Share

The Legend

Langit yang sedang turun hujan seolah menjadi atap di arena pertarungan tersebut. Wajah-wajah kelelahan dari para murid yang berusaha menyerang pria itu tidak bisa ditutupi. Mereka tampak terengah-engah dengan badan yang penuh luka. 

“Ba-bagaimana ini guru?” tanya muridnya putus asa.

“Saat ini hanya kita bertiga yang tersisa,” imbuh murid lainnya.

Tubuh murid-murid Pak Tua itu sudah banyak yang terkapar di tanah. Membuat mereka yang masih berdiri menjadi pesimis. 

“Tenang saja, aku tidak membunuh muridmu Pak Tua,” kata pria itu dengan setengah meledek.

Mendengar perkataan tersebut, wajahnya semakin merah padam. Dahinya mengernyit dan matanya melotot ke arah pria yang masih bisa berdiri tegap di hadapannya.

SREK!

Pria Tua itu merobek bajunya dan memperlihatkan badan yang tidak terlihat berumur. Tonjolan otot-ototnya menghiasi seluruh badannya. Ia juga segera mengeluarkan senjata andalannya. 

“Huaaa! Apa ini? Kau benar-benar memakai katana untuk menghabisiku? Katanya kau hanya ingin menangkap ku saja?” tanyanya sambil memegang pinggangnya.

“Untuk bocah tengik sepertimu, tidak ada pilihan lain selain memotong kaki dan tanganmu,” jawab Pak Tua itu sembari memegang katana dengan tangan kanannya. 

“Aduduh, bikin aku merinding ketakutan saja. Seorang guru dari salah satu perguruan beladiri sampai mengeluarkan senjata andalannya."

“Oh! Atau ini bisa dibilang suatu kehormatan ya?” ledeknya. 

“Berhenti bicara bocah!” teriak Pak Tua itu sambil berlari dan mengayunkan pedang ke arah pria tersebut.

SYUNG! 

Ayunan katana dari pria paruh baya itu sangat cepat sehingga mengeluarkan kilatan cahaya. Dua murid yang melihatnya kegirangan. Mereka merasa jika gurunya sudah turun tangan, maka bisa dengan mudah menghabisi pria yang sedari tadi mereka kejar itu.

“Guru tidak mungkin kalah kan?” tanya muridnya.

“Tentu saja bodoh! Kau kira siapa dia? Kau tahu kan kalau guru kita yang sudah mendirikan perguruan beladiri selama lebih dari lima belas tahun. Beliau juga sudah dipandang oleh perguruan beladiri lainnya,” balas murid lainnya.

“Iya kau benar. Dan karena reputasi perguruan beladirinyalah, aku memutuskan untuk berguru dengan beliau,” katanya.

SET! SET! SET!

“Hei, ayolah kenapa dari tadi kamu menghindar saja bocah? Kemana perginya kesombonganmu yang tadi?” tanya pria paruh baya itu sambil terus mengayunkan katananya.

Pria itu sedari tadi memang hanya bergerak mundur menghindari sabetan yang tidak ada hentinya. Sisi mata pedang katana yang mengarah ke atas seolah siap untuk menusuk tenggorokan pria itu. 

“Hei, bocah sini mendekat! Pedangku sudah lama ingin berkenalan denganmu!”

SRET!

Akhirnya katana tersebut mengenai pria berbaju hitam itu hingga merobek penutup wajahnya. Luka tergores di sekitar bibirnya. Memang bukan luka yang dalam. Namun sudah mampu mengeluarkan darah segar. 

“Hahaha! Sedikit lagi habis kau!” teriaknya bersemangat.

“Apa kamu tahu, pedang katana ku ini bukan katana biasa? Dia dibuat khusus oleh ahli pembuat pedang di Jepang yang sudah berpengalaman dengan pedang samurai yang memiliki ketajaman yang luar biasa. Hanya dengan menarik sedikit saja mata pedangnya, maka dengan mudah akan tergores ibu jari sang pemilik,” jelas pria paruh baya itu sambil menunjukkan kulit ibu jarinya yang sudah mengalami penebalan dan pengerasan. 

“Hei, Pak Tua! Kau ingin bertarung atau jualan pedang?” tanya pria itu. Segera ia memasang kuda-kuda dan mengarahkan double stiknya.

“Apa?! Sial kau!” 

Pria paruh baya itu segera melesatkan katananya dengan arah yang tepat ke kerongkongan pria tersebut. 

TRANG!

Pria itu mengangkat double stiknya sebagai perisai. Kali ini ia nampak serius. Matanya tajam mengarah lawannya.

Dengan cepat kakinya menendang perut lawannya. Namun ia tahu betul, jika lawannya sekarang adalah pria paruh baya yang terlatih. Maka setelah menendang ke arah perutnya, pria itu menjadikan perut tersebut sebagai pijakan agar ia bisa melayangkan tendangan yang lebih tinggi dari kaki satunya lagi dengan mengarahkan ke bagian tangan. 

DUK! KLANG!

Pedang katana yang tadi sudah dibanggakan oleh lawannya kini terlempar jauh ke tanah. 

Tidak perlu menunggu aba-aba selagi lawannya kehilangan senjatanya, pria tersebut segera menghujaninya dengan pukulan double stik dibagian vital. 

'Wah, Paman itu hebat sekali. Ia tahu jika seluruh badan dari bapak tua itu berotot dan keras, oleh sebab itu ia menyerang bagian yang lain,' pikir Prabu dengan kagum.

'Tunggu! Gerakan apa itu? Karate atau Taekwondo? Aku belum pernah melihatnya,' tanyanya.

Pria itu melakukan pukulan seperti gerakan bandul. Yang gerakan tangannya dari bawah ke atas dan siku ditekuk 90 derajat. Namun terlihat ia mengarahkan ke bagian dagu. Oleh sebab itu ia mengangkat bahunya agar tepat mengenai lawannya. 

“Agh!” teriak pria paruh baya itu kesakitan. 

Begitu lengah, pria tersebut berusaha merobohkan lawannya dengan tendangan samping. Tidak hanya itu, ia pun melakukan tendangan yang dilakukan dengan cara mengangkat lutut setinggi-tingginya dan mendorong tungkai ke perut lawannya dengan sangat kuat.  

Setelah berkali-kali menerima tendangan, benar saja pria paruh baya itu jatuh juga. Segera pria yang dipanggil Paman oleh Prabu melakukan penguncian dan memastikan bahwa lawannya telah pingsan.

Melihat gurunya sudah tidak sadarkan diri, dua orang murid uang yang tersisa segera mengambil langkah seribu. 

“Pa-paman hebat sekali! Gerakan apa barusan itu?” teriak Prabu kagum.

Wajah pria tersebut yang kini sudah tidak tertutup kain, terlihat jelas. 

“Hah, tentu saja bodoh. Aku ini kuat dan hebat! Mereka semua bukanlah tandinganku!” ucapnya bangga.

“Ini pertama kalinya aku melihat pertarungan yang nyata dengan mata kepala sendiri! Paman benar-benar kuat!” puji Prabu. 

Mendengar pujian Prabu yang tidak ada habisnya, membuat ia membusungkan dadanya. Pria berhidung mancung itu memasang wajah tersenyum puas.

“Agh!”

Darah segar keluar dari luka di perutnya. Karena banyak bergerak dan belum menutupnya, kini lukanya semakin besar. 

“Hah, sial! Bisa-bisanya aku lupa pada luka ini,” ucap pria itu kesal ketika menyadari dibawah kakinya sudah tergenang air hujan yang bercampur dengan darahnya.

BRUK!

Tubuh tinggi itu pingsan karena mengeluarkan banyak darah. Badannya kini sudah lemas.

‘Sialan, aku harus segera bersembunyi dan pergi dari sini,' pikirnya yang mulai kehilangan kesadaran.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status