“ASTAGA! Jam segini belum bangun.” Lily menutup telinganya saat mamanya masuk kedalam kamar “Kebiasaan jadi penyanyi jangan dibawa ke rumah.”
“Lily masih ngantuk, Ma. Baru tidur setelah subuh, habis ngerjain lagu sama Gracia.” Lily memberikan alasan masuk akal.“Kalau udah di rumah artinya waktu istirahat bukan begini, bukannya kamu sudah memutuskan di belakang layar sekarang? Kenapa masih aja ada tawaran segala, terus buat lagu sama Gracia memang mau keluarin lagu baru? Siapa? Kamu atau Gracia?” Rahayu memulai pertanyaan panjangnya yang membuat Lily membuka matanya.“Rezeki nggak boleh ditolak, Ma.” Lily memilih mengambil jawaban aman “Mama mau ngapain kesini?” menatap penuh selidik “Jangan bilang mama mau jodohin aku?” Rahayu tersenyum tipis, melihat itu hanya bisa menghembuskan napas panjang “Aku bukan nggak mau membuka hati atau mencari pacar, Ma. Aku baik-baik saja jadi jangan khawatir masalah jodoh.”“Mama kan mau lihat anak kamu, Li.” Rahayu mencoba memberikan alasan masuk akal.“Sekarang mana yang berhasil dari usaha mama? Kak Fransiska? Gagal, terus siapa? Bella? Gagal juga. Kak Yena sama Larissa? Haduh...lingkungan pasangan mereka tidak beda jauh dari aku, Ma. Gracia? Hubungannya aja masih belum jelas, tapi dia sama orang tuanya santai banget nggak kaya mama.” Lily mencoba mengingat semua usaha mamanya “Aku sama Fatur putus baik-baik dan memang keputusan bersama, Ma.”“Lagian kamu milih kontrak dibandingkan pernikahan,” ucap Rahayu dengan nada kesalnya “Kalian saling cinta malah milih yang nggak pantas dipilih.”Lily memilih diam, kepalanya sudah sangat pusing dan membutuhkan istirahat. Kehadiran mama tercintanya didalam kamar semakin membuatnya pusing, keinginan untuk kembali tidur sudah hilang setelah mendengar ceramah dari mamanya. Keputusannya berpisah dengan Fatur memang karena kontrak dari perusahaan tempatnya bekerja dalam waktu lima tahun, sebenarnya bukan hanya perusahaannya saja tapi beberapa kerjasama dengan perusahaan lain juga meminta itu, kalau mereka berdua memutuskan menikah pastinya tidak bisa membayar penalti.Keadaan Fatur sendiri pada saat itu tidak bisa terlalu lama, kondisi kesehatan mamanya semakin menipis dan dengan terpaksa menikahi wanita yang memang sudah disiapkan keluarganya. Lily tidak bisa berbuat banyak dan langsung memutuskan untuk mengakhiri semuanya, perasaan sedih pasti terjadi dan tidak ingin terlalu lama jatuh dalam perasaannya tersebut.“Kamu tidur dulu, biar nanti kalau ketemu sama cowok dari temannya mama udah segar.” Rahayu menepuk pelan lengan Lily.“Cowok mana lagi, Ma? Mama nggak capek?” Rahayu menggelengkan kepalanya “Sekarang siapa lagi?”“Temannya abang kamu.” Lily membelalakkan matanya “Bukan yang tiap hari kesini, tapi teman yang baru ketemu. Kamu ada masalah sama profesi dari pasangan?” Lily menggelengkan kepalanya “Bagus kalau begitu.”“Memang pekerjaan dia apa?” tanya Lily penasaran.“Abang kamu bilang dia kerja di perusahaan swasta dan jabatannya masih staf begitu.” Rahayu mencoba mengingat pekerjaan dari teman kakaknya.“Hanya ketemu, kan? Tidak lebih?” Rahayu menganggukkan kepalanya “Kalau nggak cocok jangan marah dan berhenti buat jodohin lagi.” Rahayu menganggukkan kepalanya lagi “Aku tidur dulu, mama keluar sana.”“Nggak sopan.” Rahayu menepuk pelan lengan Lily “Habis dhuhur atau pas makan siang ketemuannya.” Lily hanya menganggukkan kepalanya.Pintu kamar ditutup, hembusan napas panjang dikeluarkannya. Memilih memejamkan mata, waktu istirahatnya semalam dipakai bersama dengan Gracia membuat lagu. Kedatangan mamanya semakin membuat pusing, setidaknya dengan tidur bisa menghilangkan rasa lelah dan siapa tahu pria yang dikenalkan kakaknya memang menarik perhatian. Jodoh bisa datang dimana dan kapan saja tanpa ada yang tahu, hembusan napas dikeluarkan agar tidak terlalu memikirkan hal yang belum terjadi sama sekali.“Cantik sekali, anak siapa ini?” Lily memutar bola matanya malas mendengar suara mamanya saat keluar dari kamar “Mau sarapan dulu?”“Telat, lagian udah mau masuk makan siang.” Lily menatap jam yang ada di dinding “Aku kemana ini?” Rahayu memberi kode agar membuka pesan “Private, kan? Aku nggak mau jadi perhatian banyak orang.”“Kakak kamu sudah lakukan reservasi secara tertutup.” Rahayu menenangkan Lily yang hanya menganggukkan kepalanya “Kamu naik apa?”“Kendaraan online lah, Ma. Aku mana bisa nyetir? Kalian semua perlakukan aku kaya anak kecil.” Lily menatap malas pada Rahayu “Aku berangkat, kayaknya supirnya udah mau dekat.” Lily mencium punggung tangan Rahayu sebelum keluar rumah.“Semoga yang ini cocok.”Lily memilih tidak menjawab, melangkahkan kakinya keluar yang bertepatan dengan kendaraan onlinenya datang. Rencana sudah dilakukan Lily jika nanti sang pria berbuat aneh atau tidak sesuai dengan apa yang diharapkannya, sahabat-sahabatnya sudah siap membantu dalam bentuk apapun. Kondisi jalan yang luang membuat Lily sampai dengan cepat, memasuki restoran yang bergaya minimalis dengan banyak spot untuk foto membuat tatapannya tertuju pada tempat tersebut, menyebutkan nama sesuai dengan petunjuk mamanya dan Lily bersyukur pria tersebut belum datang.Memainkan ponselnya sambil menunggu kedatangan pria itu, pria yang tidak lain adalah teman kakaknya yang tidak pernah diketahuinya. Suara langkah sepatu terdengar, mengangkat kepalanya mendapati pria yang berpenampilan kantor dan pastinya rapi, menahan napas karena pria ini sedikit sesuai dengan pria impian atau hampir mendekati Jimmy dulu.“Lily? Adiknya Surya?” Lily menganggukkan kepalanya “Anton.”“Silakan duduk, Mas.”“Maaf terlambat tadi masih ada yang harus dikerjakan, maklum pegawai.” Anton menatap tidak enak yang hanya dijawab Lily gelengan kepala “Sudah pesan?” Lily sekali lagi menggelengkan kepalanya “Kita pesan sekarang? Aku tidak punya banyak waktu, jam istirahat tidak bisa terlalu lama.”Pesan, berbicara panjang lebar dan Lily berusaha mengikuti pembicaraan Anton yang tidak terlalu dipahaminya. Pria yang bekerja di bidang teknologi membicarakan tentang teknologi terbaru dan juga kondisi pekerjaannya, Lily akhirnya hanya bisa diam sampai suara ponsel menghentikan pembicaraannya dan Anton langsung mengangkatnya.“Ya, ini mau selesai. Kamu tunggu dimana? Luar? Ok, aku kesana sekarang.” Anton menutup ponselnya menatap tidak enak pada Lily “Maaf, aku harus duluan.”“Tidak masalah, Mas.” Lily berusaha mengerti.“Aku bayar dulu nanti kamu transfer yang bagianmu.” Anton berdiri yang hanya bisa membuat Lily menatap tidak percaya.Lily mengikuti langkah Anton dan seketika membeku melihat apa yang ada dihadapannya, hembusan napas dikeluarkannya ketika sudah sadar dari apa yang dilihatnya. Pemandangan yang tidak bisa masuk dalam pikirannya saat ini, pria yang terlihat keren dan ok ternyata belok. Lily melihat Anton berpelukan dengan pria lain yang tidak tahu siapa dan tidak peduli siapa, Lily tidak akan mau bertemu lagi dengan pria bernama Anton.“Gila! Nggak nyangka kalau dia gay. Masa Kak Surya nggak tahu dia gay?” Lily bergidik ngeri membayangkan ketika kakaknya berbicara dengan Anton.“Mbak, billnya belum dibayar.”“Apa ini?” tanya Surya bingung.“Kakak yang buat aku ketemu temannya yang namanya Anton, kan?” Surya menganggukkan kepalanya “Bill, dia belum bayar. Memang kakak nggak dekat sama Anton?” Surya mengerutkan keningnya “Dia itu gay?” Lily memilih berbisik di telinga Surya yang langsung membelalakkan matanya “Jadi kemarin setelah selesai makan siang dia dihubungi dan ternyata sudah ditunggu depan, pas aku lihat langsung pelukan gitu.”“Saudaranya mungkin,” ucap Surya santai.“Kakak pelukan juga sama Mas Danu? Nggak, kan?” Surya seketika terdiam mendengar nada suara Lily yang tidak terima “Minta sama Anton buat bayar pesanan dia, aku tunggu transferan dari dia.”“Kalian nggak tukar nomer hp?” tanya Surya penasaran.“Untungnya nggak karena udah ilfil!” Lily menatap tajam Surya “Aku pergi dulu.”“Kemana?” tanya Surya yang menghentikan langkah Lily.“Agency, latihan sama Bella dan Larissa.” Lily beranjak dari tempatnya “Jangan lupa suruh Anton transfer.”Lily meninggalkan kakaknya masih setia
Memberikan jawaban ambigu membawa Lily berhadapan dengan ketiga orang lainnya, mulut ember Bella membuat semuanya tahu. Lily menceritakan semuanya pada mereka berlima di saat mereka bertemu di cafe yang dimiliki keluarga dari suaminya Fransiska, tempat private akan selalu ada untuk mereka berenam.“Kok bisa Mas Surya punya teman gay?” Yena bergidik ngeri setelah Lily selesai bercerita “Mas Surya memang nggak tahu?” Lily hanya mengangkat bahunya “Uangmu gimana?”“Menanti, mau lihat aja dia bayar nggak. Lagian juga nggak berharap dia bayar, model begitu nggak akan bayar.” Lily mengatakan dengan nada pasti dan penuh keyakinan “Kenapa anak kalian nggak diajak?” “Bapaknya mau quality time.” Fransiska menjawab santai “Lagian kalau kita ketemu pasti banyak yang dibahas, Mas Leo nggak mau anak kita terkontaminasi sama kalian.”“Anjir! Apaan itu bahasanya? Emang kita ngapain?” Bella menatap tidak terima dengan perkataan Fransiska yang memilih mengangkat bahunya tanda tidak tahu “Mas Leo nggak
“Haduh...mata kamu infeksi lagi?” Rahayu menatap Lily yang matanya sedikit bengkak “Kemarin lupa lepas atau gimana?”“Udah lepas, Ma. Nggak tahu ini kenapa.” Lily menutup matanya dengan kacamata waktu keluar kamar “Aku nanti ke rumah sakit sama Mbak Merry.”“Kegiatan kalian bagaimana?” tanya Rahayu sedikit khawatir.“Nggak ada kegiatan, duo bocil paling lagi latihan dance. Vokal juga udah diambil, lagian juga nggak ada undangan buat tampil jadi agak santai.” Lily menjawab sambil menata penampilannya “Kegiatan shooting buat majalah baru minggu depan, semoga aja sudah baikan.”“Harus baikan, istirahat yang banyak. Cuman periksa aja? Nggak sampai nginap kaya dulu?” Rahayu menatap Lily khawatir “Mama temani?”Lily menggelengkan kepalanya “Aku pulang kalau sudah selesai, Ma. Aku berangkat, Mbak Merry udah di depan.”Mencium punggung tangan mamanya dan langsung menuju mobil yang ada didepan pargar, kali ini Merry menyetir sendiri tanpa supir. Kegiatan mereka yang tidak banyak membuat supir
“Ketemu berkali-kali?” tanya Fransiska memastikan yang diangguki Lily “Aku dulu sama Mas Leo juga sama, nggak sengaja beberapa kali. Siapa tahu kalian memang jodoh.” Lily menggelengkan kepalanya “Memang kenapa? Nggak cakep?” “Bukan itu,” jawab Lily cepat sambil memukul lengan Fransiska.“Terus apa? Kamu nggak yakin dia ini pria baik-baik?” tanya Fransiska memastikan dengan nada gemasnya “Dia nggak minta jawaban ya, tapi minta kamu jawab entah itu ya atau nggak. Aku menyimpulkan dari cerita kamu begitu, terus apa yang membuat kamu ragu?” Lily mengangkat bahunya, Fransiska memberikan tatapan penuh selidik “Latar belakang? Memang dia kerja apa?”“Aku nggak peduli sama itu, Kak.” Lily menyahuti langsung “Entahlah.” Lily seketika mengangkat bahunya.“Kenapa malah pusing? Jangan bilang kamu udah suka? Cinta pada pandangan pertama.” Fransiaka memberikan tatapan menggoda.“Bukan!” Lily teriak frustasi dengan wajah kesalnya.“Ya, terus apa? Kamu nggak kasih tahu yang jelas.” Fransiska sudah s
“Lily, kamu nggak papa?” suara Gema menyadarkannya dan seketika menganggukkan kepalanya “MONA!” Lily hampir saja mundur ke belakang mendengar teriakan Gema, tangan pria itu masih berada di pinggangnya agar tidak membuatnya jatuh “Kamu bawa ke mobil, tampaknya dia shock.” Lily masih diam menatap Gema yang berbicara dengan seseorang “Li, kamu sama Mona dulu. Aku masih ada yang harus dikerjakan.” Gema memberikan tatapan khawatir yang hanya diangguki Lily.Hembusan napas lega dikeluarkan Lily saat tangan Gema sudah lepas dari pinggangnya, tapi tangan seseorang memegang lengannya yang hampir membuatnya jatuh. Lily baru menyadari jika ada rekan kerja Gema, dirinya lupa nama wanita yang ada dihadapannya tapi seketika melihat nama yang ada di pakaian.“Kita ke mobil dulu, Mbak. Mas Gema bisa marah kalau nanti ada yang mengganggu kerjanya.” Mona mengantarkan Lily menuju mobil ambulance.“Memang ada apa?” tanya Lily penasaran.“Kucing kampung ngerus
Pertemuan dengan Gema sudah terjadi sejak satu minggu yang lalu, sampai sekarang tidak ada bertemu secara tidak sengaja. Lily juga setidaknya bersyukur tidak perlu memberikan jawaban pada pria yang memang baru ditemuinya juga pria yang beberapa kali menolongnya, tapi bukan berarti percaya diri jika yang dimaksud adalah dirinya.“Mbak, memang kita nggak istirahat?” tanya Bella pada Merry yang langsung menggelengkan kepalanya “Masa langsung rekaman dan hafalin gerakan tari?”“Kenapa? Memang kamu sudah tua? Protes aja dari sebelum balik.” Merry menatap malas pada Bella yang langsung mengerucutkan bibirnya “Kamu habis ini menikah, sebelum menikah mau dibuat sibuk dulu sama bos. Kejar setoran, habis nikah kamu juga honeymoon. Larissa dulu juga gitu, nggak protes.”Bella semakin mengerucutkan bibirnya “Larissa pasangannya orang hiburan juga jadi paham, aku beda. Mas Ruli kasihan kalau aku sibuk terus, kita jarang ketemu belum lagi nggak ada waktu membahas
Masih teringat jelas malunya Lily saat meminta nomer hp Mona, saat itu tidak ada alasan dirinya meminta nomer Mona dan terjadi begitu saja, tapi sudut hatinya mengatakan ingin mendapatkan nomernya walaupun sampai sekarang belum menghubungi sama sekali. Menatap nomer Mona dengan tatapan tanda tanya yang masih ada didalam kepalanya, menggelengkan kepala pelan jika apa yang ada dalam pikirannya tidak benar.“Capek.” Bella memejamkan matanya saat sudah berada di sofa “Seminggu lagi.”“Li, kamu diundang untuk ikutan olahraga panah.” Merry mendekati Lily dan tidak peduli dengan rengekan Bella “Permintaannya Lily atau Larissa, tapi Larissa sudah nolak.”“Harus, Mbak? Mbak tahu kalau aku malas ikut begituan.” Lily memastikan dengan harapan tidak terjadi.“Masalahnya yang ajak langsung orang paling penting.” Merry memberikan alasan “Aku nggak tahu bisa nolak atau nggak.”“Mending tanyakan dulu, Mbak. Kak Lily nggak akan mau lakuin begitu
Masih teringat jelas malunya Lily saat meminta nomer hp Mona, saat itu tidak ada alasan dirinya meminta nomer Mona dan terjadi begitu saja, tapi sudut hatinya mengatakan ingin mendapatkan nomernya walaupun sampai sekarang belum menghubungi sama sekali. Menatap nomer Mona dengan tatapan tanda tanya yang masih ada didalam kepalanya, menggelengkan kepala pelan jika apa yang ada dalam pikirannya tidak benar.“Capek.” Bella memejamkan matanya saat sudah berada di sofa “Seminggu lagi.”“Li, kamu diundang untuk ikutan olahraga panah.” Merry mendekati Lily dan tidak peduli dengan rengekan Bella “Permintaannya Lily atau Larissa, tapi Larissa sudah nolak.”“Harus, Mbak? Mbak tahu kalau aku malas ikut begituan.” Lily memastikan dengan harapan tidak terjadi.“Masalahnya yang ajak langsung orang paling penting.” Merry memberikan alasan “Aku nggak tahu bisa nolak atau nggak.”“Mending tanyakan dulu, Mbak. Kak Lily nggak akan mau lakuin begitu