Share

3. Awal yang tidak terlalu baik

Pukul 10.30 malam sudah berlalu. Ravi tiba-tiba merasa tidak enak saat melihat jam. Rasanya ada sesuatu yang penting yang dia lupakan.

Ravi segera memeriksa ponselnya, tapi tidak ada pesan baru. Dia tertegun melihat aplikasi obrolan di ponselnya. Nama yang dipasang di bagian atas adalah 'Vanilla Kim'.

Dia mulai memikirkan bagaimana Vanilla pulang dari kafe. Dia menerka-nerka apakah Vanilla sudah kembali ke rumahnya atau belum. Walaupun sekarang hanya sebatas teman, dia memutuskan untuk mengirim pesan.

***

Sekarang sudah pukul 12 malam dan belum ada balasan dari Vanilla untuk pesannya. Di aplikasi tersebut, hanya ada satu centang, yang berarti pesan tersebut belum diterima oleh Vanilla.

Ravi merasa bingung apakah Vanilla mematikan ponselnya atau memblokirnya. Namun, yang membuatnya semakin gelisah adalah perasaannya yang merasa tidak enak. Ada firasat bahwa Vanilla tidak berada di rumah atau apartemennya.

Pikiran Ravi menjadi kacau. Dia berpikir bahwa seharusnya Vanilla bisa pulang dengan aman, mengingat mereka berpisah pada pukul 2 siang. Bus juga masih menjadi opsi yang layak untuk pulang.

Meskipun secara logika Vanilla seharusnya sudah pulang, firasat buruk masih menguasai pikiran Ravi. Dia mencoba meneleponnya untuk memastikan keadaannya.

Walaupun mereka tidak lagi berpacaran, ini mungkin menjadi kali terakhir dia menanyakan tentang keberadaannya. Paling tidak, dia ingin memastikan bahwa Vanilla dalam keadaan baik-baik saja.

***

Calling (Vanilla Kim)....

***

Telepon itu menunjukkan bahwa ponsel pemiliknya memang tidak aktif. Firasat buruknya semakin menguat. Jika Vanilla tertidur dengan ponselnya dimatikan, maka firasat ini seharusnya tidak semakin kuat.

Pukul 12.30 malam, Ravi melihat jam dan segera menyalakan motor sportnya. Dengan perasaan yang masih penuh dugaan, ia berangkat menuju apartemen lamanya dengan kecepatan penuh.

Dengan cepat, dia naik ke lantai 2 dan mengetuk pintu kamar Vanilla dengan cukup keras. Meskipun berharap Vanilla ada di dalam, dia siap menerima kemungkinan respon yang penuh dengan kemarahan.

Namun, kamar itu hampa dan tidak ada jawaban. Tanpa menghabiskan waktu lebih lama, dia segera berbalik arah menuju kafe.

Sekarang sudah jam 2 pagi. Jalanan sunyi dan sepi. Meskipun mungkin Vanilla berada di rumah orang tuanya, entah mengapa Ravi masih merasa yakin bahwa Vanilla masih berada di kafe tersebut.

***

Tanpa sadar, Vanilla tertidur di halte bus saat menunggu. Rasa sedih membuatnya lelah sehingga ia terlelap. Suara kendaraan bermotor terdengar semakin dekat. Diikuti dengan siluet seorang pria yang tampak mirip dengan Ravi.

Vanilla memilih untuk menutup mata lagi. Dia berpikir bahwa mungkin siluet itu tidak nyata. Sulit dipercaya bahwa dia melihat Ravi di malam yang tidak ia sadari pukul berapa ini.

Vanilla semakin khawatir. Dia mempertanyakan apakah dia mungkin mengalami halusinasi, membayangkan apa yang dia harapkan saat ini.

"VANILLA?!"

Vanilla terbangun dari tidurnya dengan kaget. Ternyata, itu bukanlah khayalan. Ravi berdiri di depannya. Vanilla terdiam, tidak mampu mengatakan apapun. Mulutnya terkatup rapat dan matanya berusaha menahan air mata.

Tidak sampai sehari setelah berpisah, Vanilla merasa telah melakukan sebuah kesalahan yang pastinya tidak terlihat dewasa di mata Ravi.

"A-aku..."

Vanilla tidak dapat mengeluarkan sepatah kata pun. Ravi mulai memudar dari pandangannya secara perlahan. Vanilla berharap bahwa itu hanya khayalan belaka. Dia tidak ingin Ravi menyaksikan kecerobohannya seperti tertidur di halte sampai jam 2 pagi, bahkan sampai hipotermianya kambuh.

***

Vanilla terbangun di kamar kosnya dengan tubuhnya terbungkus rapi dalam selimut. Dia tidak ingat bagaimana dia bisa sampai ke sini. Yang dia ingat, bus akhirnya datang.

Karena khawatir hipotermia kambuh, Vanilla pun melilitkan dirinya dengan selimut secara erat. Seingatnya, dia begitu lelah sehingga bahkan tidak mengganti pakaiannya semalaman.

***

Setelah mandi, Vanilla menyadari bahwa hari ini adalah Minggu. Ini akan menjadi minggu pertamanya menjalani hari sendirian. Meskipun masih merasa sedih, dia memutuskan untuk pergi berjalan-jalan sendirian. Vanilla berharap bahwa mungkin, seiring berjalannya waktu, dia akan terbiasa dengan keadaan tersebut.

Saat membuka pintu kamarnya, Vanilla langsung melihat pintu kamar Ravi. Hal tersebut membuatnya mempertanyakan berapa lama waktu yang dibutuhkannya untuk melupakan Ravi. Tapi, tunggu dulu. Sejak kapan pintu kamarnya tidak terkunci?

Apakah kemarin Vanilla sangat lelah sehingga ia lupa mengunci pintu? Padahal, ia yakin sudah mengunci pintu setelah pulang menggunakan bus. Ini sungguh aneh!

***

Vanilla mengunjungi pameran buku di pusat kota yang menampilkan seorang bintang tamu yang baru terkenal, seorang penulis muda bernama Aithne Han, yang baru berusia 25 tahun.

Pameran buku tersebut sangat ramai dengan tempat yang luas. Vanilla sangat bersemangat untuk membeli banyak buku dan berharap bisa mengikuti acara fanmeet dengan penulis Han.

Saat melangkah menuju rak paling ujung, Vanilla melihat siluet beberapa orang di ruangan sebelah. Di antara mereka, terdapat tiga pria yang berpakaian serba hitam. Salah satunya adalah seorang politikus yang cukup dikenal.

Vanilla berpikir betapa meriahnya pameran buku ini, bahkan tokoh politikus pun turut hadir. Itu sungguh menarik baginya.

Di rak paling ujung, Vanilla menghabiskan waktu cukup lama untuk memilih buku yang akan dibawanya pulang. Dia mendengar percakapan samar-samar dari tiga pria di sebelahnya, salah satunya mengatakan, "sekap dengan bius dan buang dia hidup-hidup."

Vanilla cukup terkejut mendengar itu. Mungkin dia salah dengar? Apakah politikus dan pria-pria berpakaian hitam itu membicarakan buku? Ini membuatnya ingin mendengarkan lagi dengan seksama.

Namun, suara percakapan itu semakin terselubungi oleh keramaian di sekitar. Vanilla masih sempat menangkap kata-kata "Aithne Han" dalam percakapan mereka. Mungkin itu adalah tentang karya buku yang baru saja diterbitkan oleh penulis baru tersebut?

Tanpa menunda, Vanilla segera melangkah menuju rak buku best seller tempat karya Aithne Han dipajang. Tanpa disadarinya, salah satu dari pria berpakaian hitam itu sedang memperhatikan setiap langkahnya.

Pria yang mengenakan pakaian hitam itu khawatir bahwa gadis itu mungkin mendengar percakapan mereka karena dia terlalu dekat dengan tempat mereka berdiskusi.

***

Buku-buku Aithne Han membahas berbagai kontroversi yang terjadi di Korea Selatan. Dalam waktu singkat, penulis ini telah menerbitkan tiga buku dan akan segera merilis yang keempat, semuanya mengulas kontroversi yang sama.

Buku-bukunya menggali kasus-kasus yang belum terselesaikan, terutama yang terkait dengan pembunuhan atau kejahatan. Mereka mengungkap fakta-fakta baru yang belum terungkap sebelumnya melalui karya-karya tersebut.

Fokus pada kesimpulan yang didukung oleh fakta-fakta baru menjadi titik penting dalam buku tersebut. Semua argumennya sangat logis. Kabarnya, buku volume keempat akan mengeksplorasi kontroversi seputar pemerintahan.

Menulis materi seperti itu memang berpotensi berbahaya. Bagaimana jika tersangka pembunuhan atau pihak terkait dalam kasus tersebut masih hidup? Hal tersebut bisa sangat berisiko dan menimbulkan ketidaknyamanan bagi mereka.

***

Vanilla kini menghubungkan pembicaraan antara pria-pria berjas hitam dan topi hitam. Kemungkinan kesimpulan dari percakapan mereka semuanya terdengar menyeramkan. Hal ini diperparah dengan fakta bahwa penulis tersebut sedang berada di depan para penggemar tanpa pengawalan oleh sekuriti pribadi atau yang sejenisnya.

(Bersambung)

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status