Share

4. Kasus pembunuhan seorang penulis

Pameran itu diatur oleh panitia acara yang biasa mengadakan acara semacam itu. Vanilla berusaha untuk memverifikasi pemikirannya dengan mendekati salah satu pengunjung yang antusias.

"Apa ini fan meeting pertama kali penulis Han?" tanyanya.

Penggemar tersebut pun menjawab, "Benar. Awalnya Aithne Han tidak pernah menunjukkan sedikitpun tentang informasi pribadinya. Namun, kali ini ia memulai untuk coba lebih terbuka demi penggemarnya."

Vanilla merasa khawatir bahwa penulis tersebut bisa mengalami sesuatu yang buruk. Namun, apakah ada orang lain selain dirinya yang mendengar rencana jahat di ruangan itu? Vanilla sungguh tidak ingin skenario yang baru saja terlintas dalam pikirannya menjadi kenyataan.

Dari kejauhan, Vanilla melihat kembali ruangan di mana para pria berpakaian serba hitam itu berada. Sepertinya mereka semua telah pergi.

"Anda mencari seseorang, Nona?"

Vanilla pun berbalik dan menatap ke atas, mencari sumber pertanyaan yang mengusiknya.

Rupanya, sang penanya adalah salah satu dari mereka yang mengenakan pakaian serba hitam, walaupun tanpa jas dan kacamata hitam. Satu-satunya yang ia kenakan adalah topi hitam yang masih ia pakai. Vanilla masih ingat topi itu dengan jelas.

"Ada yang salah dengan topiku?" ucap pria tersebut sambil tersenyum.

"Maaf Tuan, aku permisi," jawab Vanilla.

"Tunggu," ucap pria itu sambil menghalangi jalan.

"Nampaknya kau benar-benar mendengarnya. Aku sedari tadi melihat pergerakkanmu, Nona," bisiknya.

Vanilla merasa sangat cemas. Ia merasa kesalahan besar telah datang ke pameran buku ini. Seharusnya, ia hanya tinggal di kamar dan beristirahat.

"Maaf, aku tidak mengerti maksudmu, Tuan," jawab Vanilla menghindar.

"Kau tidak pandai berakting. Aku tidak bodoh, Nona," jawab pria itu sambil terus tersenyum.

Vanilla segera pergi meninggalkan pria itu. Ia keluar dari gedung pameran. "Tetap awasi nona itu. Dia mengetahuinya," bisik pria tersebut melalui sebuah handy talkie.

"Lebih baik, cari juga informasi nona itu. Sangat merepotkan, jika ia memiliki koneksi dengan orang penting. Akan sia-sia jika kita mengurusnya, namun ternyata ia hanya gadis miskin yang tidak bisa melakukan apa-apa," sambung pria yang menerima panggilan tersebut.

***

Vanilla merasa ketakutan? Iya. Dia tidak yakin dengan segala yang telah dia lakukan sejak tadi. Namun, tidak berapa lama--

DARRR!

Dari gedung pameran terdengar suara ledakan yang membuat semua orang berhamburan keluar sambil berteriak, membuat suasana menjadi kacau.

Di tengah kerumunan yang kacau, Vanilla bergegas untuk kembali ke dalam gedung. Setelah melalui desakan orang-orang, dia akhirnya berhasil kembali masuk dan mencoba melihat apa yang sedang terjadi di dalam.

Di dalam, panitia berusaha menyuruh penggemar untuk meninggalkan ruangan acara fanmeet. Namun, di tengah keadaan yang kacau, Vanilla melihat ada sesuatu yang aneh.

"Cepat panggil polisi dan ambulans!!!" ucap seorang politikus yang Vanilla pernah lihat di ruangan belakang itu.

Vanilla tidak bisa menyembunyikan wajah kagetnya melihat politikus tersebut bertindak seolah membantu. Politikus tersebut juga terhentak melihat kehadiran gadis yang sempat ia curigakan tersebut. Matanya terbelalak.

Beberapa anggota panitia berusaha menghubungi polisi dan ambulans. Sementara itu, ada juga anggota panitia yang menangis histeris saat melihat bintang tamu mereka terkena tembakan.

"Tangkap dan bunuh dia. Gadis itu mengetahui semuanya," bisik salah satu pria berbaju hitam dari kejauhan.

***

Seorang panitia segera menghampiri Vanilla. "Mohon penggemar untuk tidak masuk ke dalam," ujar panitia.

"Maafkan aku. Aku segera keluar," Vanilla pun menunduk dan segera bergegas keluar. Ia berlari keluar gedung setelah memastikan apa yang terjadi di dalam. Vanilla duduk dan berusaha menenangkan diri.

Vanilla semakin tidak bisa mempercayai apa yang baru saja dia saksikan. Dia jelas melihat politikus itu berpura-pura seolah dia sangat peduli dengan situasi tersebut. Setelah merangkum semua yang telah dia saksikan dari awal hingga saat ini, kecurigaannya semakin menguat.

Dengan firasat yang buruk, Vanilla segera meninggalkan tempat kejadian dan bergegas pulang.

Ketika Vanilla pulang, suasana di sekitarnya ramai karena semua orang sedang membicarakan insiden di pameran buku pusat kota. Begitu tiba di kamarnya, Vanilla langsung menyalakan TV.

Saluran televisi mulai melaporkan kejadian di lokasi yang baru saja dikunjungi Vanilla. Mereka menyajikan fakta-fakta yang telah terkumpul tentang insiden tersebut.

- Tembakan ditembakkan dari jarak jauh menggunakan senapan.

- Aithne Han masih dalam kondisi koma dan belum meninggal.

- Tembakan mengenai matanya secara langsung.

- Polisi masih belum menyelidiki para tersangka yang dicurigai.

Dari semua itu, mungkin Vanilla bisa menjadi saksi dalam kasus tersebut. Namun sayangnya, saat insiden terjadi, ia berada di luar gedung. Padahal, ia yakin mengetahui siapa dalang atas semua kejadian tersebut.

Vanilla mencurigai bahwa politikus tersebut adalah dalang di balik kejadian tersebut. Namun, yang sebenarnya menembakkan peluru pasti adalah orang yang disuruh olehnya. Ini terlihat sebagai pembunuhan yang direncanakan. Tetapi, bukankah rencana yang ia dengar di awal yaitu disekap dan dibius?

***

Pukul 4 sore, peristiwa itu sudah menjadi headline news di semua kanal berita. Setelah menyadari persediaan minumannya habis, Vanilla pun mencoba mengalihkan pikirannya dengan berencana pergi ke minimarket.

Vanilla berpikir bahwa kemungkinan dirinya sedang dicari oleh para pelaku kejahatan tersebut. Dari saat itu, ia merasa perlu untuk lebih berhati-hati dalam setiap langkahnya. Vanilla sadar akan situasi dan merencanakan tindakan yang tepat untuk melindungi dirinya.

Vanilla menyadari bahwa dia harus selalu waspada dalam menjalani hidupnya, bahkan untuk sisa hidupnya.

Ketika membuka pintu, Vanilla tanpa sengaja bertemu dengan mantan pacarnya, Ravi Nam. Keduanya terkejut saat berpapasan, teringat akan akhir hubungan mereka yang kini menjadi canggung.

Vanilla memaksa dirinya untuk menyapa Ravi.

"Hai...." sapa Vanilla.

"Kamu sudah sehat?" tanya Ravi kepada Vanilla.

Ravi merasa lega saat Vanilla menyapanya, yakin bahwa Vanilla telah menerima keputusannya. Selain itu, dia juga merasa lega karena mengetahui bahwa Vanilla telah sembuh dari kondisi hipotermia.

"Iya, aku sehat," jawab Vanilla mengangguk.

"Sekarang mau kemana?" tanya Ravi basa-basi.

"Aku mau beli minuman di minimarket bawah, hehe,"

"Oke, hati-hati ya...." jawab Ravi mengakhiri. Vanilla pun jalan dan menuruni tangga ke bawah.

Vanilla merasa sulit untuk menahan perasaannya di dalam hati. Ia menyadari bahwa perasaannya terhadap Ravi masih kuat. Meskipun sangat disayangkan bahwa ia harus menikah demi kepentingan bisnis orang tuanya, Vanilla mengerti bahwa itu adalah keputusan yang harus diambilnya.

Vanilla merasa kagum melihat kepatuhan Ravi kepada orang tuanya. Dia yakin bahwa pasangan yang akan dijodohkan dengannya pasti juga baik dan menarik. Vanilla mengerti mengapa Ravi tidak menolak keputusan tersebut.

Vanilla tiba-tiba diseret ke gang belakang dekat tempat sampah sebelum ia sempat masuk ke minimarket. Tindakan itu terjadi begitu cepat dan dalam ketenangan jalanan yang sepi, sehingga tak seorang pun menyadari kejadian tersebut. Sekarang, posisinya tidak terlihat dari luar.

Vanilla tidak sempat mengeluarkan suara karena dia tadi tenggelam dalam pikirannya sendiri. Tanpa peringatan, tangan besar juga segera menutup mulutnya.

"Hei, Nona, kali ini aku sedang berbaik hati," ucap pria tersebut.

Meskipun wajahnya tidak dikenali oleh Vanilla, dia merasa yakin bahwa situasi ini terkait dengan peristiwa di pameran buku sebelumnya.

"Aku bisa langsung berbuat hal buruk yang tidak kau inginkan disini. Namun, ada satu hal yang bisa membuatku tidak berbuat demikian," ucap pria itu menyeringai.

(Bersambung)

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status