Share

Bab 3.1 : Hot Issue

"Brengsek!"

Bersamaan dengan suara pecahan kaca terdengar di ruangan bernuansa monokrom itu berada. Gala, orang yang telah membuat kekacauan tampak sedang marah besar. Guratan wajahnya yang mengeras dengan urat-urat di sekitar pelipis dan rambut hitam acaknya menandakan bahwa ia tak baik - baik saja. Sedangkan dua orang lainnya: Nicole dan Frans yang merupakan sekretaris hanya berdiri diam seraya menunduk tak jauh dari sofa- tak berani menyela sama sekali.

"Apa kalian berdua saya bayar hanya untuk bersantai?! Hal sekecil itu bahkan kalian tidak bisa membereskannya. Kalian kupecat!"

Gala yang sudah muak, tak ingin melihat kedua orang tersebut. Emosinya bisa semakin menjadi dan tak terkontrol. Cukup meja kaca yang berada di ruangannya itu menjadi pelampiasannya. Lantas ia kemudian mengusir kedua orang itu keluar. Bersamaan itu masuklah seorang pria tua yang berpakaian rapi dan masih terlihat tegap. Dari perawakannya pria tua itu bukanlah orang sembarangan.

"Siapa yang mengizinkan anda masuk ke ruangan saya?! Pergi!" Begitu Gala merasakan ada yang kembali masuk ke ruangannya, sedangkan ia ingin sendiri.

"Tenang, Galantara. Ini Om," jawab pria tua itu tenang. "Boleh Om berbicara sebentar?"

Helaan napas Gala terdengar kasar setelahnya. Dia mengenali suara itu dan takkan mungkin mengusir saudara ayahnya. Lantas ia mempersilakan sang paman untuk duduk di kursi depan meja kebesarannya, dan dirinya pun kembali ke singggasananya.

"Sepertinya Om Damon telah mendengar gosip busuk itu," buka Gala langsung. "Kuyakinkan sama Om, aku tidak seperti apa yang diberitakan. Semua itu hanya kerjaan orang gila!" tekannya agar Damon percaya.

Damon, sang paman, tahu betul jika keponakannya tidak seperti yang diberitakan. Dia percaya pada Gala dan mencoba menenangkan.

"Om tahu. Gosip itu sama seperti yang lalu. Hanya saja …." Damon menjeda ucapannya, "Mandala pasti syok sekali mendengarnya hingga ia terkena serangan jantung pagi ini. Kamu harus menjelaskannya, Gala."

Kini Gala mulai mengacak-acak rambutnya kasar. "Sudah, Om, tapi papa nggak percaya," keluhnya seperti orang frustrasi. Hanya pada Damon dia bisa mengekspresikan dirinya. Lantaran mereka memang  sangat dekat.

Hening seketika menghampiri keduanya sesaat, tetapi tak lama Damon kembali berbicara.

"Mungkin fakta kau masih sendiri diumurmu sekarang membuat ayahmu berasumsi seperti yang dikatakan media. Apalagi dia juga tahu setelah kepergian- "

"Stop, Om! Jangan diteruskan. Ini tak ada sangkut pautnya dengan 'dia'!" potong Gala tegas sembari membuang muka. Tak suka dengan arah pembahasan tersebut.

Damon yang sepertinya paham pun mengangguk mengerti. "Oke, tapi kejadian ini tidak bisa terus - terusan berulang, Gala. Jika caramu masih sama dengan membungkam media, itu tidak akan berguna. Mandala butuh bukti nyata jika kamu benar bukan gay!"

Benar Gala diberitakan lagi adalah seorang Gay. Seseorang kembali mencoreng nama baiknya. Bahkan mungkin namanya telah menjadi paling dicari di mesin pencarian internet. Kali ini berita sungguh tak terkendali. Susah untuk ditutupi.

"Tapi bagaimana caranya, Om?”

Damon kemudian tersenyum sembari mengetukkan jari-jarinya di meja. Sepertinya pria tua itu ada ide untuk menyelamatkan nama baik keponakannya dan keluarga Dinata.

"Tenang. Om ada gagasan untuk itu. Asal kamu setuju."

oOo

Lova hanya bisa terdiam di tempatnya saat dia yang sedang dirias mendengar berita menghebohkan dari televisi. Matanya melekat pada berita gosip yang memantul dari cermin di hadapannya: tampak suasana ramai dalam siaran tersebut. Mereka semua sedang berkumpul untuk membersihkan tugu air pancur yang tampak kotor dan berantakan.

Lova ingat tugu itu. Tugu yang dilewatinya tadi malam. Tempat di mana para penggemar Dewi Rossa mengadakan malam peringatan kematian. Tadinya tempat itu penuh dengan bunga dan lilin, tapi sekarang semuanya seperti kapal pecah. Seperti ada yang sengaja menghancurkannya.

"Wah, kejadian lagi tahun ini. Sekarang malah di malam ke- dua."

"Iya, bener. Tahun lalu di malam pertama, 'kan? Udah lima tahun berturut - turut loh ini."

"Duh! Gak nyangka Dewi Rossa ada haters-nya juga. Siapa ya orangnya? Penasaran banget. Masa gak bisa diselidiki sih. Aneh."

"Wajar sih ada juga yang nge-hate. Soalnya pernah ada rumor dia pelakor loh."

Bisik - bisik orang yang melihat berita itu terdengar samar di telinga Lova. Benar bahwa kejadian tersebut acap terjadi setiap tahunnya. Entah siapa yang melakukannya. Rumor yang beredar bahwa yang melakukan perusakan itu adalah Vandela Gantari, mantan istri Harry Samudera yang telah menjadi suami Dewi Rossa sebelum almarhumah meninggal.

"Itu pasti kerjaan si nek lampir deh. Gila aja udah tua masih dendam lakinya direbut. Lagian Dewi Rossa juga udah gak ada. Psiko banget." Lanjut salah satu kru wanita yang masih berada di depan layar televisi. Lova hanya bisa menghela napas mendengarnya.

"Ya, ampun pada percaya banget ya gosip murahan. Lagian gak ada bukti itu kerjaan Vandela. Palingan orang yang lagi cari sensasi doang." Terry tiba - tiba berucap lantaran tak tahan dengan desas - desus yang ada.

"Biasa, Say. Infotainment tanpa gosip bagai kondom tanpa pelumas. Seret dah tuh," timpal Jimmy yang sedang menorehkan lipstick ombre sebagai sentuhan terakhir pada riasannya.

Ucapan Jimmy lantas mengundang gelak tawa di antara mereka. Mengalihkan berita tentang Dewi Rossa yang masih menjadi misteri.

Namun, dalam pikiran Lova masih bertanya - tanya akan hal itu. Wajar saja, ia adalah salah satu penggemar Dewi Rossa hingga kini. Sedih rasanya jika mendengar orang yang ia jadikan panutan, citranya ternoda. Apalagi sampai dijuluki sang pelakor dan dikait - kaitkan dengan masa lalunya.

"Oke, Lova. Apa kamu sudah ready untuk sesi kedua?" Daniel, editor fashion dari majalah QnK datang untuk memastikan jika Lova sudah siap untuk pemotretan selanjutnya.

Sebenarnya mereka kini sedang berada di gedung majalah QnK. Jadwal Lova sekarang adalah pemotretan untuk edisi bulan ini yang bertajuk; The Most Popular of The Year. Lova salah satu yang masuk dalam deretan orang terpopular nomor dua tahun ini terpilih untuk mengisi halaman penting dalam tabloid kelas atas tersebut. Sebelumnya ia sudah melakukan wawancara singkat tentang profilnya bersama tim redaksi.

"Saya sudah siap, Pak," jawab Lova yang langsung berdiri sambil membenarkan jas putih yang menutupi gaunnya.

Daniel yang melihat tampilan glamour Lova sekilas takjub. Bagaimana tidak? Lova layaknya wanita kelas atas yang sangat anggun juga begitu terlihat tangguh dalam satu waktu. Tema wanita hebat sangat cocok untuknya dalam edisi kali ini.

"Wah, good job buat tim kamu, Lova. Tidak diragukan lagi," puji Daniel mengacungkan jempolnya. Lova memang tak ingin penata rias dan busana lain yang mengurus dirinya. Cukup Terry, Jimmy dan Jill saja.

"Sesi kedua ini kamu akan ada pasangan, dan dia adalah ...."

Belum sampai Daniel menyelesaikan ucapannya, pekikan terdengar dari kru - kru di sekitar ruangan. Semua orang spontan melihat ke arah pria berjas hitam yang baru saja tiba di lokasi pemotretan bersama dua orang lainnya yang berpakaian rapi. Termasuk Lova yang begitu terkejut dengan siapa yang datang. Sebelumnya tak ada pemberitahuan sama sekali mengenai ini.

Pria itu adalah bos-nya. Pemimpin di mana tempat ia bernaung yang membesarkan namanya. Tak lain adalah ....

"Oh, My God. Serius? Itu kan Bapak Galantara Dinata."

Rasanya kepercayaan diri Lova sedikit menurut karena tatapan intimidasi pria bermata elang itu. Galantara seperti ingin memangsanya saja. Sorot matanya tak main - main. Hingga tak sadar jas yang melekat di bahu Lova terjatuh tanpa disengaja.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status