"Ros, kamu tidak boleh melupakanku. Dan juga, jangan lupakan janjiku ini. Saat kita dewasa nanti aku akan menikahimu dan menjadikanmu bunga mawarku," teriak Davin kecil mengantar kepergian Rose. Elza Rose Maharani, wanita cantik berambut panjang yang berpegang teguh dengan janji masa kecilnya, menunggu Davin menjemputnya layaknya kisah cinta Cinderella dan sang pangeran berkuda putih. Sayangnya, Rose lupa bahwa empat belas tahun bukan waktu yang singkat. Banyak hal berubah, termasuk Davin. Kenaifan seorang Rose dapat membuatnya terperangkap dalam kisah cinta yang tak terbalaskan.
View More"ROS, dengerin mama dulu!"
Seorang wanita berparas ayu dengan rambut panjang langsung berdiri, menolak penjelasan apapun yang diberikan Rika selaku ibunya.
"Nggak bisa Ma! Aku harus nikah sama Davin. Mama tahu sendiri, dari dulu aku cuma cinta sama dia. Terus, tiba-tiba dia mau batalin perjodohan gitu aja. NGGAK BISA." tekan Rose.
Elza Rose Maharani, sejak kecil ia hanya memiliki cita-cita menikah dengan Davin. Disaat teman-temannya bercita-cita menjadi seorang guru, dokter atau polisi. Rose dengan lantang mengatakan "Istri Davin" meskipun dia belum tahu apa makna istri sebenarnya, meskipun dia menjadi bahan tertawaan seluruh teman kelasnya. Rose tidak peduli.
"Ma, dulu aku setuju ikut mama dan papa pindah ke London karena Davin sendiri yang janji bakal nikahin aku," jelas Rose.
Ya, berpegang pada janji masa kecil, Rose yang menetap di London tanpa menginjakkan kakinya di Indonesia itu terus memupuk perasaannya pada Davin kendati ia tidak pernah menemui pria itu.
Naif memang atau sebut saja bodoh. Rose terus berpikir bahwa Davin-nya juga akan melakukan hal yang sama. Nahasnya, pikiran positifnya mengenai Davin yang tidak pernah mengabarinya selama lima tahun terakhir itu terjawab sudah hari ini.
Rose yang baru menyelesaikan sidang kuliahnya dan berencana kembali ke Indonesia meskipun tanpa kedua orang tuanya harus menelan kenyataan pahit yang dilontarkan Rika.
"Tapi Davin sendiri yang menolak menikah denganmu Ros," sela Rika.
"Mama denger itu darimana?" hardik Rose.
"Mama denger waktu telpon Tante Dina. Tadi waktu kita lagi ngomongin pernikahan kalian, mama denger suara Davin, bahkan Tante Dina langsung matiin telpon mama," jelas Rika.
Rika terpaksa mengatakannya pada Rose, dia tidak ingin Rose memupuk sendiri perasaannya pada Davin, sementara pria itu tidak mencintainya. Rika tidak ingin putrinya menderita karena cinta yang tak berbalas.
Sejujurnya, Rika tidak tega mengatakannya pada Rose. Dia ingin bertanya pada Dina, apa maksud perkataan Davin tadi. Namun, Dina sudah terlanjur mematikan teleponnya.
"Maaf Ma, untuk kali ini aku nggak bisa percaya omongan mama. Siapa tahu mama salah denger, mungkin itu bukan suara Davin atau jika memang mama denger suara. Mungkin itu suara televisi." Rose masih teguh pendirian.
"Tapi suaranya jelas sekali Ros, mama yakin itu Davin."
"Ma, nggak adil rasanya kalau Davin membatalkan pernikahan sebelum dia melihatku. Aku sama Davin bahkan belum pernah ketemu."
"Justru itu, sebelum kalian ketemu, sebelum terlanjur. Hentikan keinginanmu, Nak. Kamu belum tahu apakah Davin juga mencintaimu. Mama cuma pingin kamu bahagia. Masih banyak pria lain di luar sana, Ros. Temen kuliahmu juga keren-keren. Mama lebih setuju sama mereka ketimbang Davin yang belum pernah ke sini."
"Ma please, kita udah pernah bahas ini. Davin sibuk kuliah bahkan saat liburan dia harus membantu perusahaan Om Bagas. Mama juga sudah tahu dari Tante Dina," tutur Rose.
"Mama ragu, mama nggak yakin. Bisa aja mereka menutupi sesuatu dari kita."
"MA, Tante Dina itu sahabat mama. Nggak mungkin dia bohong sama mama," kata Rose terus menjawab prasangka-prasangka buruk Rika pada Davin dan keluarganya.
"Ros, kenapa kamu keras kepala sekali. Mama cuma mau yang terbaik buat kamu." Rika mulai tersulut emosi menghadpi sikap Rose. Mereka tidak pernah bertemgkar seperti ini sebelumnya. Dan itu hanya karena seorang pria bernama Davin.
"Kalau mama mau yang terbaik buat aku, nikahin aku sama Davin. Karena dari dulu aku cuma mau Davin."
"Apa yang kamu cari dengan menikahi pria yang tidak mencintaimu?" sela Rika.
"Davin mencintaiku, Ma. Dan aku akan buktikan itu ke mama." Rose mengambil napas dalam kemudian menghembuskannya. "Aku akan pulang ke Indonesia, aku akan tanya langsung pada Davin," putus Rose kemudian pergi meninggalkan Rika.
"Ros! Mama belum selesai bicara." Rika menghembuskan napas kesal, Rose sama keras kepalanya dengan Ivan, suaminya.
"Ada apa lagi sih, Ma. Papa denger dari luar kok ribut-ribut."
Pucuk dicinta ulam pun tiba, baru saja Rika membandingkan sifat Rose dan ayahnya yang bagai pinang dibelah dua. Ivan sudah muncul di depan matanya.
Pria itu baru pulang kerja dengan menenteng sebuah tas kerja di tangan kirinya, meletakkan tas itu sembarangan di atas sofa kemudian duduk di depan Rika dengan mengendurkan dasinya.
"Kebetulan sekali papa dateng," kata Rika. "Aku mau ngomong masalah calon menantu papa di Indonesia sana."
"Davin?"
"Siapa lagi? Cuma dia kan yang papa gadang-gadang menjadi menantu," kata Rika kesal.
Pasalnya Ivan selalu membela Davin, mengatakan bahwa hanya Davin pria yang pantas mendampingi putri mereka. Rose dan Ivan sama saja, mereka selalu membela pria itu tanpa tahu bagaimana sikapnya. Rika tahu, pernikahan Davin dan Rose akan menambah kekuatan perusahaan, karena itu Ivan setuju-setuju saja. Tidak seperti dirinya yang selalu mengandalkan perasaan.
"Kenapa lagi sama Davin?" tanya Ivan.
"Davin mau membatalkan perjodohannya dengan Ros."
Ivan diam cukup lama. "Kamu tahu darimana?"
"Aku denger sendiri waktu telpon Dina tadi. Aku yakin itu suara Davin. Dina langsung matiin telponku supaya aku nggak tahu, sayangnya aku udah terlanjur denger semuanya."
"Kamu yakin itu suara Davin?"
"Seratus persen yakin."
"Aku akan sewa orang untuk mengawasi Davin," kata Ivan pada akhirnya.
Ivan memang menginginkan Rose menikah dengan Davin untuk kepentingan perusahaan. Namun, dia juga tidak rela jika putrinya menderita dalam pernikahannya. Ivan setuju karena melihat Rose yang begitu bahagia setiap kali membicarakan Davin. Tapi, mendengar ucapan Rika, sepertinya dia harus mengawasi keluarga itu. Dia tidak ingin melepaskan putrinya pada orang yang salah.
“Ros, mau kemana kamu?” tanya Ivan begitu melihat putrinya menuruni tangga dengan menenteng sebuah koper berukuran besar.
“Aku mau pulang ke Indonesia hari ini, Pa. Aku harus memastikan kebenarannya.”
“Jangan gegabah Ros, kamu nggak punya siapa-siapa di sana,” Hardik Rika yang langsung menolek ketika suaminya menyebut nama Rose.
“Aku udah gede, Ma. Aku bisa ngurus semuanya sendiri.” Rose berjalan melewati kedua orang tuanya tanpa memberi salam perpisahan.
“Ros berhenti! BERHENTI KATA MAMA!” teriak Rika yang tidak digubris oleh Rose. Wanita itu terus melangkah meninggalkan rumah dengan satu tujuan, mencari tahu keberanan dari ucapan ibunya.
Rose pulang dengan perasaan tenang, dia sama sekali tidak menyadari kelicikan Kayla. Agaknya, wanita itu juga mahir bersandiwara. Sebut saja licik. "Darimana Ros?" tanya Davin yang sudah lebih dulu tiba di rumah."Aku pingin jalan-jalan sebentar," jawab Rose dengan sumringah."Kamu nggak tahu kalau kakimu nggak boleh banyak gerak dulu.?""Cuma sebentar, lagian bentar lagi aku balik ke London," kata Rose."Tapi kamu bisa ngomong dulu sama aku, aku bakal nganterin kamu. Kemana aja kamu mau." Davin yang langsung pulang setelah meeting karena mengkhawatirkan Rose yang di rumah sendiri justru terkejut begitu melihat wanita itu tidak ada di kamarnya. Davin berusaha menghubungi ponselnya, namun tidak ada jawaban. Dan sekarang, Rose justru berdiri dengan perasaaan tidak bersalahnya."Iya udah, maaf ya. Lain kali aku ngomong sama kamu kalau aku mau pergi-pergi," sesal Rose."Sudahlah, sini biar aku kompres kakimu!" perintah DavinDavin menuntun Rose yang sedikit pincang menuju sofa tengah, me
"Aaak." Rose menjatuhkan dirinya sendiri, mencari cara agar Kayla atau Alan melihat kehadirannya di tempat itu. Sepertinya mereka tidak menyadari jika di sana juga ada dia dan Davin."Ros, kamu kenapa?" Davin berjongkok untuk membantu Rose.Sambil memegangi kakinya yang benar-benar sakit, Rose menyempatkan diri melirik ke arah Kayla dan Alan di seberang jalan. Bersyukur mereka memutar arah hingga Davin tidak dapat melihat mereka.Sial, bagaimana bisa Rose menutupi perselingkuhan mereka. Jika bukan karena Davin Rose tidak akan mau melakukannya. Pasalnya dia benar-benar kesakitan sekarang, sepertinya kakinya terkilir."Kamu ngapain sih, bisa-bisanya," kata Davin."Aku tadi mau... ngambil... Hp-ku di mobil, kayaknya jatuh di sana." Rose membuat alasan."Hati-hati Ros, sekarang bisa bangun nggak?"Rose meringis dengan wajah tidak bersalahnya. "Kayaknya nggak bisa," jawabnya."Kamu ini, belum juga makan nasi goreng. Kita bungkus aja kalau gitu." Davin berbalik hanya untuk berteriak pada pe
Davin mencari keberadaan Rose di kamar tamu, namun tidak dia temui batang hidung wanita itu. Tadi Davin langsung pergi tanpa berpamitan padanya bahkan ibunya."Darimana Dav?" tanya Dina dari arah dapur dengan membawa jus mangga di tangan kanannya."Mi, lihat Rose nggak?" tanya Davin tanpa menjawab pertanyaan ibunya."Ada tuh di kolam renang," jawab Dina kemudian duduk di sofa ruang tengah.Davin menuju kolam renang yang dimaksud ibunya dengan membawa paket milik Rose. Sebuah map coklat yang entah apa isinya.Tiba di kolam renang belakang rumah, Davin tidak langsung memanggil Rose yang masih asyik berenang dengan bikininya. Sudah dua kali Davin melihat keindahan tubuh Rose, wanita itu memang menawan."Hai Dav, udah pulang?" tanya Rose basa-basi."Iya, ini baru sampek.""Tolong ambilkan kimonoku!"Davin berjalan menuju kursi panjang yang memang dikhususkan untuk bersantai di area kolam renang, mengambil kimono yang dimaksu
"Maaf untuk omongan Kayla tadi, dia nggak bermaksud ngomong kayak gitu," kata Davin begitu mereka tiba di rumah.Rose menoleh sekilas pada Davin, bagaimana bisa pria itu mengerti maksud kekasihnya tanpa bertanya. Jelas-jelas ucapan Kayla mengisyaratkan ketidak sukaan padanya. Dan wanita itu menyalahkannya atas peristiwa yang terjadi."Aku mau langsung tidur Dav, aku capek." Rose tidak memberi tanggapan atas ucapan Davin, ia pergi meninggalkan pria itu yang masih duduk di bangku kemudi.Rose mengunci kamar kemudian mencari ponselnya. Dia tidak tidur melainkan menghubungi orang suruhannya. Rose harus bertindak cepat, muak sekali jika harus terus berhubungan dengan Kayla atau Alan."Halo," ucap Rose begitu sambungan teleponnya terjawab."Ya.""Dengarkan aku baik-baik!" perintah Rose tanpa tedeng aling-aling."Ikuti orang dalam foto yang kamu kirimkan. Sepertinya dia dekat dengan pria bernama Alan. Aku butuh foto romantis tentang mereka b
"Kok diem sendirian di sini? Gabung sama yang lain yuk!" ajak Davin. Melihat Rose sendirian di meja bartender membuat Davin merasa tidak enak. Pasalnya, dia yang mengajak wanita itu pergi. "Iya bentar lagi aku kesana," jawab Rose masih menikmati minumannya. "Kalau di London kamu ngapain jam segini?" "Di rumah, paling ngobrol sama mama kalau nggak gitu keluar sama Siska." "Siska itu..." "Sahabat baikku, orang Indonesia juga, anak Malang," jawab Rose. Rose melirik Kayla dan Alan yang duduk berdua di tempat yang sama saat mereka bertemu tadi. Dia merasa geram, mereka tidak bisa dibiarkan. "Dav, kenapa kamu nggak nemenin Kayla aja di sana?" "Udah ada Alan," jawab Davin sambil menerima minuman pesanannya. "Tapi kan kamu pacarnya Dav, jangan terlalu dibiarkan mereka dekat." "Alan itu sahabatku Ros, kita sering keluar bertiga. Jadi biasa aja," terang Davin. "Justru itu masalahnya Dav. Kamu sendiri yang membuka ruang untuk mereka mengkhianatimu," batin Rose. Baru sehari bersama D
Dalam perjalanan menuju club malam Rose sama sekali tidak mengatakan apa-apa, ia masih marah dan terkejut dengan sifat Davin. Tidak seharusnya mereka membohongi Dina yang begitu berharap pada mereka. Bukankah pernikahan mereka tidak mungkin terjadi, seharusnya Davin mempersiapkan semuanya dari sekarang bukan justru membuat harapan yang tinggi untuk mereka.“Ros, kenapa diem aja?” tanya Davin sambil sesekali menoleh pada Rose yang hanya diam memperhatikan jalanan.“Dav.” Rose memposisikan duduknya menyamping, sedikit menghadap Davin yang fokus menyetir.“Hemm.”“Kenapa kamu bohong sama tante Dina?”Davin menghentikan mobilnya karena bertepatan dengan lampu merah kemudian menatap mata Rose. Dia menangkap ketidak sukaan dari tatapan mata Rose.“Aku bingung aja mau izin gimana sama mami,” jawab Davin.“Kamu tinggal bilang yang sebenarnya.”“Itu nggak mung
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments