Share

BAB 7- My Sweet Girl

“Khiel, beasiswanya gue reject,” katanya di sela-sela musik yang terdengar kencang di acara parade Fashion Show Event milik Laura sahabatnya yang juga kekasih Khiel itu.

I want revenge her, for five years past," kata Leo lagi. “Hanya dia cewek yang berani nolak dan gampar gue ketika gue pengen sebuah Kiss,” kata Leo pada Khiel.

“Mabuk loe Leo, waktu itu, kan, Marta baru lima belas tahun Bud” jawab Khiel.

“Belum, gue belum mabuk, tetap aja penolakannya bikin terniang-niang di kepala bahkan sampe empat tahun khiel” kata Leo

“Dia banyak berubah Khiel, semakin dewasa dan sekarang jadi jauh lebih cakep dan Manis,” kata Leo ditengah tegukan wine-nya.

“Hati-hati Cindy bisa mendengarmu bisa dibunuhnya loe, tahu tunangannya suka ama anak bau kencur dan dari masa lalu, bisa-bisa pernikahan loe ama Cindy gagal karena loe mikirin yang loe udah berusaha lupakan” kata Khiel mencoba memberi advise kepada sahabatnya itu.

“Padahal kedua orang tua loe ama orang tua Cindy udah ngebet mengaharapkan pernikahan loe berdua, mengingat hubungan loe ama Cindy sudah berjalan hampir tiga tahun ini,” kata Khiel lagi seraya menepuk punggung sahabatnya itu mencoba menyadarkannya.

“Ah persetan dengan itu Khiel, hidup itu harus bebas masa iya jodoh gue juga diatur ama business,” sahut Leo.

"Gue dukung loe bro ... lanjutkan anak muda,” jawab Khiel seraya mengarahkan gelas wine-nya kearah Leo dan keduanya saling mengadu gelas wine mereka agar menghasilkan bunyi dan meneguk wine itu sampai habis.

Leo masih enggan beranjak dari tempat tidurnya. Tubuh dan mata begitu berat karena banyak minum dengan Khiel tadi malam, tempat tidurnya seperti mengikat tubuhnya kencang ditempat tidurnya, tetapi bunyi Handphone yang mengganggunya memaksanya membuka matanya.

 Dilihatnya layar handphone-nya, nomor itu sudah menelpon sebanyak empat kali dan Leo tidak mengenali nomor itu, karena masih belum tersimpan di kontaknya. Lagi-lagi nomor itu muncul di layarnya.

“Ya, halo,” katanya seraya enggan membuka matanya.

“Hi, saya Marta Pak,” jawabnya dari seberang telepon. “

“Pak aku sudah membuat pilihan, aku pilih Option nomor satu kata gadis berwajah sendu itu dari balik telepon.

“Ok nanti aku jemput kamu ke hotelmu,” jawab Leo.

“Anak itu belum berubah,” pikir Leo.

“Dia lebih memilih peran jadi ART daripada menjadi peliharaan,” gumam Leo tersenyum tanda bahagia.

“Pilihan yang sangat cerdas,” gumam Leo lagi.

“Baiklah mari kita mainkan caturnya,” katanya girang seraya melempar Handphone Apple-nya kesembarang arah diatas ranjang.

****

“Mbok maaf saya pindahkan ke kantor saya ya, supaya kerjaannya lebih ringan,” kata Leo ke ART-nya Mbok Marni, ART dari mamanya itu. “Lah tapi kenapa sih Pak Ton?” tanya wanita tua itu kepada Leo.

“Ada orang yang mau tinggal sama aku Mbok disini, dia bisa bersih-bersih sekalian Mbok. Tapi jangan bilang Mama dulu Mbok, nanti biar saya yang ngasi tau, ok Mbok?" cetus Leo. “Aman Tuan,” jawabnya pada Leo.

Leo melajukan mobil Audinya diantara jalanan ibu kota Jakarta tak ada yang berubah, sudah lima tahun dia menetap di Jakarta untuk memperluas bisinisnya sendiri, tapi dari tahun ke tahun pula Jakarta masih saja macet, seolah macet adalah Icon yang tepat untuk kota ini.

wajah Leo begitu sumringah dia melajukan mobilnya lagi lebih cepat ketika jalanan kosong dia tak sabar ingin segera mengangkut Marta dari hotel ke rumahnya, dia memarkirkan Audinya di parkiran, dari kejauhan dia sudah melihat Marta di lobby hotel.

Leo mengamatinya dari dalam Mobil, gadis polos berwajah sendu serta mungil itu akan bisa dinikmatinya setiap hari di Penthouse-nya.

“Mengapa dia doyan sekali menunduk dan menyembunyikan wajahnya," gumam Leo.

Cantik dan Natural begitu Marta bisa digambarkannya, wajahnya sendu berpostur mungil, tingginya hanya sekitar seratus enam puluh centimeter. Tak ada pulasan di wajahnya kecuali pelembab, berbeda dari gadis-gadis di luar sana yang ingin menempel dengan Leo, pulasannya terlalu tebal dan Glamour, gadis-gadis itu dengan rela hati datang kepada Leo padahal Leo cenderung dingin dan tak menanggapi tebar-tebar pesona para gadis itu.

Setelah puas memandangi Marta dari kejauhan Leo kemudian turun dan menghampiri Marta.

“Hi, are you ready?" sapa Leo dingin masih dengan image coolnya

Iya Pak” sahut Marta pelan, seolah suaranya hanya untuknya sendiri. “So Come on “cetus Leo langsung memunguti suitcase Marta dan Marta hanya mengikutinya dari belakang.

 Selama perjalanan ke Penthhouse milik Leo, tak ada kata yang keluar dari mulut mereka berdua keduanya membeku, Marta membuang pandangannya keluar melalui kaca jendela mobil sementara Leo menyetir disampingnya, sesekali mencuri pandang saat Marta lengah.

"Ini kamarmu, dan kamarku di sebelahnya,” kata Leo setelah mereka tiba di Penthouse milik Leo.

Marta melayangkan Pandangannya ke sekeliling rumah itu, segala ornamaent dirumah itu, tampak mewah dia tidak melihat ada tanda-tanda orang lain disana selain dia dan Leo. Rumah itu bahkan memiliki luas lima kali lebih besar dari rumah kakeknya yang dulu ketika di kampuang.

 "Besok Laura akan menjemputmu dan akan menemanimu belanja pakaian casual untuk kamu pakai ke kampus dan beberapa Dress yang kau butuhkan.”Kata Leo tiba-tiba mengalihkannya perhatian Martaa terhadap kemewahan di rumah milik Leo itu.

 “Laura akan membawamu ke butiknya tapi didalam lemari aku sudah menyiapkan beberapa untukmu seperti piyama dan pakaian dalam. Kamu boleh memeriksanya di dalam closet casse” tambah Leo.

“kamu boleh memakainya jika sesuai dengan ukuranmu, kalau tidak sesuai beritahu aku agar aku bisa menghubungi Laura menemanimu membeli yang sesuai," kata Leo kepada Marta yang hanya terpaku.

Marta terpikir dia akan tidur ditempat yang jauh lebih besar dari kamar hotelnya tadi, dan bahkan lima kali lebih besar dari kamar kostnya di Jogja, bahkan rak buku. Meja belajar sudah tersedia disana.

Dia begitu senang tapi ada hal yang mengganjal dihatinya, dia takut kepada Leo, dia takut kepada orang-orang di kampung kalau dia ketahuan tinggal seatap berdua dengan laki-laki tanpa ikatan atau mengira dia kumpul kebo.

Tapi dia lebih takut kalau tak mampu meneruskan cita-citanya, sejak ayahnya terkena kanker usus dari stadium tiga ke stadium empat, menjadi dokter adalah keinginannya karena itu dia benar-benar belajar keras untuk menggapainya walau baru-baru ini tersendat terkendala dana.

Marta salah memprediksikan, buku-buku kedokteran itu ternyata sangat Mahal, beasiswa yang di terimanya tidak cukup membantunya karena uang sakunya terbatas, sedang hasil mengajar bimbingan belajar part time-nya hanya cukup untuk kebutuhannya sehari-hari untuk membeli beras dan telor dan untuk sabun-sabunan.

“Kamu mandi dulu, setelah itu kamu turun kebawah untuk makan malam,” cetus Leo.

“Nanti aku buat contract list apa saja peraturan yang bisa kamu lakukan dan tidak bisa dilakukan!" kata Leo tegas.

“Iya Pak," jawab Marta kilat.

“Lain kali jangan panggil aku Pak, kamu boleh memangilku sayang, Honey atau apa saja yang menurut simple” kata Leo tegas.

Setelah beberapa saat Marta berendam di bawa Shower merilekskan otot-ototnya dan menikmati toilet barunya yang Elegant dan wangi bunga, dia bergegas meraih handuknya melilitkannya di dadanya, dia mengamati setiap sudut kalau-kalau Leo masih berkeliaran di kamarnya ternyata tidak ada.

Dibukanya laci lemari itu satu persatu, dan ditemukannya yang dia cari, pakaian dalam yang dimaksudkan Leo tertata rapi disana, merk Victoria Secret tertulis disana walau dia tak peduli dengan merk itu. dia hanya perlu pakaian dalam yang membuatnya nyaman.

 Dipilihnya pakaian dalam berenda warna hitam berukuran S, dan diperiksanya pasangan celana dalam dengan Bra dan ternyata Size-nya cocok dengan ukurannya yang tiga puluh empat, dia melihat dirinya di cermin kalau itu terlihat Sexi di tubuhnya, dan bergegas dipilihnya piyama berwarna biru langit dari antara beberapa warna piyama yang telah tersedia untuk dikenakannya malam ini.

Marta Pelan-pelan menuruni anak tangga mencari-cari arah dapur yang dimaksud Leo karena dia belum Familiar dengan Penth itu.

“Nagapain kamu mengendap-endap,” kata Leo tepat di belakangnya entah muncul dari arah mana.

“A.., aku nyari dapur," jawab Marta gugup.

“Ikut aku supaya kamu tahu setiap sudut rumah ini,” desis Leo tepat dibelakang telinga Marta, membuat bulu kuduknya berdiri dan Marta mengikutinya dari belakang dan Leo menujukkan seluruh ruangan di Penthouse itu.

"Aku sudah menyuruh staffku untuk mengurus kepindahanmu, agar minggu depan kamu langsung bisa kuliah dikampus baru, bertepatan semester genap, dan staff ku sudah mengirim nilaimu selama semester lima ke kampus barumu,” tambah Leo berlagak dingin.

“Iya Bang,” jawabnya singkat dan ketika Leo menatapnya Marta akan menunduk.

“Aku tadi membuat Spaghetti with salmon steak untuk kita berdua didapur, ikut aku ke dapur,” cetus Leo mencairkan suasana diantara mereka berdua dan Marta mengikutinya bagai anak kecil dan tanpa bantahan.

Marta dan Leo kemudian menikmati olahan tangan Leo itu. “Enak” pikir Marta,

“Selain Leo dingin ternyata Leo pintar juga memasak.” Pikirnya lagi

Apalagi setelah selama ini Lidahnya tak lagi pernah tersentuh dengan makanan di hadapannya kini. Dia memakan, makanan ini terakhir kali, ketika ayahnya masih bekerja dan sehat. Dan setelah tinggal bersama kakek dan neneknya ikan sungai adalah hal yang mudah didapat tetap enak tapi tidak se enak yang dimulutnya sekarang.

 Marta menikmati makanan di piringnya itu tanpa sisa, dia bahkan tidak peduli dengan Leo menilai rasa rakusnya. Dan lagi pula laki-laki itu juga tak inginn bertukar dan bertutur dengannya seolah dia sendiri di meja makan itu

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status