Rose pulang dengan perasaan tenang, dia sama sekali tidak menyadari kelicikan Kayla. Agaknya, wanita itu juga mahir bersandiwara. Sebut saja licik. "Darimana Ros?" tanya Davin yang sudah lebih dulu tiba di rumah."Aku pingin jalan-jalan sebentar," jawab Rose dengan sumringah."Kamu nggak tahu kalau kakimu nggak boleh banyak gerak dulu.?""Cuma sebentar, lagian bentar lagi aku balik ke London," kata Rose."Tapi kamu bisa ngomong dulu sama aku, aku bakal nganterin kamu. Kemana aja kamu mau." Davin yang langsung pulang setelah meeting karena mengkhawatirkan Rose yang di rumah sendiri justru terkejut begitu melihat wanita itu tidak ada di kamarnya. Davin berusaha menghubungi ponselnya, namun tidak ada jawaban. Dan sekarang, Rose justru berdiri dengan perasaaan tidak bersalahnya."Iya udah, maaf ya. Lain kali aku ngomong sama kamu kalau aku mau pergi-pergi," sesal Rose."Sudahlah, sini biar aku kompres kakimu!" perintah DavinDavin menuntun Rose yang sedikit pincang menuju sofa tengah, me
"ROS, dengerin mama dulu!"Seorang wanita berparas ayu dengan rambut panjang langsung berdiri, menolak penjelasan apapun yang diberikan Rika selaku ibunya."Nggak bisa Ma! Aku harus nikah sama Davin. Mama tahu sendiri, dari dulu aku cuma cinta sama dia. Terus, tiba-tiba dia mau batalin perjodohan gitu aja. NGGAK BISA." tekan Rose.Elza Rose Maharani, sejak kecil ia hanya memiliki cita-cita menikah dengan Davin. Disaat teman-temannya bercita-cita menjadi seorang guru, dokter atau polisi. Rose dengan lantang mengatakan "Istri Davin" meskipun dia belum tahu apa makna istri sebenarnya, meskipun dia menjadi bahan tertawaan seluruh teman kelasnya. Rose tidak peduli."Ma, dulu aku setuju ikut mama dan papa pindah ke London karena Davin sendiri yang janji bakal nikahin aku," jelas Rose.Ya, berpegang pada janji masa kecil, Rose yang menetap di London tanpa menginjakkan kakinya di Indonesia itu terus memupuk perasaannya pada Davin kendati ia tidak pernah menemui pria itu.Naif memang atau sebu
"Aku nggak mau nikah sama Rose, Mi."Dafin Rafael Daman, pria bertubuh tinggi yang mencapai 172 cm itu dengan tegas mengungkapkan ketidaksetujuannya atas rencana pernikahan yang dirundingkan bersama seseorang yang dia yakini sebagai orang tua Rose. Bagi Davin, antara dirinya dan Rose tidak memiliki hubungan apapun selain teman kecil yang terpisah belasan tahun yang lalu. Bagaimana bisa dia mencintai seorang wanita yang tidak pernah dia lihat sebelumnya. TIDAK MUNGKIN.Hal itulah yang sedang ia ributkan bersama Dina, ibunya, di pagi hari seperti ini."Jaga ucapanmu Dav! Tante Rika bisa denger omongan kamu," kata Dina setelah mematikan ponselnya. Bahkan, dia tidak berani mengangkat ponselnya yang terus berdering karena ulah putranya."Itu bagus, Mi. Mami yang maksa aku buat nikahi Rose, sementara aku nggak cinta sama dia," tekan Davin. "Pokoknya aku nggak bisa menikahi Rose, aku udah punya pacar Mi. Dan aku mau nikah sama pacarku, bukan Rose.""DAVIN!" teriakan Bagas menggema mengisi ru
FlashbackRose sedang berjalan bersama Siska, sahabat kuliahnya yang juga sama-sama dari Indonesia. Mereka bersahabat sejak masa orientasi mahasiswa hingga saat ini.Rose menemani Siska yang tiba-tiba ingin berlibur ke Belgia, mengusir penat katanya.Sementara disisi lain, ada juga Davin yang sedang menemani Alan, sahabat kuliahnya yang berlibur ke Belgia.Rose memeriksa ponselnya ketika mendengar benda pipih buatan oppa-oppa korea itu berdering. Sebuah panggilan dari Alex, salah satu sahabatnya yang sebenarnya sedang dia abaikan. Namun, Rose mengenal Alex, pria itu akan terus menerornya jika ia tidak mengangkat telepon itu."Sis, aku angkat telpon dulu," pamit Rose pada Siska."Okay, aku tunggu di toko ujung jalan ya.""Siap."Rose menjauh dari Siska. Bukan apa, sahabatnya itu sering menjodoh-jodohkan dirinya dengan Alex. Dan Rose tidak menyukainya. Ketika Rose menggeser tombol hijau di layarnya, menempelkannya di telinganya, tiba-tiba ponsel itu jatuh karena tabrakan yang terjadi.D
"Cari tahu informasi apapun mengenai Davin,” perintah Rose pada orang suruhannya.Rose yang sudah bangun sejak tadi tidak sengaja mendengar pembicaraan Bagas dan Davin di ruang keluarga. Rose terkejut dan juga marah disaat bersamaan. Terkejut karena ternyata dia sudah pernah bertemu Davin sebelumnya. Marah karena ternyata apa yang dikatakan ibunya mengenai Davin benar. Pria itu tidak ingin menikah dengannya karena telah memiliki kekasih. Tega sekali Davin melakukannya, sementara ia terus menunggu kedatangannya. Setidaknya, jika memang Davin tidak mau menikah dengannya. Dia bisa mendatangi Rose sejak dulu sehingga dia tidak berharap dan memupuk perasaannya sendiri. Rose tidak terima."Kayla?" bisik Rose. "Aku harus mencaritahu mengenai wanita itu."Rose menatap beberapa foto Davin di atas meja panjang. Foto ketika pria itu masih mengenakan seragam SMP hingga sekarang. Rose berjalan mendekat, ia sedikit tersenyum melihat perubahan Davin dari waktu ke waktu. Rose menyadari sesuatu ketika
"Ros, aku angkat telpon sebentar," kata Davin sebelum meninggalkannya. Rose mengangguk meskipun terlihat marah. Dia yakin itu adalah telpon dari Kayla. Ia semakin penasaran pada gadis itu. Rose menatap Davin yang menjauh darinya. Kesal diabaikan, Rose memutuskan untuk berjalan sendiri tanpa Davin. Ia menyusuri bangunan museum kemudian keluar. Sementara disisi lain, Davin yang baru selesai dengan obrolannya bersama Kayla kebingungan begitu melihat Rose yang tidak ada di tempat semula. Matanya menatap kesana-kemari, namun tidak juga menemukannya. "Ya ampun, pergi kemana tuh anak," bisik Davin. Davin yang tidak melihat batang hidung Rose langsung menghubungi wanita itu. Nahasnya, ponsel Rose ada padanya. Tadi Rose sempat menitipkan barangnya ketika pergi ke toilet. Davin memutuskan keluar gedung untuk mencari keberadaan Rose. Tidak sengaja matanya melihat sekelebat bayangan Rose berjalan menuju halte. Davin yang tidak sabaran langsung berlari untuk mengejarnya. "Ros?" Dengan sedik
Rose pulang bersama Davin yang langsung pergi setelah menurunkannya. "Aku ada urusan bentar," kata Davin setelah mengantarnya pulang. Rose hanya mengangguk kemudian masuk rumah, dia melihat Dina sedang duduk di sofa ruang tamu. "Udah pulang Ros?" tanya Dina begitu melihat calon menantunya memasuki rumah. "Loh, dimana Davin?" "Ada urusan bentar Tan," jawab Rose. Rose menghampiri Dina untuk menyalami wanita itu, tadi dia belum mengucapkan salam dengan benar. Bahkan Rose langsung pergi bersama Davin. Dia belum sempat berbincang dengan Dina. "Makasih ya Tan, udah bantu aku tadi pagi." "Loh, itu udah jadi tanggung jawab Tante. Kan yang tante bantu calon mantu sendiri bukan orang lain." Rose tersenyum mendengar ucapan Dina. Ia senang, setidaknya orang tua Davin mendukungnya. Meskipun tidak dengan pria itu. Rose tahu, Davin tidak mungkin meninggalkan Kayla. "Tan..." "Iya Ros, kenapa?" Rose yang duduk di sebelah Dina langsung menggeser posisi duduknya supaya bisa berhadapan dengan w
Davin yang baru pulang dari kos Kayla terkejut begitu melihat Rose keluar kamar mandi hanya menggunakan handuknya. Rambut wanita itu masih basah hingga menetes ke lantai. Davin tidak menampik bahwa saat itu ada bagian dirinya yang berdesir melihat tubuh indah Rose. Dia pria normal.Davin yang semula akan pergi ke apartemennya, mendapat perintah dari ibunya untuk menginap di rumah selama Rose di Indonesia. Dia tidak bisa membantah. Meskipun kesal, Davin tetap melakukan perintah orang tuanya.Dan di sinilah dia sekarang, berhadap-hadapan dengan Rose yang masih memegangi handuknya_ sama-sama terkejut.“Sorry.” Davin memalingkan pandangannya, malu jika sampai Rose melihatnya meneteskan air liur hanya karena menatapnya.“Harusnya aku yang minta maaf, aku belum mindahin barangku, jadi tadi sekalian pinjem kamar mandi.” Rose berusaha menahan senyum melihat ekspresi Davin.Sebenarnya tadi dia sudah membawa kimono. Hanya saja, kakiny