Kiara memutar-mutar cincin di jari manis sebelah kirinya. Memandang benda itu yang menghias jemarinya.
Masih terasa mengganjal karena sebelumnya Kiara tak pernah memakai cincin di jemarinya.
Dan pesan yang Keith katakan setelah mereka melakukan pertunangan adalah larangan untuk Kiara melepas cincin tersebut sampai nanti cincin yang terpasang di jari manis kirinya terganti dengan cincin pernikahan mereka.
"Kayaknya pulang sekolah hujan deh! Mendung banget gitu" Fia berkata pelan dengan kedua mata yang memandang pada jendela kelasnya.
Mendengar tak ada respon dari teman sebangkunya itu membuat Fia menolehkan wajah pada Kiara yang masih memainkan cincinnya.
"Waah!! Bagus, kenapa? Tumben pake cincin?" Fia menarik jemari Kiara demi bisa melihat cincin yang melingkar di sana.
"Hadiah dari Papah" Beritahunya yang jelas itu bohong.
"Mahal pasti, berkilau banget loh ini Ki!"
Kiara hanya tersenyum tipis menanggapi ucapan Fia. "Tapi kenapa wajah lo kayak gak seneng gitu Kia?" tanya Fia yang merasa janggal oleh perubahan wajah Kiara.
"Gue- gue sedikit gak enak badan aja makanya wajah gue kayak gini" Fia berkerut kening dan mencoba menelisik wajah temannya memindai apakah Kiara berbohong atau jujur.
"Udahlah Fi, gue gapapa"
Fia mendengus pelan dan mengangguk saja, mengiyakan apa yang Kiara katakan.
***
"Gema di situasi kayak gini kenapa malah gak sekolah ya?"
Fia menggerutu pelan, mengumpati Gema yang kini tengah izin sekolah.
Kiara melipat kedua tangannya di depan dada merasa lucu melihat Fia yang menggerutu karena kesal.
Fia terus berdoa agar pulang sekolah nanti tidak turun hujan, namun sayang doa temannya itu tak dijabah karena kini hujan begitu lebat mengguyur bumi tempat mereka berpijak hingga menghambat langkah mereka untuk pulang.
"Mau bareng gue gak?" Satria yang tengah membuka tas untuk mengambil jaket di dalam tasnya itu bertanya pada Fia yang dibalas dengusan kesal gadis itu.
"Boti' gitu? Gila kali lo ya!" kesal Fia pada Satria yang menawarkan tumpangan namun pria itu justru membawa motor ke sekolah, dan yang pasti Satria akan pulang bersama dengan Aura yang notabene kekasihnya.
"Hihihi, jangan kesal gitu dong Fi, nanti tambah jelek loh" ledekan Aura justru membuat Fia makin berdecak kesal dan mengambil ponselnya untuk memilih memesan taksi.
"Kia lo ikut gue aja ya naik taksi, males gue kalo sendiri" Kiara mengangguk pelan menjawab ajakan Fia, lagi pula dia juga bingung bagaimana caranya pulang jika hujan deras seperti ini. Jika harus menaiki angkutan umum akan sangat berisiko membuat bajunya basah karena dia harus berlari menuju halte sekolah.
"Lo gak mau bareng gue aja Ki?" Bima datang dari arah belakang mereka dan menawarkan Kiara tumpangan membuat kedua mata Fia membulat lebar.
"Ih! Enggak! Kalo Kiara bareng lo, gue sendiri dong! Kiara mau pulang bareng gue Bima!"
"Lo kan bisa pulang sendiri"
"Gue gak mau!"
Di tengah perdebatan yang cukup menghibur Kiara itu, ponselnya yang berada di saku rok abunya bergetar menandakan ada panggilan masuk.
Kiara melihat nama 'Pak Keith' Menghiasi layar ponselnya. Ia perlahan meneguk salivanya kasar dan memilih menjauh dari teman-temannya dan menjawab panggilan Keith.
"Halo Pak?" Kiara terpejam erat dan mengutuk bibirnya yang kelepasan memanggil pria itu dengan sebutan 'Pak.
"Pak? Kamu minta ku hukum Kiara?"
Kiara memutar otaknya dan mencari alasan yang tepat untuk terhindar dari hukuman yang akan Keith beri. "Sa-saya masih di sekolah Pak, tidak mungkin saya harus sebut nama Bapak" ia membela dirinya dan berharap Keith akan percaya.
"Baiklah! Kamu pulang denganku sekarang. Aku tunggu di parkiran guru, di sini tidak ada orang, kamu tidak perlu takut ketahuan"
"Tapi-"
"Atau aku yang harus menjemputmu ke sana Kiara?" Kiara membulatkan kedua matanya lebar dan lantas menggeleng kuat. Tak bisa ia bayangkan bagaimana hebohnya orang-orang yang masih ada di gedung sekolah jika melihat Pak Keith, guru killer di sekolah mereka mendatanginya dan mengajaknya untuk pulang bersama.
Kiara pasti akan menjadi trending topik pembicaraan selama berhari-hari di sekolah.
"Tidak! Saya yang akan ke sana Pak!"
"Bagus! Cepat datang" Panggilan tersebut dimatikan oleh Keith dan membuat Kiara mendesah pelan.
Setelah menyimpan kembali ponselnya ke dalam saku roknya, Kiara kembali menemui keempat temannya yang masih bertahan di depan kelas dan bingung cara mereka menyebrang lapangan untuk pulang.
Setibanya di samping Fia, gadis itu berkata pada Kiara bahwa ia masih belum mendapatkan taksi online.
"Gimana kalo lo pulang bareng Bima aja Fi" usul Kiara pada temannya itu.
"Terus lo gimana?" tanya Bima serius, karena kini hujan sangat deras dan mereka tak mungkin meninggalkan salah satu dari temannya di sekolah.
"Papah gue udah jalan kok mau jemput gue" ucap Kiara dengan nada biasa. Sepertinya ia perlahan makin terbiasa berbohong pada teman-temannya ini.
"Kalo gitu kita tunggu sampai Om Dewa jemput" ucap Aura yang sudah memakai jaket tebal milik Satria karena hawa dingin yang menusuk kulit.
"Kalian gak perlu ikut tunggu, udah kalian duluan aja. Gue gapapa sendiri di sini-"
"Enggak Kia! Kita gak mungkin biarin lo tunggu sendirian di sini" Bima berujar tegas pada Kiara yang tidak menerima bantahan.
Kiara pun kian bingung bagaimana caranya agar dia bisa pergi ke parkiran guru tanpa membuat teman-temannya curiga dan percaya?
Di tengah kebingungannya, ponselnya kembali berbunyi yang sudah ia tau siapa yang meneleponnya. Kiara mengambil ponselnya dan menjawab panggilan itu tanpa melihat namanya.
"Iya Pah? Ohh Papah sudah di sini? Iya Kiara ke sana!" Kiara kemudian mematikan panggilan tersebut tanpa menunggu seseorang di balik panggilannya itu berucap sepatah kata.
"Papah udah tunggu gue, kalo gitu gue duluan ya" Kiara tersenyum lebar dan memilih berlari meninggalkan teman-temannya yang belum sempat bertanya padanya, namun Kiara memilih menembus hujan demi bisa kabur dari teman-temannya dan tak membiarkan mereka bertanya lebih jauh atau akan mengantar dirinya.
Terkadang Kiara kesal terhadap teman-temannya yang memiliki sifat solidaritas begitu tinggi.
Kini dia harus rela basah-basahan demi bisa mencapai mobil Keith yang mesinnya sudah menyala terparkir di parkiran guru yang sudah sepi.
Kiara membuka pintu mobil Keith dan duduk di dalam mobil dengan tubuh yang sudah basah kuyup.
"Maaf Pak, badan saya basah, jadi mobil Bapak ikut basah" Kiara berujar permohonan maafnya pada Keith yang menatap datar padanya membuat Kiara takut akan tatapan yang Keith beri.
Ia berpikir bahwa Keith marah padanya karena dia membuat mobil Keith basah.
Keith tak menjawab ucapan Kiara, pria itu lebih memilih menjalankan mobilnya keluar dari lingkungan sekolah dan menembus hujan untuk membawa mereka pulang.
Kiara yang didiamkan memilih menempelkan tubuhnya pada pintu mobil dan memeluk dirinya sendiri karena ac mobil yang berhembus makin membuat tubuh basahnya kedinginan.
***
Kiara tak mengerti mengapa Keith tak membawanya ke rumah, karena jalan yang mobil Keith lalui ini bukan mengarah ke rumahnya.
"Pak, sebenarnya kita mau pergi kemana?" tanya Kiara pada Keith, dia sudah begitu kedinginan dan ingin segera pulang untuk bisa berendam air panas di rumah, namun Keith justru tak mengantar dia kembali pulang.
"Panggil Pak sekali lagi, akan aku cium sampai kamu kehabisan napas Kiara!" Suara Keith menggeram dalam membuat tubuh Kiara kaku, ia melupakan persoalan itu.
"Ma-maaf ... Maaf aku lupa" Kiara menutup hidungnya saat ia mulai bersin. tubuhnya menggigil karena kedinginan.
Tak tega melihat Kiara yang kedinginan, Keith memilih mematikan ac mobilnya dan mempercepat laju mobilnya agar mereka segera tiba di tujuan.
Mobil yang Keith kendarai itu mulai memasuki area apartemen mewah di pusat kota. Kiara tak mengerti mengapa Keith membawanya kemari dan bukan pulang ke rumahnya.
"Kenapa kita ke sini?" Tanya Kiara setelah Keith berhasil memparkirkan kendaraannya di parkiran apartemen.
"Orangtuamu menitipkanmu padaku Kiara, mereka sedang tak ada di rumah"
Kening Kiara berkerut dalam mendengarnya, karena ia merasa tak mendapat telepon atau pesan dari kedua orangtuanya yang berkata seperti apa yang Keith katakan barusan.
"Tapi Mamah dan Papah tidak menghubungiku" Kiara mengambil ponselnya dan melihat pesan atau daftar riwayat panggilan, namun nihil yang didapatinya. Tak ada pesan atau panggilan masuk ke ponselnya dari kedua orangtuanya.
"Coba hubungi, mungkin mereka lupa" Keith mengangkat kedua bahunya datar, menunggu Kiara yang kini mencoba menelepon Mamahnya itu.
Pada dering ketiga panggilan Kiara dijawab dan itu mencipta desah lega Kiara.
"Mah-"
"Kiara? Apa kamu sudah dengan Keith sekarang?" Belum selesai Kiara menyapa Mamahnya, wanita di sebrang teleponnya itu sudah bertanya mengenai Keith yang duduk di sebelahnya dengan pandangan menyorot ke depan.
"Iya Mah, sudah" jawab Kiara pelan.
"Baguslah, kamu dengan Keith dulu ya malam ini. Mamah dan Papah sedang ke rumah sakit, teman Papah ada yang dirawat. Kamu jangan merepotkan Keith" Jelas Rima pada Kiara.
"Tapi Mah-"
"Kiara, Mamah sedang dijalan, nanti lagi ya teleponnya. Bye sayang!"
Panggilan dimatikan tanpa sempat Kiara mengucap sepatah kata.
"Bagaimana? Sudah jelas?" Keith menatap Kiara yang mengerjap pelan. Keith yang melihat itu begitu gemas dan tak sabar untuk berada di dekat Kiara malam ini.
Ia sudah berkata pada orangtua Kiara bahwa malam ini ia ingin Kiara bersamanya, alasannya memang hanya untuk mendekatkan dirinya meski dia sudah terlanjur berjanji pada kedua orangtua Kiara agar tak menyentuh dan bersikap kurang ajar pada anak gadis mereka sebelum ia dan Kiara sah menjadi sepasang suami istri nanti.
Tak apa, Keith masih bisa menahannya agar tak menyentuh lebih jauh Kiara malam ini.
Namun tetap saja, Keith yang tidak bisa bertindak dan berpikir normal saat berada di dekat Kiara akan tetap melancarkan aksinya untuk menyentuh Kiara malam ini. Meski tak sampai melanggar janji, namun semua ini sudah Keith bayangkan bahkan sejak dulu saat ia mengenal dan bertemu Kiara.
"Ayo kita masuk, ganti pakaian basahmu itu" Keith memasang senyum miringnya dan keluar dari mobil diikuti Kiara di belakangnya.
Special Kiara Pov *** Gelap ... Sunyi ... Dan terasa sangat hampa. Aku tidak pernah menyangka jika aku terjebak dalam kegelapan yang tidak ada ujungnya. Semuanya terasa aneh dan menyeramkan untukku. Berlari kemanapun kakiku melangkah aku tidak bisa menemukan cahaya atau seseorang. "Kiara ... Kapan kamu akan bangun? Aku membutuhkanmu Kleo dan putri kita juga begitu ..." Keith! Itu suara Keith! Aku bisa mendengarnya namun aku tak bisa melihatnya dan merasakan kehadirannya! "Keith! Kamu di mana?!" Aku berteriak memanggilnya namun tidak ada jawaban, aku hanya bisa mendengar suara Keith yang terus bercerita seolah aku mendengarnya namun dia tak bisa mendengar suaraku. "Cepatlah sadar Kiara, jangan pernah pergi tinggalkan kami!" Sadar? Kenapa Keith berharap aku sadar? Memang aku sedang dimana? Jantungku berdebar dengaan kuat, hari berganti hari tak lagi aku rasa. Aku terus ketakutan berada di ruang gelap ini. Sampai entah aku menunggu berapa lama, aku mulai merasakan
Special Keith's Pov***Aku tidak pernah merasakan kehancuran di dalam hidupku sebelumnnya.Hanya saja, saat melihat Kiara terbaring koma di ranjang pesakitan sudah benar-benar merengut sebagian kewarasanku. Aku sungguh takut kehilangan dia, aku takut tidak bisa lagi melihat wajahnya ketika bangun tidur, aku takut tidak ada yang menyambutku pulang bekerja dengan pelukan hangat lagi setiap harinya. Sungguh ketakutanku membuatku terus bermimpi buruk setelah melihat sendiri bagaimana detik-detik istri tercintaku ingin pergi. Mimpi itu selalu menggangguku sehingga aku selalu mengalami panik berlebih.Contohnya seperti malam ini, aku kembali bangun di tengah malam ketika mimpi mengerikan itu datang lagi, Kiara yang bersimbah darah dan meninggal tepat di depan mataku."Tidak!! Kiara sayang jangan pergi!!" aku mengigau dengan keringat yang membanjiri wajahku. Rasanya sangat berat saat akan membuka kedua mata. Saat merasakan usapan di kening dan tepukan ringan di pipi barulah aku berhasi
Kiara membuka perlahan kedua matanya dan mengerang pelan. Merasakan rasa sakit di perut, tangan Kiara mengusap perutnya dan merasakan keanehan di sana. Ia merasakan perutnya lebih keras dari biasanya, jantungnya berdebar kuat menduga apa yang terjadi pada dirinya. "Kiara sayang, kamu sudah bangun? Apa yang kamu rasakan?" Kiara menoleh pada pintu dan melihat Keith yang datang membawakan nampan berisikan makanan dan air untuknya. Keith masih dengan pakaian kantornya namun dasinya sudah tak dipakai juga tiga kancing atas kemejanya yang sudah terbuka, penampilan Keith pun sedikit berantakan namun Kiara bisa melihat ada sebuah sinar bahagia di kedua mata Keith. "Aku kenapa" tak menjawab tanya Keith padanya, Kiara justru menanyakan apa yang terjadi pada dirinya sendiri. Keith berjalan makin dekat dan meletakan nampan tersebut di atas nakas di samping ranjang sebelum duduk di sisi tubuh Kiara. Tangan Keith menjangkau satu tangan Kiara dan digenggamnya erat. "Kamu berhasil ... Kita berd
"Jadi sebelumnya kamu sama Jane memang pernah berkirim pesan?" tanya Kiara dengan tatapan menyelidiknya pada Keith. Pria yang ditanya hanya memberi cengirannya dan mengangguk tanpa rasa bersalah. "Saat itu aku pikir kamu masih memendam benci pada Jane. Aku mau menjagamu sayang, jangan salah paham ya?"Kiara mendengus pelan dan bersidekap jemarinya menarik pelan pipi Keith dengan penuh rasa gemas."Alasan!" ujarnya yang justru mendapat tawa geli Keith."Sudah yuk, ikut aku, kita kencan" ajak Keith pada istrinya."Kleo bagaimana? Dia di rumah sendiri!""Jangan khawatir, sebelum aku kesini Mamah dan Papah mu datang dan mereka mengajak Kleo keluar. Jadi kita punya waktu berdua sampai malam nanti"Kedua mata Kiara berbinar mendengar kalimat akhir Keith."Benarkah?!""Ya, kita akan berkencan satu hari ini! Kita habiskan waktu ini berdua saja"Kiara memeluk lengan Keith dengan senyum yang mengambang lebar di bibir."Iya aku mau!!"Keduanya pun meninggalkan area restoran dan mencari tempat l
Jane terkekeh geli dan menepuk pelan punggung tangan Kiara yang raut wajahnya berubah sendu setelah mendengar kalimatnya barusan. "Jangan dipikirkan, meski aku mencintai Keith kita tidak akan pernah bisa bersama. Aku tau bagaimana besarnya cinta Keith padamu!" Kiara mendesahkan pelan napasnya, "bukan itu yang aku khawatirkan! Apa selama ini kamu tersiksa karena perasaan cinta itu melekat di hatimu?" Senyum di bibir Jane perlahan menghilang dan jujur saja Jane mengiyakan pertanyaan Kiara di hatinya. "Tersiksa sih tidak, namun karena perasaan itu aku justru susah menerima kehadiran pria lain di hidupku. Hanya suamiku pria paling sabar yang mau menunggu aku siap menerimanya sampai akhirnya aku menikah dengannya" "Apa kamu mencintai suamimu?" "Aku sayang padanya, jika dikatakan cinta mungkin belum pasti. Aku masih ragu dengan perasaanku sendiri" Kegiatan keduanya terinterupsi saat dering ponsel Jane berbunyi. Wanita itu nampak sangat serius menjawab telepon yang masuk ke dalam pons
"Jadi ada apa memanggilku kemari?" tanya Kiara lansung pada intinya, tak menanyakan kabar serta pertanyaan basa-basi lainnya pada Jane yang terlihat sibuk menenangkan balita di gendongannya karena terlihat mulai tak nyaman. "Seperti yang sudah ku tulis di pesan itu, aku mau meminta maaf padamu. Sungguh bertahun-tahun lamanya setelah apa yang menimpamu membuat hidupku terasa tak tenang" Kening Kiara berkerut dalam, "mengapa kamu sampai memikirkannya? Bukankah seharusnya kamu kesal padaku karena membuatmu terusir dari perusahaan Keith?" Bibir Jane menyunggingkan senyum kecut dan kepala wanita itu mengangguk "iya. Jika persoalan itu tentu aku masih kesal padamu, namun tentu aku sudah melupakannya dan mengikhlaskannya. tapi bukan itu yang menggangguku"Kiara mengangguk mengerti, bibirnya tersungging senyum tipis. "Apa kamu mau pesan minum dulu?" Kiara mengangguk pelan "boleh" Jane memanggil seorang pelayan untuk memesankan minuman untuk dirinya dan Kiara. Selagi menunggu pesanannya
Sudah berjalan hampir 5 bulan setelah hari ulang tahun Kiara.Wanita satu anak itu kembali menjalani kehidupan rumah tangganya dengan seperti biasa.Dan semenjak pemeriksaan 4 bulan lalu, dan masih dinyatakan bahwa Kiara belum juga hamil membuat Kiara menyerah untuk konsul pada dokter kandungan.Kiara berbicara pada Keith, jika memang dia masih diberikan kehamilan biar menjadi kejutan untuknya dan Keith.Sejak itu pula Kiara tak lagi berharap lebih ketika memeriksakan dirinya pada dokter kandungan dan menanyakan apa rahimnya telah terisi sosok mungil.Menjadi ibu satu anak juga lumayan menguras tenaganya, meski Kiara tak melakukan pekerjaan berat seperti mencuci dan membersihkan rumah namun memasak yang memang dilakukan Kiara dan melayani Keith serta mengajak bermain Kleo berhasil menguras banyak tenaganya.Namun Kiara juga menikmati itu semua. Baginya tak ada yang lebih penting dari keluarga.Saat tengah melakukan kegiatan berkebun yang dibantu Kleo, kegiatannya yang Kiara terhenti k
Keith yang saat itu baru pulang dari kantornya melihat seseorang pria yang tengah bermasalah dengan kendaraannya tepat di depan gerbang perumahannya. Sudah ada seseorang sekuriti yang tengah membantu pria muda tersebut melihat ke dalam kap mobilnya yang menurut Keith ada sedikit masalah. Karena penasaran, Keith turun dan menghampiri pria muda yang sepertinya keturunan bangsa eropa tersebut. "Apa terjadi masalah?" Keith turun dari mobilnya dan menghampiri si sekuriti yang lansung mengenalnya dan memberinya hormat. "Pak Keith, mobil pemuda ini mogok, dan saya tengah mencari apa yang salah dengan mesinnya" Keith mengangguk pelan dan mengerti "memang di mana rumahmu?" tanyanya pada si pria muda tersebut."Blok D nomor A39" Keith tak menyangka jika pria ini bisa lancar berbicara bahasanya, dan mendengar alamat yang disebutkan membuat kening Keith berkerut, karena dia tau jelas rumah siapa yang pria tersebut maksud. "Rumah Oma Nadia?" tanya Keith yang mendapat delikan kaget pria it
Setelah pulang dari rumah Nenek Kara, Kiara masuk ke dalam kamarnya dan mendudukan dirinya di atas ranjang. Tadi sekilas ia berbicara pada Oma Nadia, Nenek Kara ya g mengenalkan Aiden padanya. Pria itu rupanya anak bungsu dari Oma Nadia, Oma Nadia juga cerita jika Aiden baru menyelesaikan studi S1nya di Australia dan kini tengah berlibur di negara ini. Dan sialnya Kiara harus melihat tatapan menggoda Aiden untuknya. Bahkan di depan Ibu pria itu, masih bisa-bisanya Aiden mengatakan menyukainya. Meski Oma Nadia sudah memperingati Aiden bawa Kiara wanita beristri dan memiliki satu orang putra, tak menyurutkan senyuman Aiden dan godaan kecilnya untuk Kiara yang justru membuat Kiara tak nyaman dan lansung saja dia pamit pulang. Meski Kleo masih mau bermain dengan Kara dan tak bisa Kiara ajak pulang bersama, Kiara mengkhawatirkan Kleo, jika pria itu mencuci otak anaknya. Tidak! Kiara tak boleh berpikir begitu, di rumah itu ada Oma Nadia yang pasti akan menjaga Kleo. Tetap saja, Kiar