reina melangkah cepat menyusuri hutan lebat yang diterangi cahaya bulan. Mereka berjalan dalam diam, masing-masing tenggelam dalam pikiran mereka sendiri."Azlan," kata Kirana tiba-tiba.Azlan menoleh."Kau sadar, kan? Mereka menyebutmu pewaris sesuatu yang tidak seharusnya ada," lanjutnya. "Apa menurutmu ini ada hubungannya dengan masa lalumu?"Azlan terdiam sejenak. "Mungkin.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status